4. Putri Tidur Berleher Indah

London, Inggris

Kiram tersenyum melihat seorang wanita yang ia pesan telah tiba. Sepertinya wanita itu mengalami perjalanan yang kurang mulus. Rambut dan pakaiannya basah karena hujan yang turun di luar.

Wanita itu jelas bukan untuknya. Kiram lebih memilih wanita Eropa pirang dibanding si cantik berambut gelap yang sedang berdiri di meja resepsionis.

Saat langkahnya semakin dekat dengan wanita itu senyumnya semakin mengembang. Wanita itu benar-benar tipe temannya. Tubuh tidak terlalu tinggi juga tak pendek. Namun berlekuk di beberapa bagian yang pas. Kulitnya putih gading. Wajah oval dengan garis yang halus. Bibirnya tipis dengan warna merah gelap. Hidungnya mungil dan meruncing. Mata sehitam malam yang berkilat-kilat, tampak hidup dan tajam menantang. Serta surainya yang tak kalah hitam, jatuh lurus hingga ke pinggang. Wanita dengan perpaduan hitam dan putih, kekuatan dan kelembutan.

Namun yang paling membuat si wanita sempurna untuk temannya adalah leher jenjang yang indah itu. Jika rambut hitam itu diikat tinggi, Kiram yakin temannya, Diras, akan semakin tergila-gila.

Saat berhasil berdiri di samping si wanita ia mendengarnya mendesah.

Sementara itu Nadhima tengah khawatir. Ini adalah hotel kelima yang ia datangi dan lagi-lagi sama. Semuanya penuh. Hotel yang dia pesan sebelum datang kemari mengalami masalah dan membatalkan pesanannya.

Jika tak juga mendapat tempat menginap masa ia harus tidur di jalanan malam ini. Ditambah dengan kondisinya yang kedinginan karena kehujanan.

Siapa sangka musim panas yang ia habiskan di Inggris dibuka dengan hujan lebat. Nadhima mendesah sekali lagi. Sampai kehadiran seorang pria mengagetkannya.

"Ada apa ini, Albert?" tanya si pria pada sang resepsionis.

"Tidak ada, Sir. Hanya saja semua kamar telah penuh untuk wanita ini."

"Kita masih punya satu untuk wanita ini, Albert," jawab pria itu sambil tersenyum. Dia menghadap pada Nadhima. "Maaf atas ketidaknyamanannya, Miss. Dia tidak tahu."

Nadhima hanya mengangguk. Merasa heran kenapa pria ini lebih tahu ada kamar kosong atau tidak dibanding si resepsionis.

Jika ada yang aneh Nadhima akan pergi saja. Sejak perjalanannya dimulai Nadhima sadar dia tak tahu banyak hal tentang dunia ini. Ia hanya gadis rumahan yang nekat pergi jauh. Dia harus waspada kalau tak ingin tertipu.

"Berikan kuncinya pada wanita ini, Albert, dan antar dia ke kamarnya. Kita harus melayani tamu dengan baik. Aku tak akan senang jika tamu-tamu kita merasa tak nyaman." Pria itu menoleh lagi padanya. "Kalau begitu permisi dulu, Miss. Saya tak akan mengganggu Anda lagi. Semoga malam Anda menyenangkan."

Nadhima hanya tercenung melihat pria itu benar-benar pergi meninggalkannya. Jika si pria nekat untuk mengantarnya ke kamar ia pasti akan segera menolak dan pergi dari sini.

Si resepsionis mengantarkan sendiri Nadhima ke kamarnya. "Ini kamar Anda, Miss," ucapnya ketika pintu dibuka. Nadhima seketika takjub. Meski hanya dilihat sekilas ia memperkirakan kamar ini pasti sangat eksklusif.

Apa ia harus menghabiskan uangnya untuk kamar seperti ini? Apa salahnya. Ia hidup hanya sekali. Lagi pula tinggal ini yang tersisa. Jika ia pergi dan mencari hotel lain belum tentu masih ada kamar kosong. Dan bisa saja kamar ini sudah diambil orang lain saat ia kembali ke sini.

Dengan kikuk Nadhima memberi tip pada si resepsionis. Ia melihatnya di film-film seperti itu. Walau tidak tahu tindakannya benar atau tidak.

Pria itu menerima dengan senang hati uang yang ia berikan. "Terima kasih, Miss," ucapnya lalu pergi setelah menunduk sopan.

Nadhima masuk ke dalam sambil menggeret kopernya. Ia tercengang melihat fasilitas dan interior ruangan ini yang menakjubkan. Ini adalah tempat tidurnya yang paling mewah selama sembilan belas tahun dia hidup.

Nadhima tersenyum senang dan memutuskan untuk menikmati saja semua ini.

Disimpannya kopernya kemudian berganti pakaian dengan baju tidur yang nyaman. Lalu dengan bersemangat Nadhima menjatuhkan diri ke atas kasur.

Nadhima tertawa. "Empuk banget." Dia menggerakkan kaki dan tangannya seolah sedang membuat malaikat salju.

Nadhima duduk di atas kasur setelah beberapa saat dan melihat sebuah botol kaca dengan dua buah gelas di sebuah meja.

Dia dekati benda tersebut dan duduk di sebuah kursi. Diambilnya botol tersebut dan membaca sebuah merek asing.

"Apa ini sejenis wine, wiski?" Dia berpikir. "Yah, intinya ini minuman orang kaya." Nadhima tersenyum dan mengambil gelas. Ia sudah lupa untuk waspada. Yang ia inginkan sekarang hanya menikmati semua yang bisa ia dapatkan.

***

Diras mengumpat marah saat melihat seorang wanita bergelung di bawah selimutnya.

"Temen kampret." Diras mengurut kepalanya yang mendadak pening. Sejak tahu ia akan kemari Kiram terus saja berkata akan memberikan sesuatu yang istimewa untuknya.

Diras membuka ponselnya dan menemukan pesan dari Kiram.

Selamat melepas perjaka, bro.

Diras mengumpat lagi dan mencoba menghubungi temannya.

Diras sudah berkali-kali menolak ajakan teman-temannya untuk menyewa wanita sekadar untuk bersenang-senang. Bukannya dia orang suci atau bagaimana, hanya saja Diras benci membayangkan menghabiskan malam dengan wanita asing yang sudah ratusan kali berbagi cinta dengan banyak pria.

Nomor Kiram tak bisa dihubungi. Diras yakin temannya itu sedang tertawa puas di suatu tempat.

"Sekarang apa yang harus gue lakuin ke cewek ini?" Dia bersedekap lalu menjatuhkan diri ke salah satu kursi. Dilihatnya segelas scotch bekas wanita itu. Tangan Diras bergerak menuang skotch ke gelas lain dan meminumnya.

Diras menatap tajam pada gundukan manusia di balik selimut. Dia mendekat dan melihat wajah yang tertutup tirai rambut itu lebih jelas. Disibaknya rambut tersebut dan lagi-lagi mengumpat. Kiram jelas tahu sekali wanita idamannya. Apalagi...

"Sh*t..." Lehernya indah sekali.

Wanita itu bergerak dan membuat selimut agak tersingkap dari tubuhnya. Rahang Diras mengetat mengetahui sang wanita penggoda hanya mengenakan gaun tidur tipis.

"Gue harus ngusir cewek ini. Kalau enggak..."

Diras terdiam memikirkan apa yang ingin ia lakukan dengan wanita ini. Ini tak seperti dirinya. Diras jelas menyukai wanita dan masih sangat normal. Namun pengendalian dirinya sangat bagus. Atau setidaknya selama ini sangat bagus.

Sebelum berubah pikiran Diras menyenggol bahu wanita itu menyuruhnya bangun. Namun hal itu ternyata pilihan yang salah.

"Si*l*n. Lembut banget."

Diras berjalan berputar-putar di samping tempat tidur. Siapa sangka membangunkan wanita yang tertidur ternyata sesulit ini.

Mendadak Diras mendengar sebuah suara. Dia menegakkan tubuh dan melihat si wanita mengigau. "Aku kan gak salah apa-apa..."

"Bahkan cewek ini orang Indonesia." Diras berjongkok di samping tempat tidur. Wajahnya tepat berhadapan dengan wajah wanita itu. Setitik air mata jatuh. Sebuah isak terdengar.

"Ini cara lo buat godain cowok?" Diras mengernyit. "Muka lo jelek banget tahu."

Diras sudah sering melihat para wanita menangis saat ia tak menanggapi perhatian mereka. Gadis-gadis itu menangis dengan sangat cantik. Mata mereka jernih dan berkilau-kilau. Mereka menyeka air mata dengan anggun. Namun wanita di hadapannya tidak begitu. Wajahnya benar-benar jelek. Bahkan ia menyedot ingus dalam tidurnya.

Tanpa sadar Diras tersenyum. "Lo gak akan dapat mangsa kalau nangis sambil ingusan gitu." Diras menoyor pelan dahi wanita itu. "Hei, bangun, Putri Tidur."

Mata si wanita sayup-sayup terbuka. "Kamu siapa?" tanyanya setengah sadar dengan hampir terpejam.

"Seharusnya saya yang---" Kata-kata Diras terhenti saat tangan si wanita menyentuh pipinya.

Diras menggeram menahan sesuatu. "Lo benar-benar penggoda ya." Kepala Diras mendekat sementara wanita di hadapannya hanya diam menunggunya datang.

***

Udah, sampe situ aja. Kalau dilanjutkan bahaya 🤣

Sincerely,

Dark Peppermint