Home / Romansa / My First Love is Paman (TAMAT) / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of My First Love is Paman (TAMAT): Chapter 11 - Chapter 20

101 Chapters

Part 11 pindah

DI RUMAH LINGGA...Heira Attaya, gadis itu kini sedang menggusur koper berisikan sebagian barang-barangnya menuju sebuah rumah mini malis di depan jalan raya tak jauh dari rumahnya. Di hadapannya kini terlihat sebuah rumah yang tidak begitu mewah, dengan dua lantai dan sedikit hiasan di halaman rumah, membuat rumah ini terlihat simpel namun nyaman di pandang.Tak tak...Mereka mulai melangkah menuju dalam rumah. Dalam keadaan sadar sepenuhnya Ira mengikuti langkah pria di hadapannya dengan langkah yang cepat, menyesuaikan dengan langkah Lingga yang panjang."Mengapa mereka memaksaku tinggal di sini?" batin Ira tak mengerti.Cklek...Tampaklah isi dari rumah ini, tangga berkelok di sisi dinding, ruang makan dan dapur berdampingan di lantai bawah, tak lupa ruang TV di lantai bawah juga berdampingan dengan ruang tamu. Ira melihat sekeliling, setiap sudut ruangan terasa begitu nyaman dan pas  untuk di tinggali berdua atau bertiga saja.
Read more

Part 12 Makan malam

Sekarang aku harus terbiasa dengan kehadiran dia di rumah ini, walaupun ini sedikit merepotkan, apa boleh buat, aku tak bisa melihat wanita paruh baya itu kembali memohon seperti waktu itu, sangat menyedihkan, aku sama sekali tak ingin melihatnya seperti itu lagi....Lingga menyandarkan tubuh di ranjang kesayangannya, dia memejamkan mata sembari menyisir rambut dengan sela-sela jarinya. Tak bisa di pungkiri, walaupun kini usianya menginjak dua puluh tujuh tahun, namun ketampanannya masih terjaga dengan sempurna."Kapan aku bermimpi hidup dengan seorang gadis bersama tanpa ikatan seperti ini?" batin Lingga.Dengan bertelanjang dada, Lingga segera melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah sangat berat setelah melewati hari yang panjang, air hangat bercucuran dari atas seperti hujan, membasahi tubuh gagahnya yang tidak pernah terekspos oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri, merasakan air yang menetes, dia kuatkan tekad untuk meman
Read more

Part 13 jatuh

Malam tiba, suasana sepi rumah ini kian terasa, setelah makan malam bersama, kini pikirannya tengah menerawang alam lain di bawah kendalinya, di atas ranjang dia memeluk sebuah bantal dengan bentuk yang imut, pandangannya lurus tertuju pada sebuah lampu di langit-langit kamar, seperti sebuah mentari kecil yang menghidupkan ruangan ini."Apakah aku benar tinggal di rumah ini?" batinnya masih tidak percaya.Ira mulai membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman."Alva..."Tiba-tiba memori singkat begitu saja melintas di benaknya, tanpa di duga cairan bening keluar dari pelupuk matanya mengelir dengan sendirinya."Semua orang sudah pergi ya, huh! wanita malang...ujian apa lagi yang akan aku terima? Semuanya sudah ku coba, apakah masih ada ujian yang lebih berat dari diriku, sekirannya ada takdir pasti dengan senang akan memberikannya kepadaku, haha...lucu juga, ternyata dunia ini memang di takdirkan untuk membuatku sakit dan semakin sakit."Ir
Read more

Part 14 kedatangan Lisya

BAK! "Tuan!" Seketika kedua orang itu membelalakkan mata, tatapan mereka tertuju pada satu arah yang sama. "Kau?" Lingga langsung memberi sinyal dengan isyarat mata kepada seorang pria di awang pintu sana. Tanpa di ketahui gadis di hadapannya. Tahu kondisi apa yang sedang di alami sekarang, pria itu pergi dengan cepat. "Siapa dia?" batin Ira penasaran. Menatap mata pria di hadapannya dengan tatapan penuh tanya. Sepasang bola mata pria itu mengelak kesembarang arah, menghindar dari apa yang mungkin akan segera gadis itu tanyakan. "Emm...kau tunggu dulu di sini," ucap Lingga kemudian bergegas pergi. Saat Kakinya menghampiri pria yang membuat kegaduhan tadi, di lihatnya pria itu tengah duduk di atas lantai, wajahnya menampakkan raut penuh cemas dan gelisah.  "Ada apa?" tanya Lingga. Suara besar itu berhasil membuat pria yang sedang menggigit jarinya langsung mendongak, dia lihat ke arah suara itu beras
Read more

Part 15 menghadapi Lisya

Lingga menatap tingkah wanita itu di depan sana tentu hal itu membuat Lingga terdiam, sesaat wajahnya menampakkan raut dingin, yah, tak perlu tahu lagi wanita ini memang sedang melakukan aksinya. Tiba-tiba Lingga menyeringai melemahkan, menatap sepasang mata polos di depan sana dengan tatapan elang. "Haha...ternyata aku ke sini hanya membuang-buang waktu saja," ucap Lingga dengan seringai tipis. Lingga menarik hendel pintu hendak pergi, tak ada gunanya lagi berada di sini, yang terjadi malah pembicaraan yang kosong tanpa arti, itu akan terus terjadi jika dirinya berusaha seperti dulu. "Kak!" Teriak Lisya tertuju pada Lingga, berusaha untuk menghentikan langkahnya. Seketika pria itu berhenti, menoleh beberapa derajat dengan senyum tipisnya dan kembali melanjutkan kegiatannya. "Berhenti!" Bentak Lisya, namun sama sekali tidak di dengar oleh Lingga, dirinya terus melangkah hingga lantai bawah. Seakan apa yang terjadi ini jauh dari perkira
Read more

Part 16 pribadi lain

Tak...tak...Langkah kecil mulai menghampiri sebuah meja dengan laptop yang tergeletak di atasnya, dalam bayangan yang tak masuk akal, seharusnya saat ini Lingga berada di depan layar itu menatap dengan tatapan indah di tambah senyuman manis yang khusus terpancar untuk Ira layak sepasang kekasih, namun sepertinya bayangan itu terlalu tinggi, dirinya kini hanya melihat benda-benda itu tergeletak tanpa penghuni, seolah menyadarkan Ira bayangan itu tidak akan pernah terjadi."Ke mana Paman?" batin Ira seraya membawa secangkir kopi di tangannya.Dia terus melangkah menuju meja, walaupun tak menemukan Lingga di sana, Ira tetap melangkah lalu menyimpan kopi di atasnya yang telah dia buat sepenuh hati untuk Sang Paman.Tak..."Apa ini?" batin Ira dalam hati tatkala melihat layar yang masih menyala, menampakkan sebuah layar di penuhi berbagai kata di dalamnya.Tatapannya langsung tertuju pada kalimat penuh penekanan itu, semakin menarik saja, Ira ma
Read more

Part 17 Fiolyn

Ira mulai menggerakkan sekujur tubuh, meregangkan sendi-sendi yang terasa pegal di setiap selanya, dia lihat rupa tubuh ini  di cermin, tubuh kecil di tambah wajah yang tak mendukung membuat dia berdecak heran. "Siapa yang akan melirik tubuh ini? aku saja enggan melihatnya," ucap gadis itu pelan. Dia menyingsingkan rambut yang tergerai sebahu seraya mengelusnya pelan. "Gadis ini, tidak bisakah merawat dirinya sendiri?" decaknya. Rupa wajah ini, sungguh tak memikat hati, apakah yang di lakukan gadis itu selama ini hingga wajahnya bisa seperti ini? Mungkin dia terlalu sibuk untuk memperhatikan hal kecil semacam ini, tidak ada jalan lagi, mungkin inilah sebab kehadirannya, dia harus mengubah segalanya dengan jiwa ini. "Ira, aku akan mengubahnya, kau pasti akan senang dengan apa yang aku lakukan," ucap pribadi lain yang sekarang mengambil alih tubuh Ira. "Aku Fiolyn akan mengubahnya." Tak...tak... Langkah kaki terdenga
Read more

Part 18 belanja bersama

DI MALL.... Ira turun sambil merapatkan masker dan topi yang dia kenakan, menutupi hingga terlihat sepasang mata saja. Lingga yang tengah membereskan rambut sedikit menampakkan senyum beralih memandang Ira yang tengah celingukan. Pak... "Ayo!" ucap Lingga seraya menepuk topi yang Ira kenakan. Lingga melangkahkan kakinya dengan santai menuju dalam pusat perbelanjaan, namun hal itu jauh berbeda dengan yang Ira rasakan, dia berlari dengan kencang hanya untuk menyelaraskan langkahnya, Lingga benar-benar lupa bahwa Ira seorang gadis pendek yang tak akan pernah bisa menyelaraskan langkah dengan Lingga. "Hosh...hosh..." Di tengah keramaian pusat perbelanjaan besar ini, Ira terengah-engah menyusul langkah Lingga, pria itu sama sekali tak memedulikannya, namun karena suara lelah yang mengganggu telinga Pria itu, membuat Lingga segera berbalik menghampiri Ira. "Kau kenapa?" tanya Lingga seraya memasukkan kedua tangan di saku celananya, m
Read more

Part 19 pertemuan di restoran

Jalanan perkotaan mulai memadat, asap kendaraan sangat memuakkan memenuhi jalanan kota, sepanjang memandang tak lepas dari bangunan pencakar langit berdiri kokoh di sepanjang jalan, seolah menampakkan keagungan yang begitu besar. Ira duduk dengan tegap, sambil menjinjing setumpukkan belanjaan di pangkuannya. Harum maskulin nyaman tercium, hingga Ira tak sadar kini kendaraan yang dia tumpangi berhenti di sebuah tempat. "Ini bukan rumah kita kan?" Ira celingukan, layaknya anak kecil dia mendekati Lingga dengan pandangan penuh tanya. "Aku lapar, kita makan dulu di sini." Lingga mengelus kepala gadis itu, elusan yang dia berikan selalu saja di sertai senyum mengademkan. "Ini bagaimana?" Ira mengangkat belanjaan, dirinya jelas tak mau membawa barang berat ini, tubuhnya terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan itu. "Kau yang bawa." Lingga berjalan pergi. Dengan wajah masam Ira membawa semua belanjaan menuju dalam restoran. ...
Read more

Part 20 kedatangan Agora

Tak....tak.... Suara langkah kaki terdengar merdu di telinga seorang gadis, menuju sebuah motor sport mengkilap yang terparkir berjejer rapi di depan sana. "Paman memakai motor sport?" Ira tak melepas pandangannya, tertegun melihat Lingga terlalu memesona menaiki kendaraan itu. "Kenapa diam?" tanya Lingga tiba-tiba. "Eng-gak, aku akan segera ke sana." Ira berlari kecil mendekati Lingga, senyum yang dia tahan kini tak terkendali, luapan kebahagiaan menggebu-gebu dari dalam jiwanya. "Akh...aku boncengan sama paman! semalam aku mimpi apa bisa dapat hujan meteor seperti ini!" Ira berusaha menahan senyumnya, melihat Lingga layak seperti seorang suami idaman di matannya. Tak...tak... "Kalingga!" Kedua matannya langsung tertuju pada sumber suara. Terlihat seorang wanita berparas cantik mengenakan pakaian serba hitam dengan lengan pendek mendekati Lingga. "Kamu?" "Kalingga, kita harus bicara." Wanita itu
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status