Semua Bab Ksatria Pengembara Season 2: Bab 1921 - Bab 1930

2578 Bab

184. Bagian 19

Di atas batu Patandai merasakan tubuhnya bergetar. Lehernya menjadi kaku dan telinganya mengiang. Bagaimanapun dia mencoba, getaran pada matanya tak dapat dikuasainya. Dia sadar bahwa samadinya tak mungkin diteruskan. Didahului teriakan menggeledek sosok Patandai melesat ke atas. Di lain kejap dia telah berdiri dua tombak di hadapan Paehijau si belalang raksasa di atas mana duduk perempuan yang membawa bayi.Belalang raksasa tersurut mundur. Misainya bergerak-gerak sementara perempuan yang mendukung bayi berubah pucat wajahnya dan ketakutan setengah mati. Tadi sewaktu Patandai masih berada di dalam kawah dia memang sudah melihat ada kelainan atas diri suaminya itu. Namun setelah dekat dia tidak mengira kelainan itu adalah satu kengerian yang dahsyat! Sepasang mata yang memiliki empat bola mata laksana kobaran api memandang padanya."Ruhsantini! Perempuan celaka! Beraninya kau datang kemari! Berani kau mengganggu samadiku!"Perempuan yang disebut dengan nama Ruhs
Baca selengkapnya

184. Bagian 20

"Patandai!""Diam! Namaku bukan Patandai lagi. Aku sekarang adalah Jin Bara Neraka!""Tidak perduli siapapun kau punya nama! Tidak kusangka sejahat ini hati dan pekertimu! Dengar manusia keji! Pembalasan dan karma akan jatuh atas dirimu!" Ruhsantini angkat bayi dalam bedungan tinggi-tinggi. Lalu berserulah perempuan malang ini."Hai! para Dewa dan para Dewi! Hai! semua roh yang ada di antara langit dan bumi! Bayi ini bayi suci! Tiada dosa atas dirinya! Bayi ini keluar dari rahimku! Hasil hubunganku dengan seorang suami bernama Patandai! Namun hari ini Patandai tidak mengakui kalau Ramatahati adalah anak darah dagingnya! Para Dewa dan para Dewi serta semua roh! Jatuhkan hukuman atas diri Patandai! Sengsarakan dia sebelum bayi ini sendiri menderita karena perbuatannya! Biarkan tubuhnya seperti itu sepanjang usia! Biarkan dia menderita seumur-umur dalam keangkuhan dan kesesatannya! Hai! anakku Ramatahati. Malang nasibmu! Kau tak akan berayah seumur hidupmu! Aku tak
Baca selengkapnya

184. Bagian 21

"Jin Bara Neraka. Kau telah membuat kesalahan besar! Sudah kukatakan seratus ilmu yang sudah kau punya tidak bakal bisa menandingi ilmu ‘Bara Neraka’! Mengapa kau tidak menghantam perempuan itu dengan ilmu yang kuberikan?! Malah kau mempergunakan ilmu keropos Bianglala Hitam! Kau manusia tidak berguna. Sekali ini aku memberi pengampunan! Lain kali jika kau masih berlaku teledor kau akan rasakan hukuman dariku."Patandai sadar, segera jatuhkan diri berlutut "Nenek Jin Santet Laknat. Aku mohon maafmu! Aku mengaku telah berlaku salah! Lain kali aku tidak akan berbuat tolol lagi!"Jauh di kaki Gunung Patimerapi, si nenek yang di juluki Jin Santet Laknat banting-banting kaki saking marahnya. "Jin Bara Neraka tolol keparat!Dia memberi kesempatan pada Jin Muka Seribu untuk mencari dan menemukan Ruhsantini kembali.“Ahh... Bagairnana caraku agar membuat Jin Muka Seribu berpaling padaku. Padahal dulu-dulu dia seolah bisa gila jika sehar
Baca selengkapnya

184. Bagian 22

"Darahku menjadi panas melihat kecantikanmu!" kata Patandai tanpa malu-malu. "Maukah kau ikut bersamaku. ?""Ajakan seorang gagah siapa berani menampik. Tapi kemanakah kau hendak membawaku. ?"Patandai jadi bingung sendiri. Lalu dia tertawa gelak-geiak. "Aku jadi bodoh! Tidak tahu mau mengajakmu kemana...”"Kemana saja asal kau yang mengajak tentu aku suka. " kata si gadis pula dan tak lupa dengan kerlingan mata genit yang membuat Patandai tambah terambung-ambung seperti di awan! Tangan kanannya meluncur memegang lengan si gadis lalu setengah berbisik dia berkata."Di samping kawah sebelah sana ada sebuah goa Di dalamnya ada satu telaga kecil. Hawa di sana sangat sejuk dan bersih. Aku akan membawamu kesana...”"Ah, senang hatiku. Tapi aku ingin sedikit berlama- lama di bawah sinar sang surya yang baru terbit ini. Kuharap kau tidak marah. Sinar mentari sangat bagus buat kulit perempuan sepertiku...”"Apapun yang kau katakan
Baca selengkapnya

185. Jin Bara Neraka

Gemuruhnya arus sungai terasa menyeramkan di telinga Bintang. Bayu dan Arya yang berada di atas telapak tangan kanan Maithatarun. Maithatarun sendiri saat itu duduk di atas sebuah batu besar sambil merendam sepasang kakinya yang terbungkus dua batu besar berbentuk bola yang di seantero Negeri Kota Jin kini telah dikenal dengan sebutan Bola Bola Neraka. Bahkan banyak pula yang menjuluki Maithatarun sebagai Jin Kaki Batu.Sejak dia membunuh Zalanbur, pemuda jahat yang hendak mencelakai dirinya, penyebab kematian istrinya Ruhrinjani serta perampas kedudukannya sebagai Kepala Negeri Kota Jin. Hampir seluruh penduduk menginginkannya kembali menjadi Kepala Negeri. Namun Maithatarun telah kepalang kecewa. Walau kini dia telah meninggalkan Kota Jin. Dia belum tahu kemana dia hendak pergi. Sementara itu rasa suka dan persahabatannya terhadap Bintang dan dua kawannya semakin terasa erat.Maithatarun memetik selembar daun di tepi sungai. Ketiga orang itu diletakkannya di atas dau
Baca selengkapnya

185. Bagian 2

Maithatarun menyeringai.”Persahabatan bukan berarti harus melakukan sesuatu yang mustahil Hai! sobatku Bintang. Kita pergi ke Bukit Patinggihijau dulu. Soal batu itu kita urus kemudian...”Maithatarun mengusap kepala kuda hitam berkaki enam yang kini tegakdi sampingnya. Ketika dia hendak, naik ke punggung binatang ini Bintang berkata.”Maithatarun, tunggu! Kalau kau tidak mau mengantarkan kami ke kawasan rerumputan itu, apa kau juga tidak mau menolong kami mencari Jin Tangan Seribu?""Makhluk satu ini. Dia sulit sekali dicarinya!""Seluas-luasnya Negeri Kota Jin ini Jin Tangan Seribu pasti punya tempat kediaman. Kalau kita pergi ke sana, masakan tidak bertemu?!" berkata Bayu."Kalian bertiga tidak tahu siapa adanya Jin Tangan Seribu. Dia jarang berada di tempat kediamannya. Selain itu dia berada di bawah pengaruh Jin Muka Seribu yang selalu memberinya perintah ini itu. Kalau dia pergi bisa satu dua tahun. Apa yang bisa kalian harapkan?"&n
Baca selengkapnya

185. Bagian 3

"Aku pernah mendengar sedikit riwayatmu di masa lalu. Ruhsantini bukankah dia istrimu dan Ramatahati bukankah dia anakmu? Aku menaruh curiga kau punya niat jahat terhadap kedua orang itu. Juga terhadap Pasingar! Aku tak mungkin memberi tahu! Apalagi kau punya maksud hendak membunuhku!"Jin Bara Neraka perlihatkan wajah sedih.”Yang lalu biarlah berlalu. Walau bagaimanapun Ruhsantini adalah istriku. Ramatahati adalah anakku dan Pasingar adalah kerabatku! Aku rindu ingin bertemu dengan mereka."Maithatarun terdiam beberapa ketika. Akhirnya dia menjawab.”Istrimu kudengar kabar menyepi diri di satu tempat di sebuah pertapaan di sebelah selatan Gunung Pabatuhitam. Pasingar kalau tak salah menetap di Bukit Patinggibiru. Mengenai anakmu Ramatahati tidak pernah kuketahui."Jin Bara Neraka tatap muka Maithatarun beberapa saat seolah hendak meneliti apakah keterangannya bisa dipercaya. Kemudian manusia ini sunggingkan seringai.”Hai! Maithatarun! Ternyata
Baca selengkapnya

185. Bagian 4

"Maithatarun.  Huekkk!" Bintang muntah lagi.”Sulit bagimu mengalahkan makhluk bara itu. Kau harus menyelinap ke belakangnya. Totok urat besar dipangkal leher sebelah kanan. Tubuhnya pasti kaku tak bisa bergerak!""Kau memang pernah bilang mengenai ilmu totok itu! Tapi mana aku paham melakukannya!" jawab Maithatarun seraya mendekatkan tangan kanannya ke dekat, kepala."Luruskan dua jari tangan kirimu! Kerahkan tenaga dalam lalu tusukkan ke pangkal leher! Ingat, aku pernah menunjukkan caranya beberapa hari lalu! Kau harus melakukan sekarang sebelum dia menyerang!"Apa yang dikatakan Bintang tidak mudah bagi Maithatarun melakukannya. Bukan saja karena dia tidak pernah mengenal ilmu totokan itu tetapi saat itu Jin Bara Neraka telah melemparkan bara api yang tadi ditimangnya di tangan kanan."Wuussss!"Batu bara menyala seolah berubah menjadi sinar merah panjang, melesat di atas permukaan air sungai menyambar ke arah dada Maithatarun.
Baca selengkapnya

185. Bagian 5

"Aku heran apa yang terjadi atas dirinya. Sampai kantong menyannya bengkak besar begitu rupa. Dan bukan cuma kantong menyannya saja! Tongkat Ganda- ruwonya juga..." Arya tidak teruskan ucapannya. Dia melirik pada Bayu lalu mengerling ke arah Bintang."Hemmmm..." Arya bergumam.”Ini pasti pekerjaan salah satu dari kalian! Memberi bisikan gila pada Maithatarun! Kalau tidak ada yang menotok urat sembung di selangkangannya tidak mungkin dia jadi begitu. Lihat, berdiri saja dia seperti tidak mampu. Yang di bawah bengkak membesar. Yang di atas menunjuk kurang ajar!"Bintang geleng-geleng kepala.”Aku memang mengajari Maithatarun untuk menotok. Tapi menotok urat besar di leher atas! Bukan di leher bawah!""Ha ha ha...!" Bayu tekap mulutnya menahan ketawa."Pasti kau yang mengajari!" kata Arya pula pada Bayu.Saat itu Maithatarun tundukkan kepalanya ke tanah. Perlahan sekali dia berkata.”Hai! Bayu, kalau kita tidak membebaskan tutukan...&rd
Baca selengkapnya

185. Bagian 6

Lapangan kecil di bukit patinggisubur pagi itu dipenuhi oleh para penyabung ayam, mereka yang bertaruh atau hanya sekedar menonton. Ketika ayam milik Pakabil dan Patondang sedang hebat-hebatnya berlaga tiba-tiba sebuah benda melayang di udara dan jatuh di tengah lapangan. Dua ayam yang bertarung berkotek keras lalu kabur. Orang yang ada di tempat itu serta merta dilanda kegemparan. Betapa tidak. Benda yang bergelimpang ditanah lapang itu adalah sesosok tubuh bergelimpang darah mulai dari kepala sampai ke badan. Dalam keadaan seperti itu dari balik semak belukar sekonyong-konyong keluar sesosok tubuh tinggi besar. Saat itu juga tempat itu diselimuti hawa panas serta bau aneh seperti daging terpanggang.Kalau tadi semua orang dilanda kegegeran maka kini mereka dicekam ketakutan setengah mati. Mereka tidak tahu pasti makhluk apa yang sebenarnya tegak di depan mereka saat itu. Sosok tinggi besar ini tegak kaki terkembang tubuh agak terbungkuk seolah menahan sesuatu yang berat di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
191192193194195
...
258
DMCA.com Protection Status