Home / Romansa / My First Love is Paman (TAMAT) / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of My First Love is Paman (TAMAT): Chapter 21 - Chapter 30

101 Chapters

Part 21 gila

Sontak saja Ira langsung berlari menjauh, setelah mendengar kalimat itu, Lingga hanya bisa terkekeh melihat tingkah Ira yang lucu, berlari ke lantai atas bagai kilat. PAGI HARI... Tok....tok... Ira mengedipkan mata, berusaha bangun dari tidurnya. Dia lihat jam dinding menunjukkan pukul 03.00, jarang-jarang seseorang mengetuk pintu di jam begini, sungguh mengganggu. Cklek... Sambil mengusap mata Ira berhadapan dengan Pria di Awang pintu. "Hari ini kamu mulai sekolah, bersiaplah." Tidak salahkan dirinya membangunkan seseorang di pagi buta seperti ini? Ira yang masih belum sadar sepenuhnya cukup mengiyakan saja. "Hmm...aku akan bersiap." Sambil menguap Ira menutup pintu. Stt... Lingga menyela pintu, merasa ada yang mengganjal Ira membukanya lagi. "Akan ku awasi cara mu bersiap." Ira menaikkan alisnya, tak salahkah dengan yang dia dengar? Ira menepis apa yang terdengar olehnya, mungkin itu ha
Read more

Part 22 cemburu

Di pagi yang cerah, hari-hari di sekolah berhasil dia lalui dengan gembira, untuk pertama kalinya, selama sekian lama, Ira tak mendapat cemooh lagi dari teman sekelasnya, hinaan dan cacian pun tak lagi dia dengar, layak seperti siswa pada umumnya, mereka tak mengusik sedikit pun siswa yang terkenal akan kejelekan dan kebodohan itu. Tak...tak... "Ra, nanti pulang bareng yuk!" sapa teman sekelasnya. Ira berbalik, ternyata salah satu teman paling pendiam sekaligus pintar, untuk pertama kalinya menyapa. "Hmm...ayo." Syina itulah panggilannya, seorang gadis pendiam dengan beribu misteri, orang-orang terlalu melebihkannya bukan? Dia gadis pendiam biasa, cuek dan dingin, kecerdasannya tak perlu di ragukan lagi, semua orang juga tahu gadis pendiam seperti apa, selalu membuat kejutan yang tak terduga, sepanjang dia bersekolah tak pernah sekalipun menduduki jajaran empat hingga bawah, dirinya selalu berada di jajaran teratas tak lupa dia juga masuk dala
Read more

Part 23 awal rencana

Ira melepas pakaian, mengganti dengan setelan kaos hitam terpadu dengan celana jeans se lutut, Fiolyn mengambil riasan sederhana menepuk pelan di setiap bagian wajah, hingga terlihat aura sosok wanita tomboy yang kuat. "Lumayan juga." Ira membuka laci kecil di bawah lampu tidur, mengambil beberapa lembar kertas pecahan lima puluh ribu beserta koin yang tersisa. Dia memasukkan ke dalam saku celananya seraya melangkah keluar mewujudkan tujuannya. Di lantai bawah, Agora dan Lingga masih sibuk dengan piring mereka, tak ada suara tawa ataupun semacamnya, sepi dan tenang. Terasa ada seseorang yang datang, Lingga langsung menoleh. "Ira, habiskan makananmu dulu sebelum keluar." Seolah tahu apa yang hendak Ira lakukan, Lingga menghentikannya untuk menghabiskan makanan sisa di piring Ira yang telah dia tinggalkan beberapa menit yang lalu. "Hmm oke." Ira duduk kembali menghabiskan dengan cepat sisa makanan yang berantakan di pirin
Read more

Part 24 taman rahasia

Kicauan burung membangunkan pagi cerah bak sinar surga, mentari pagi ini sanggatlah cerah, padahal subuh tadi langit masih di tutupi awan hitam. Tas hitam menempel di punggung seorang gadis kecil, berlari menuju lantai bawah memberikan muka untuk sekedar menandakan kehadirannya. Tak..tak... Ira melihat kedua orang yang sudah berada di tempatnya, siapa lagi kalau bukan Lingga dan Agora, mereka tampak diam sibuk dengan ponsel mereka. "Paman." Seketika Lingga menoleh, menyimpan ponselnya menatap Ira yang mulai mendekat. "Kamu ingin memasak tidak?" tanya Lingga halus di iringi senyuman manis. "Ya ampun, kenapa harus senyum segala, kan berasa jadi suami istri." Ira berusaha menahan senyumnya. "Baik, sebentar aku akan siapkan dulu." Ira bergegas menyiapkan sarapan se istimewa mungkin untuk Sang Paman. Di tengah pekerjaannya, Ira tiba-tiba teringat akan benda yang kemarin ia beli, berdasarkan penuturan Fiolyn benda ini
Read more

Part 25 jebakan adik kakak

Ira mendongak kala mendengar jawaban Lingga, matanya berbinar menanti cerita dari mulut pria di sampingnya. "Anak ini ternyata serius." Lingga memandang Ira yang tampak antusias, dia menghela nafas memandang danau tenang di hadapan mereka. "Huh, bagaimana keluarga menurutmu?" tanya Lingga, wajahnya tampak tenang memandang air. "Keluarga....sangat penting menurutku, mungkin seperti belahan jiwaku." Ira tertunduk, wajahnya menampakkan kesedihan mengingat keluarga yang hanya ada dalam bayangnya saja saat ini. Tanpa di sadari, Ira hanyut dalam situasi, cairan bening sedikit mengalir dari pelupuk matanya, dia segera menyembunyikan tangis dalam keheningan. "Kamu tidak apa-apa? Baiklah aku tak akan bercerita lagi," ucap Lingga, ragu untuk melanjutkan kembali kisahnya. "Tidak, aku tidak apa-apa aku siap setia mendengarkan cerita Paman." Gadis itu menampakkan senyum manis, berusaha menutupi kesedihan. Melihat semangat dari gadis itu, ta
Read more

Part 26 berdua

DI RUMAH...Ira berdecak kesal sepanjang perjalanan. Gerutu, maki, caci tertuang dalam ekspresi. Lingga yang kesal karena ulah Lisya dan Zerry detik ini tengah seru memperhatikan gerak-gerik Ira, kekesalannya menghilang begitu saja kala memandang wajah kesal gadis di sampingnya.Tanpa di sadari langkah Ira menerobos tanpa rem, dia terus melangkah hingga melintas di hadapan Lingga begitu saja. Tiba-tiba sebuah tarikan menyekat langkahnya, kerah baju yang dia kenakan terasa sesak di tarik seseorang."Tunggu...sekarang makan malam kamu yang masakkan?" tanya Lingga tepat di telinga Ira. Sontak Ira melepas tangan kekar di kerah bajunya, dengan kesal dia pergi menuju dapur tanpa memandang Pria di belakangnya."Huh, anak itu," batin Lingga terkekeh kecil memandang Ira melangkah dengan kesal.Setelah beberapa menit bergelut di dapur, Ira mendekati meja makan tempat Pria itu selalu menantinya. Akan tetapi hari ini Ira tak melihat kehadiran Agora di tempat d
Read more

Part 27 ikatan dulu

Di pagi hari... Bugh... Gelegar samar menggiring Ira dan Lingga  menuju lantai bawah. sepasang bola mata terbuka lebar kala melihat Agora terkapar di lantai dengan pecahan kaca di sekelilingnya, membuat Lingga panik, bergegas mencari pertolongan secepat mungkin. "Ira ambil ponselku!" perintah Lingga, dia mengangkat tubuh wanita itu menuju kursi di dekatnya, membaringkan dengan penuh kehati-hatian. Ira tak melepas ponsel Lingga, tangannya tercengkeram kuat bergetar ketakutan melihat Agora yang terkapar sejak tadi. Tiba-tiba ketakutan yang dia rasakan semakin menghantui, ingin rasanya dia mengulang waktu untuk tidak melakukan hal tak berarti yang telah dia lakukan beberapa hari lalu. Pria itu mengulurkan tangan. Ira memberikan ponsel dengan tangan bergetar. "Kau sakit?" tanya Lingga. "Tid-ak, tidak..." Seketika wajah Ira berubah pucat, bola matanya tak berani memandang manik indah pria itu, dia terus menghindari pandangan ya
Read more

Part 28 rumah sakit

Mobil hitam mengkilap memasuki pekarangan rumah, bunyi nyaring membangunkan Lingga dari lamunannya, Lingga mendongak seraya membuang puntung rokok yang masih tersisa. Sementara itu seseorang pria ber jas hitam menghampiri memberi sebuah kunci dengan sedikit anggukan badan. "SilahkanTuan," ucapnya seraya memberikan sebuah kunci, usai akan tugasnya tampak Rian menggigit bibir bawah seraya melempar tatapan ke sembarang arah. "Ada apa?" tanya Lingga penasaran. "umm...itu tuan, saya mendapat kabar nona Lisya berencana akan mengunjungi anda," ucap Rian ragu. Mendengar hal itu Lingga berdecak kesal, wanita itu kini akan membuat ulah lagi, tak bisakah dia pergi dari kehidupan wanita merepotkan itu, terlebih saat ini, kini pikirannya tak bisa mencerna semua masalah lagi, walaupun dia seorang yang luar biasa tetap saja dia manusia biasa, masalah besar yang kian muncul di sekitarnya tak mungkin dia telan dalam satu suap sekaligus di waktu yang sama. "Bia
Read more

Part 29 salah faham

    BUGH... "Ra..." Sontak Ira terkejut mendapat hentakan di pundaknya. Dia menatap Syina dengan tatapan kosong di sertai wajah tanpa ekspresi. "Kamu kenapa? Aku dari tadi panggil kamu terus loh." "Oh...emmm...maaf," jawabnya di sertai lukisan senyum menghawatirkan. "Eh kamu kenapa, cerita dong." "Enggak, aku gak apa-apa... ayo kita pulang!" ucapnya seraya menarik tangan Syina, menyeretnya menuju trotoar, jalan mereka pulang. Di tengah ke bisingan jalanan kota, Ira menatap setiap langkah dengan kosong, ketakutan kian membesar kala bayangan seram menghiasi pikirannya. Sepanjang jalan Syina menyarankan diri menjadi pendengar setia, mereka sudah menjadi teman bukan? Tak ada yang perlu di sembunyikan lagi di antara mereka. Ira sangat ingin mencurahkan segalanya, beribu kata seakan-akan tersengat di tenggorokan seakan detik itu akan tercurah semuanya, entah apa yang dia rasakan saat ini, ada sesuatu yang me
Read more

Part 30 penjelasan

"Paman..." ucap Ira lirih berdiri di awang pintu. Dada ini terasa sesak begitu mendengar hawar janin seorang wanita, cairan bening tiba-tiba mengalir membasahi pipi tanpa di sadari, Syina yang berada di belakang memandang semua kejadian membingungkan ini, sebagai teman Syina perlahan meraih bahu Ira untuk menenangkannya. "Ra, kita duduk dulu," bujuk Syina lembut. Ira tak berkutik sedikit pun, pandangannya tak lepas dari wanita yang terbaring di atas ranjang sana, sementara itu Lingga beranjak menghampiri gadis SMA itu, langkah demi langkah jarak antara dirinya dan gadis itu semakin dekat hingga pada akhirnya satu sama lain menatap dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. "Usap air matamu," ucap Lingga, sontak Ira segera menyeka air matanya dengan kasar layak bocah SD yang tak di beri jajan. "Ada apa kau kemari?" tanya Lingga seraya sedikit membungkukkan badan. "Aku...." Jawabnya terbata-bata, dia baru tersadar tangisnya beberapa saat lalu s
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status