Home / Fiksi Remaja / Revansha / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Revansha: Chapter 1 - Chapter 10

17 Chapters

Gadis incaran om-om

Matahari belum menampakkan wujudnya di permukaan langit, tetapi gadis itu sudah bangun sejak tadi. Rutinitas yang selama dua minggu ini tidak dilakukan, sekarang kembali terjadi. Bangun pagi, mandi, menyiapkan perlengkapan untuk sekolah. Bahkan beberapa menit yang lalu dia sempat heboh sendiri hanya karena kaus kaki tanpa pasangan, karena sikapnya yang sedikit ceroboh.   Gadis itu tengah menata rambut yang sudah hampir sepinggang. Dua hari yang lalu dia pergi ke salon untuk memperindah tampilan rambutnya, ujungnya dibuat bergelombang dengan poni depan yang hampir menutupi seluruh keningnya. Tampilan itu sangat cocok untuk Eca.   Eca memang selalu menggunakan poni. Bukan untuk menutupi lapangan sepak bola di kepalanya, melainkan karena dia adalah pecinta Dora the Explorer, kartun favoritnya sejak kecil.   Di sudut kamar sebelah kanan, adalah saksi bahwa dia pernah memenangkan audisi "anak yang paling mirip dengan Dora". Y
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more

Ayah boleh pergi

Netranya terus menatap spion taksi, yang sedang dia naiki. Bukan tanpa alasan, melainkan melihat cowok yang masih berdiri di tempatnya semula. Bagaimana bisa pandangannya beralih ke arah lain, sementara cowok yang berdiri itu adalah cinta pertamanya. Namun, hanya Eca yang memiliki perasaan pada cowok itu. Ya, cinta tak terbalaskan, tepatnya. Cowok itu sudah tidak terlihat lagi, karena tikungan tajam yang baru saja dilewati Eca. Eca kembali memperhatikan jalan, melalui jendela mobil. Sekarang dirinya sedang berada di dalam taksi. Sejujurnya dia masih belum mengerti apa arti dari pesan yang dikirimkan oleh ayahnya. Pesawat? Pesawat apa maksudnya? Eca sama sekali tidak paham. Tidak butuh waktu lama, Eca tiba di kediamannya. Setelah membayar, Eca menyusuri halaman rumahnya sampai di teras rumah langkahnya terhenti. Pandangannya tertuju pada dua buah koper berukuran sedang yang tergeletak di teras. Eca me
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more

Om kadal berlidah katak

Pagi ini Evan memilih untuk mengisi perut di kantin. Sejak tadi malam dia lupa memberi makan cacing-cacing di perutnya. Di sampingnya sudah duduk Emil, teman sejak di sekolah dasar. Keduanya sibuk dengan makanan masing-masing. Evan hanya menyantap nasi goreng dengan es teh manis. Berbeda dengan Emil, yang lebih senang dengan mie instan dan kopi susu favoritnya. Meski berbeda, tetapi mereka selalu rukun satu sama lain.Seorang gadis baru saja menyodorkan kotak makan bergambar Teddy bear berwarna cokelat, di depan Evan. Membuat manik mata Evan tertuju padanya. Cowok itu hampir saja tersedak jika tidak buru-buru meminum es teh di depannya.Evan menelan nasi goreng yang masih di dalam mulutnya sambil berujar, "Apa nih?" Matanya melirik kotak makan itu."Sarapan buat Evan, tapi karena Evan lagi sarapan. Jadi, ini buat makan siang aja."Emil meletakkan sendok dan garpu di mangkuknya, dia melirik Evan dan Eca bergantian. Sebetulnya Emil
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more

Taruhan

Remaja itu sedang duduk di sebuah kafe, sambil sesekali menyesap kopi susu yang sudah hampir tandas di depannya. Sudah hampir setengah jam dia menunggu kedatangan temannya. "Sorry, telat," ucap seseorang seraya menarik kursi untuk duduk. Napasnya terdengar sangat memburu, seperti baru saja melakukan lari maraton jarak jauh. Emil melirik arloji di pergelangan tangannya. "Masih 30 menit lagi, kok. Lo pesan minum dulu aja!"  Evan mengangguk. "Elang mana?" Emil mengedikkan bahunya. Beberapa menit yang lalu Elang bilang akan pergi ke toilet. Namun, sampai saat ini belum juga kembali. Netra Emil menangkap sosok pemuda berkemeja biru tua dan jeans hitam, tak lupa snakers bertengger di kakinya. Dia sedang berdiri di depan kafe bersama seorang gadis, mereka terlihat begitu akrab. "Noh, lihat teman lo kelakuannya!" desis Emil sambil menggerakkan dagunya ke arah dua remaja yang sedang
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more

Tidak setuju

Matahari kembali muncul di peradaban. Menampakkan wujud berupa cahaya terang yang cukup menyilaukan. Burung berkicau tiada henti, sesekali mengepakan sayapnya untuk pindah dari dahan pohon ke sisi yang lainnya. Di sanalah Evan. Di depan motor Vespa berwarna biru yang penuh dengan sejarah itu. Cowok itu baru saja mengelap debu-debu yang menempel di beberapa bagian motornya.  Setelah selesai mengelap debu dengan kanebo. Evan kembali masuk ke dalam. Dia berjalan ke dapur, menghampiri Sri, ibunya. "Ibu, udah siap?" tanya Evan seraya mencuci kanebo di wastafel. "Belum. Ibu mau ganti baju dulu, kamu tolong masukin kue ke dalam box ini, ya." Evan mengangguk. Sri adalah seorang singgle parents. Pekerjaannya hanya berjualan kue di belakang stasiun. Kue buatannya selalu habis terjual. Selain harganya yang murah, kue buatan Sri juga rasanya sangat enak. Cocok dengan para mahasiswa atau
last updateLast Updated : 2021-09-02
Read more

Tahap pertama

Evan terus melangkah menyusuri koridor, sampai langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan. Sebuah nama terpampang jelas di daun pintu ruangan itu. Indah Suryani S.Pd. Tanpa ragu Evan mengetuk pintu. Tak lama terdengar sahutan dari dalam ruangan ini. "Masuk!" Evan menghela napas berat. Sedikit takut, karena pasalnya dia belum pernah membuat kesalahan apa pun sampai harus dipanggil dengan wali kelasnya. "Ibu manggil saya?" Wanita berpakaian formal khas PNS itu mengangguk. "Duduk." Evan terdiam. Dia bingung harus memulai pembicaraannya dari mana. Karena dia tidak tahu untuk apa dipanggil ke ruangan ini.  Wanita yang masih duduk diam di sebuah kursi itu kini sibuk mencari beberapa tumpukan kertas di atas mejanya. "Maaf Bu, kenapa saya dipanggil ke sini?" tanya Evan dengan ragu. 
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

Tiba-tiba datang

Gue cuma nggak mau lo nanti memperlakukan semua cewek dengan sama rata. Karena pada dasarnya lo harus memilih mana yang akan menjadi prioritas utama.--Emil-- *** Hari sudah gelap. Si raja malam sudah bertengger di atas sana. Ditemani dengan ribuan pengawalnya yang selalu memperlihatkan cahaya indahnya masing-masing. Evan duduk di depan jendela, masih dengan earphone yang sejak tadi menyumpal indera pendengarannya. Tidak seperti biasanya, kali ini earphone itu mengeluarkan bunyi, berkat kabel yang tersambung pada ponselnya.Matanya terus menatap langit. Pikirannya lebih berisik daripada lagu yang sedang ia dengarkan. Pandangannya kosong, menatap jauh ke arah langit.Tak berselang lama, Evan bangkit dari duduknya dan menyambar jaket yang tersampir di belakang pintu kamar dan sebelah tangannya menyambar kunci motor yang tergeletak di atas nakas.Evan keluar kam
last updateLast Updated : 2021-09-17
Read more

Minggu yang indah

Lucu ya, kita menunggu kereta di peron yang sama. Padahal kereta tujuan kita berbeda. Sampai aku sadar, kalau tujuanku bukan lagi rumah untuk berpulang, melainkan kamu.–Revan Al-Shabab- *** "J-Jalan. Y-Yuk.""Hah?" Eca tersentak dan langsung membalikkan badannya.Sinting nih orang!Datang tiba-tiba dan sekarang mengajaknya jalan. Namun, kesempatan tidak akan datang dua kali.Eca menghela napasnya berat. "Eca mandi dulu ya, tunggu di dalam aja."Evan mengangguk, seulas senyum tipis tercetak di wajah mulusnya. Meski tidak pernah perawatan di salon, wajah Evan memang mulus tanpa jerawat. Ini mungkin efek dari hidupnya yang terbilang sehat. Cowok itu mengangguk."Gue tunggu di sini aja," ucapnya saat mereka baru menginjakkan kaki di teras rumah Eca.Gadis itu kembali masuk ke dalam rumah. Dia tidak langsung ke kamar, melainkan berjalan ke dapur. "B
last updateLast Updated : 2021-09-21
Read more

Perkara kereta dan kota tua

Satu hal yang tidak pernah bisa didefinisikan adalah cinta. Ketika rasaku dan rasamu yang tidak sama, apa bisa cinta tetap ada?–Revan– *** Di dalam sini sangat padat dan pengap. Eca hampir tidak bisa bernapas. Untuk bergerak saja rasanya sulit sekali. Begitu juga tempat duduk, semuanya sudah terisi. Kini dia hanya bisa berdiri di samping Evan, sementara Evan berdiri dekat dengan pintu kereta. Tangannya tidak sampai untuk berpegangan ke atas.Sesekali Evan meliriknya. Perasaannya tiba-tiba mendadak menyesal karena telah mengajak Eca naik kereta. Sesekali kereta bergoyang, membuat Eca tidak bisa menyeimbangkan dirinya. Untung saja Evan ada di sampingnya, hal ini sangat membantu Eca, agar dirinya tidak tersungkur.Sekali lagi kereta itu bergoyang, membuat tubuh Eca harus terdorong oleh beberapa orang di belakangnya. Evan melihat itu. Cowok itu langsung menarik Eca, menukar posisinya.
last updateLast Updated : 2021-09-23
Read more

Dimulai dari sebuah kebohongan

Eca yakin, kalau nggak ada cinta tanpa balasan. Eca hanya perlu menunggu sampai kereta Eca datang dan berhenti pada tempat perhentian terakhir.–Aresha– **** Selesai makan dua remaja itu kembali berjalan memasuki halaman gedung yang menjadi objek wisata itu. Bangunan yang di dalamnya terdapat banyak sejarah.Matahari sudah tidak terlalu terik seperti tadi siang. Karena sekarang sudah hampir jam 15:00 sore. Semilir angin menemani kedua remaja itu sore ini."Evan, bisa naik sepeda?" tanya Eca sambil menunjukkan beberapa sepeda yang khusus disewakan untuk pengunjung."Bisa.""Eca mau naik sepeda aja. Eca gak suka masuk ke museum, seram."Evan tercengang. Bisa-bisanya dia bilang museum seram. Padahal Evan lebih suka menjelajahi isi museum, karena menurutnya itu sangat menyenangkan, apalagi museum seni rupa. Dia memang sangat suka pelajaran seni rupa.Evan mengangguk.
last updateLast Updated : 2021-09-24
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status