Home / Romansa / Secret Twin Baby / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Secret Twin Baby: Chapter 1 - Chapter 10

35 Chapters

Prolog: Mama, Bagaimana Bayi Bisa Lahir?

Singapura Nadhima berbaring bersama kedua anaknya di atas tempat tidur. Entah ada apa si kembar ingin ditemani sampai tertidur. Hal yang tak biasa sebab biasanya Apollo dan Artemis, putra dan putri kembarnya itu selalu tidur sendiri. "Mama," panggil Artemis yang sedang telentang menatap langit-langit gelap kamar yang ditempeli bintang tiruan. Cahaya-cahaya samar dari bintang tersebut membuat kamar anak tak terlalu gelap. "Kenapa, Sayang?" Nadhima bergeser menghadap putri kecilnya yang baru berumur tujuh tahun. Tangan wanita muda itu terulur sampai menyentuh sang putra yang berbaring di sisi lain anak perempuannya. Mata bulat Artemis bergeser dari bintang-bintang tiruan ke ibunya. "Bagaimana bayi bisa lahir ke dunia ini?" "Apa?" Nadhima tidak siap dengan pertanyaan itu. Orang tua mana yang sanggup menjelaskan proses tak senonoh tersebut ke anak tujuh tahun. "Ck, kenapa kau selalu menanyakan hal yang tidak penting." Apol
Read more

1. Cinta Untuk Putri Konglomerat dan Kebencian Untuk Anak Haram

Jakarta, Indonesia 7 tahun lalu... "Liat matanya, Van! Dia melototin elo tuh." Satu tamparan di pipi membuat kepala Nadhima terlontar ke samping. "Masih berani elo natap gue, pel*c*r!" Gadis itu, Vanilla berdiri sambil bersedekap. Di depannya Nadhima duduk bersimpuh. Rambutnya acak-acakkan, seragamnya kotor dan terkoyak di beberapa bagian. Kaki-kaki dan tangannya lemah, kepalanya menunduk bekas menerima tamparan. "Dia emang sama kayak mamanya," ucap Geya jijik. Disepaknya punggung Nadhima hingga gadis itu tersungkur. Ketiga gadis lain tertawa. "Geya, kaki lo kena najis. Harus lo bersihin tuh," sindir Yami dengan tawa mengikik. Nadhima berusaha duduk kembali. Rambut panjangnya riap ke depan. Samar-samar setitik bulir menetes mencapai dagu. "Lo bener. Sekarang sepatu gue jadi kotor." Geya pun mengelap telapak sepatunya ke punggung Nadhima. Mereka berempat tertawa kembali. "Ya ampun, Nadhima, lo c
Read more

2. Ibu yang Tidak Menginginkanmu

Satu demi satu goresan tinta memperjelas sebuah sketsa gambar. Nadhima duduk menangkup dagu di kursi meja belajarnya. Sejak dibawa ke rumah sakit universitas-nya tadi Nadhima sudah mendapat beberapa perawatan. Ia sempat pingsan dan hanya samar-samar melihat orang yang datang menyelamatkannya. Saat terbangun luka-lukanya telah selesai diobati. Hanya ada perawat yang ia temukan. Namun yang tak disangka-sangka peristiwa yang ia alami menarik begitu banyak perhatian. Anak-anak yang menonton siaran langsungnya mengunggah kembali video tersebut. Kini video itu sudah menjadi konsumsi nasional. Semua orang dapat melihatnya dengan jelas. Entah ia harus bersyukur atau tidak Vanilla dan teman-temannya dicerca banyak orang, sebab sebagai bayarannya ia jadi dikenal luas publik. Dikenal sebagai anak pel*c*r yang di-bully temannya sendiri. Suara gedoran berkali-kali memenuhi seisi kamar. Sontak tangan Nadhima berhenti menggambar. "Nadhima, buka pintunya!" Lagi, ora
Read more

3. Harapan Untuk Hidup Baru

"Kamu boleh pergi," ucap Renata, ibu Vanilla, pada pelayan yang membawakan teh. Gadis itu menunduk hormat lalu pergi meninggalkan mereka. "Ini rumah pribadi saya, jadi kamu bisa tenang." Dengan satu gerakan tenang wanita itu mengangkat cangkir teh. "Ayo, diminum. Gak saya taruh racun kok." Nadhima meminum tehnya setelah melihat Renata melakukan hal serupa. Setelah membalas pesan dari Renata tadi wanita itu langsung mengirim orang untuk menjemputnya. "Kamu pasti sudah bisa menebak apa yang mau saya bicarakan," ucap Renata setelah meletakkan cangkir teh. "Perihal masalah saya dengan putri Anda sepertinya." Nadhima mengedikkan bahu sambil melengos. "Baguslah kalau kamu tahu. Jadi saya gak perlu berlama-lama." Renata menarik sebuah map dari samping tubuhnya dan melemparkan benda tersebut ke atas meja. "Buka," perintahnya. Nadhima melirik wanita itu sekilas. Nadhima datang kemari dengan memberanikan diri. Dia siap jika harus dicaci-maki atau dilemp
Read more

4. Putri Tidur Berleher Indah

London, Inggris Kiram tersenyum melihat seorang wanita yang ia pesan telah tiba. Sepertinya wanita itu mengalami perjalanan yang kurang mulus. Rambut dan pakaiannya basah karena hujan yang turun di luar. Wanita itu jelas bukan untuknya. Kiram lebih memilih wanita Eropa pirang dibanding si cantik berambut gelap yang sedang berdiri di meja resepsionis. Saat langkahnya semakin dekat dengan wanita itu senyumnya semakin mengembang. Wanita itu benar-benar tipe temannya. Tubuh tidak terlalu tinggi juga tak pendek. Namun berlekuk di beberapa bagian yang pas. Kulitnya putih gading. Wajah oval dengan garis yang halus. Bibirnya tipis dengan warna merah gelap. Hidungnya mungil dan meruncing. Mata sehitam malam yang berkilat-kilat, tampak hidup dan tajam menantang. Serta surainya yang tak kalah hitam, jatuh lurus hingga ke pinggang. Wanita dengan perpaduan hitam dan putih, kekuatan dan kelembutan. Namun yang paling membuat si wanita sempurna untuk
Read more

5. Dia Bukan Wanita Bayaran

London, Inggris "Akh, kenapa ini?" Nadhima bangun dengan kepala seperti akan pecah. Tubuhnya berat dan bergoyang-goyang ingin tumbang. Matanya terbuka sedikit dan melihat sekeliling. Perlahan ia ingat semalam menginap di sebuah kamar yang bagus. Pandangan Nadhima turun dan ia terkaget. "Ini..." Selimut yang ia kenakan telah jatuh hingga ke pinggang, mempertontonkan bagian depan tubuhnya yang tak menggunakan apa-apa. Mendadak Nadhima diserang rasa takut. Dia tak ingat melepas pakaiannya. Atau mengapa tubuhnya dipenuhi bekas merah yang aneh. Dengan sisa tenaga yang masih dipunya Nadhima turun dari ranjang. Ia seketika kaku melihat tubuhnya di cermin. Sebuah pemikiran buruk terlintas di kepalanya. Enggak mungkin. Lekas ia mencari kopernya dan memakai pakaiannya. Di tengah aksinya mengenakan baju Nadhima mendengar suara air dari kamar mandi. "Orang itu masih di sini." Matanya membelalak. Secepat kilat Nadhima menarik bara
Read more

6. Kehancuran dan Harapan

Singapura Dua bulan kemudian... Setelah terbangun di atas ranjang bersama pria asing, satu-satunya tujuan Nadhima saat itu adalah bandara. Ia langsung meninggalkan tempat terkutuk itu. Sungguh lucu. Nadhima datang ke London untuk bersenang-senang dan melupakan semua masalah yang ia hadapi di Indonesia. Namun apa yang ia dapat di sana? Seharusnya ia tak mengabaikan sedikit keanehan yang ia rasakan. Seharusnya ia langsung pergi begitu resepsionis hotel itu mengatakan tak ada lagi kamar yang tersisa. Hanya karena takut tidur di jalanan dan terlena dengan kamar yang mewah Nadhima mengabaikan segalanya. Nadhima memang belum pernah berpacaran sebelum ini. Namun ia tahu apa yang terjadi di antara pria dan wanita dewasa. Tak satu dua kali ibunya membawa laki-laki asing ke rumah mereka. Tak jarang pula kedua insan di kamar ibunya tak mempedulikan sekitar. Desahan dan teriakan terdengar di seisi rumah. Nadhima benci sekali mendengarnya
Read more

7. Si Kembar

“Kedua janin Anda sehat. Semua organnya tumbuh dengan baik.” Nadhima mengangguk mendengar penjelasan sang dokter mengenai struktur kepala, otak, wajah, dan juga kondisi jantung dan diafragma bayi-bayinya. Benar, bayi-bayi. Saat pertama kali mengetahui diirinya hamil usia kehamilan Nadhima sudah memasuki sepuluh minggu. Saat itu juga Nadhima melakukan USG dan melihat dua titik kecil yang sekarang sudah bertumbuh menyerupai bayi yang sempurna. Nadhima mendengarkan lagi saat sang dokter mulai menjelaskan kondisi ginjal, kandung kemih, serta struktur tulang-tulang bayi-bayinya. “Berat keduanya juga normal. Sekitar 350 gram untuk masing-masing bayi. Jumlah air ketuban Anda juga normal. Namun posisi plasenta Anda menghalangi jalan lahir. Kita akan tunggu perkembangannya di trimester ketiga nanti. Biasanya kondisi ini akan normal dengan sendirinya.” Dokter Lilian tersenyum. “Sekarang kita lihat jenis kelaminnya.” Inilah yang Nadhima tunggu-tunggu. Sejak bulan keempat ia sud
Read more

8. Kembalinya Sang Pewaris Tahta

Jakarta, Indonesia Tujuh tahun kemudian... “Kak, boleh ya? Di pemakaman Om Deni aku gak bisa ketemu sama Kak Diras. Dia sibuk banget. Boleh ikut, ya? Please, kalau enggak gimana aku bisa deketin dia coba.” Vanilla mengikuti Valentino, kakak laki-lakinya, ke mana pun laki-laki itu pergi. Valentino yang berdiri di depan lemarinya menoleh pada sang adik. “Kamu masih juga suka sama dia?” “Iya. Masih suka banget,” jawab Vanilla bersemangat. “Dia kan udah pergi selama tujuh tahun, masa belum move on juga?” tanyanya sekali lagi, memastikan. Vanilla mencebikkan bibirnya dengan imut. “Emangnya siapa cowok yang bisa gantiin Kak Diras? Gak ada cowok yang seganteng dan sekeren Kak Diras.” Valentino tertawa lalu mengacak rambut adiknya. “Iya, dan gak ada yang sekaya dia juga ya.” “Ihhh, aku gak peduli dia kaya atau enggak. Pokoknya aku mau Kak Diras!” Vanilla memang segigih itu kal
Read more

9. Pusingnya Menghadapi Si Kembar Genius

Singapura Nadhima bangkit dengan berhati-hati agar anak-anaknya tidak terbangun. Artemis dan Apollo memang suka bertanya yang tidak-tidak. “Dari mana bayi berasal?” Nadhima tersenyum geli, lalu berganti raut murung. Ingatan itu tak seharusnya dimunculkan lagi. Apalagi tentang malam itu. Nadhima menggeleng kemudian keluar dari kamar. Tenggat waktu komiknya tinggal satu hari lagi. Malam ini pun dia harus kembali lembur. “Ayo, semangat,” ucap Nadhima saat sudah duduk di depan drawing tab miliknya. *** “Ada apa, Sayang?” tanya Nadhima begitu melihat sang anak pulang dengan wajah merengut. Apollo bersedekap angkuh. Dagunya terangkat tinggi. “Mama, aku sudah tidak tahan lagi.” Nadhima meneguk ludahnya. Jangan-jangan ada yang mengejek Apollo anak haram seperti dirinya dulu. “Tidak tahan apa? Ayo, cerita sama Mama!” Nadhima menepuk sisi sofa di sampingnya dengan khawatir. Apollo duduk d
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status