"Aku pernah mendengar sedikit riwayatmu di masa lalu. Ruhsantini bukankah dia istrimu dan Ramatahati bukankah dia anakmu? Aku menaruh curiga kau punya niat jahat terhadap kedua orang itu. Juga terhadap Pasingar! Aku tak mungkin memberi tahu! Apalagi kau punya maksud hendak membunuhku!"
Jin Bara Neraka perlihatkan wajah sedih.”Yang lalu biarlah berlalu. Walau bagaimanapun Ruhsantini adalah istriku. Ramatahati adalah anakku dan Pasingar adalah kerabatku! Aku rindu ingin bertemu dengan mereka."
Maithatarun terdiam beberapa ketika. Akhirnya dia menjawab.”Istrimu kudengar kabar menyepi diri di satu tempat di sebuah pertapaan di sebelah selatan Gunung Pabatuhitam. Pasingar kalau tak salah menetap di Bukit Patinggibiru. Mengenai anakmu Ramatahati tidak pernah kuketahui."
Jin Bara Neraka tatap muka Maithatarun beberapa saat seolah hendak meneliti apakah keterangannya bisa dipercaya. Kemudian manusia ini sunggingkan seringai.”Hai! Maithatarun! Ternyata
"Maithatarun. Huekkk!" Bintang muntah lagi.”Sulit bagimu mengalahkan makhluk bara itu. Kau harus menyelinap ke belakangnya. Totok urat besar dipangkal leher sebelah kanan. Tubuhnya pasti kaku tak bisa bergerak!""Kau memang pernah bilang mengenai ilmu totok itu! Tapi mana aku paham melakukannya!" jawab Maithatarun seraya mendekatkan tangan kanannya ke dekat, kepala."Luruskan dua jari tangan kirimu! Kerahkan tenaga dalam lalu tusukkan ke pangkal leher! Ingat, aku pernah menunjukkan caranya beberapa hari lalu! Kau harus melakukan sekarang sebelum dia menyerang!"Apa yang dikatakan Bintang tidak mudah bagi Maithatarun melakukannya. Bukan saja karena dia tidak pernah mengenal ilmu totokan itu tetapi saat itu Jin Bara Neraka telah melemparkan bara api yang tadi ditimangnya di tangan kanan."Wuussss!"Batu bara menyala seolah berubah menjadi sinar merah panjang, melesat di atas permukaan air sungai menyambar ke arah dada Maithatarun.
"Aku heran apa yang terjadi atas dirinya. Sampai kantong menyannya bengkak besar begitu rupa. Dan bukan cuma kantong menyannya saja! Tongkat Ganda- ruwonya juga..." Arya tidak teruskan ucapannya. Dia melirik pada Bayu lalu mengerling ke arah Bintang."Hemmmm..." Arya bergumam.”Ini pasti pekerjaan salah satu dari kalian! Memberi bisikan gila pada Maithatarun! Kalau tidak ada yang menotok urat sembung di selangkangannya tidak mungkin dia jadi begitu. Lihat, berdiri saja dia seperti tidak mampu. Yang di bawah bengkak membesar. Yang di atas menunjuk kurang ajar!"Bintang geleng-geleng kepala.”Aku memang mengajari Maithatarun untuk menotok. Tapi menotok urat besar di leher atas! Bukan di leher bawah!""Ha ha ha...!" Bayu tekap mulutnya menahan ketawa."Pasti kau yang mengajari!" kata Arya pula pada Bayu.Saat itu Maithatarun tundukkan kepalanya ke tanah. Perlahan sekali dia berkata.”Hai! Bayu, kalau kita tidak membebaskan tutukan...&rd
Lapangan kecil di bukit patinggisubur pagi itu dipenuhi oleh para penyabung ayam, mereka yang bertaruh atau hanya sekedar menonton. Ketika ayam milik Pakabil dan Patondang sedang hebat-hebatnya berlaga tiba-tiba sebuah benda melayang di udara dan jatuh di tengah lapangan. Dua ayam yang bertarung berkotek keras lalu kabur. Orang yang ada di tempat itu serta merta dilanda kegemparan. Betapa tidak. Benda yang bergelimpang ditanah lapang itu adalah sesosok tubuh bergelimpang darah mulai dari kepala sampai ke badan. Dalam keadaan seperti itu dari balik semak belukar sekonyong-konyong keluar sesosok tubuh tinggi besar. Saat itu juga tempat itu diselimuti hawa panas serta bau aneh seperti daging terpanggang.Kalau tadi semua orang dilanda kegegeran maka kini mereka dicekam ketakutan setengah mati. Mereka tidak tahu pasti makhluk apa yang sebenarnya tegak di depan mereka saat itu. Sosok tinggi besar ini tegak kaki terkembang tubuh agak terbungkuk seolah menahan sesuatu yang berat di
"Jahanam pendusta! Setelah merambas tanaman muda kau tidak berani mengakui perbuatan kejimu! Dengar baik-baik Pasingar! Ketika Ruhsantini kukawini, gadis itu sudah tidak perawan lagi! Kau melakukan kebejatan itu bukan cuma sekali! Pasti berulang-ulang! Alasan sakit hanya tipu muslihatmu semata agar bisa mendekati Ruhsantini! Jahanam terkutuk!""Demi para Dewa dan para Dewi. Demi para arwah kedua orang tuaku! Aku bersumpah, Patandai! Aku tidak melakukan semua yang kau tuduhkan itu!""Pasingar! Ternyata kau bukan saja seorang laknat Tapi berani bersumpah palsu menyebut para Dewa dan para Dewi! Bahkan menyebut roh orang tuamu! Kalau kau benar tidak melakukan perbuatan terkutuk itu mengapa melarikan diri?! Bersembunyi tinggal di Bukit Patinggisubur ini selama puluhan tahun?! Menukar nama menjadi Pakabil!""Patandai. Aku saat itu berada dalam keadaan tidak mungkin membela diri. Kalau benar orang itu Patorik, apa yang disaksikannya mungkin karangan belaka! Mungkin saj
"Hai! manusia bernama Patandai," Bunda Dewi berkata dari atas sana. Suaranya walau, lembut tapi mengiang keras masuk ke telinga Jin Bara Neraka.”Aku datang bukan membawa berkah! Kami para Dewi di angkasa raya merasa sedih. Karena sejak kau keluar, dari kawah Gunung Patimerapi, maka di Negeri Kota Jin telah bertambah satu lagi Jin yaitu Jin Bara Neraka. Jin yang perwujudannya adalah bagaimana keadaan dirimu sendiri saat ini. Kami ingin melenyapkan semua Jin yang ada, malah kini ketambahah satu lagi. Kami tahu ada Jin baik dan ada Jin jahat di antara kalian. Selama puluhan tahun kami para Dewi telah mengikuti perjalanan hidupmu. Ternyata kau bukan termasuk golongan Jin baik. Di tubuhmu sebelumnya ada seratus bara merah menyala. Kini bara itu telah banyak berkurang. Berarti belasan bara maut telah kau pergunakan untuk membunuh manusia lainnya!' Ketahuilah Patandai, mem- bunuh adalah sesuatu yang tidak diizinkan kecuali dalam membela diri, kelua
"Jika itu katamu, terpaksa aku menghalangi Hai! Patandai! Karena aku tahu kau akan membunuh lagi beberapa orang yang belum tentu berdosa!"Bunda Dewi kembangkan dua tangannya. Pakaian birunya bergulung-gulung di udara. Perlahan-lahan sosok tubuhnya turun mendekati Patandai."Bunda Dewi, jangan terlalu memaksa. Aku bisa bertindak nekad!" Patandai alias Jin Bara Neraka berteriak.Bunda Dewi hanya tersenyum dan terus melayang turun. Jin Bara Neraka ambil sebuah bara menyala di atas kepalanya lalu dilemparkan ke arah Bunda Dewi."Wussss!"Bara menyala itu menembus sisi kiri pakaian Bunda Dewi hingga berlubang dan terbakar."Luar biasa! Hebat sekali!" Seru Bunda Dewi sambil memperhatikan pakaiannya yang berlubang dan terbakar. Dia meniup satu kali. Kobaran api serta merta padam. Pakaian yang berlobang kembali utuh seperti semula. Bunda Dewi memandang sayu pada Jin Bara Neraka."Petunjuk sudah kuberikan. Peringatan sudah kusampaikan. Kau ne
"Hal itu bisa kita bicarakan nanti para saudaraku," jawab Maithatarun yang membuat Bintang dan kawan-kawannya menjadi jengkel tapi tak bisa berbuat apa-apa. Ketika Maithatarun hendak memasukkan ketiga orang itu kembali ke dalam kocek jerami tiba-tiba ada satu suara merdu datang dari kejauhan."Maithatarun suamiku, belum berbilang minggu berbilang bulan aku berada di alam roh. Tega nian hatimu tak pernah menjengukku lagi...”Suara yang datang dari jauh itu menggeletarkan batu di atas mana Bintang dan dua kawannya berada."Ada suara perempuan di kejauhan " bisik Bayu."Suara itu menyebut Maithatarun suaminya. Pasti itu suara Ruhrinjani...”“Tapi menurut Maithatarun istrinya itu bukankah sudah mati dan dimakamkan di Bukit Patinggihijau. Bagaimana sekarang bisa muncul.""Itu mungkin hanya suara rohnya," berkata Arya."Kalian berdua jangan bicara saja. Lihat di kejauhan sana. Ada satu s
"Usap wajahku Maithatarun, sentuh tubuhku..." bisik Ruhrinjani.Sesaat Maithatarun masih ragu. Lalu dia memberanikan diri mengangkat tangan membelai wajah perempuan dihadapannya itu. Dia benar-benar memegang manusia hidup! Kenyataan yang tidak bisa dipercaya itu membuat Maithatarun jadi merinding dan dingin sekujur tubuhnya. Perlahan-lahan dia melangkah mundur.Tiba-tiba ada bau harum semerbak memenuhi tempat itu. Lalu satu cahaya biru terang muncul di kejauhan, bergerak di antara pepohonan. Makin lama makin besar dan makin dekat."Astaga! Lihat!" seru Bayu sambil menunjuk ke atas. Sementara Bintang dan juga Arya pelototkan mata terheran-heran. Saat itu cahaya biru tadi telah berubah menjadi sosok seorang perempuan separuh baya cantik sekali. Tubuhnya terselubung lilitan pakaian biru bergulung- gulung panjang seolah tergantung sampai ke langit. Di kepalanya ada sebentuk mahkota yang ditebari batu-batu permata berkilauan."Bunda Dewi, terima hormat saya!"