Home / Pernikahan / Pengkhianatan Suamiku / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Pengkhianatan Suamiku: Chapter 1 - Chapter 10

45 Chapters

Mas Ardi?

  Selama membaca:)   ***   Dengan malas, kutarik selimut yang membungkus tubuhku dan Mas Ardi, laki-laki yang telah menikahiku selama hampir 2 tahun ini.   Setelah pergulatan semalam, aku merasakan pegal-pegal disekujur tubuh. Sejujurnya tidak ikhlas bila harus melepaskan tangan kekar yang melingkar di pinggangku saat ini.    Selain udara pagi ini cukup dingin, aku juga merindukan sosok suamiku yang sudah hampir 2 bulan ini tidak pulang. Dia terpaksa harus pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan dan meninggalkanku seorang diri di rumah.    Awalnya dia memang mengajakku untuk pergi, hanya saja aku langsung menolak, karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan.   "Sayang, mau ke mana?" tanya Mas Ardi dengan suara serak khas bangun tidur. Aku menoleh dan membelai wajahnya yang terlihat begitu tampan.   "Aku harus bersih-b
Read more

Wangi Parfum

Sudah hampir sore. Tapi, belum ada tanda-tanda kalo Mas Ardi akan segera pulang ke rumah. Sebisa mungkin aku berusaha mengalihkan perhatian dengan cara menonton televisi atau bahkan membaca buku. Namun, itu sama sekali tidak membantu.  Sebenarnya ke mana Mas Ardi pergi. Apa aku terlalu memikirkannya sampai merasa takut seperti ini. Sambil sesekali menarik napas berat, aku terus mondar-mandir di ruang makan. Hingga, tatapanku jatuh pada piring bekas makan Mas Ardi yang belum sempat aku bereskan. "Mbak!" panggilnya dengan suara nyaring.  "Ada apa, Sandi dan kapan kamu datang?" jawabku dari arah dapur. Perlahan, suara langkah terdengar semakin mendekat. Sandi menghampiriku dengan membawa sebuah plastik berwarna hitam.  "Ini ada bakso, buat Mbak Rena. Barusan, apa Mbak tidak mendengarnya?" Sandi segera menyimpan plastik tersebut di atas meja. Seketika aroma bakso langs
Read more

Isi Mobil Suamiku

Tanpa menoleh sedikitpun, aku langsung bergegas masuk ke mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Rasanya hatiku benar-benar hancur jika membayangkan kejadian beberapa menit yang lalu. Aku bahkan seakan-akan tidak mengenal dirinya. Walaupun perselingkuhannya belum terbukti dengan pasti. Tapi, aku yakin, kalo dia benar-benar bermain di belakangku, karena firasat seorang istri tidak pernah salah. Sebisa mungkin, aku harus membuktikan semuanya. Aku tidak ingin, jika harus hidup dalam sebuah kebohongan.  Sontak, aku segera menghentikan laju kendaraan saat secara tidak sengaja menyenggol ponsel hingga terjatuh. Dalam keadaan sedikit gelap, kuambil ponsel yang berada tidak jauh dari kakiku berpijak. Namun, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah benda yang tergeletak dekat kursi penumpang. Segera kuambil benda tersebut dan menatapnya dengan lekat. Seketika hatiku kembali memanas, bagaimana bi
Read more

Foto Wanita

Tepat saat aku akan mengirimkan foto itu pada ponselku, Mas Ardi menggeliat. Membuatku secara spontan langsung menyimpan ponsel ke samping tubuhnya. Dengan mata yang sedikit terbuka, dia mengambil ponsel miliknya dan menyimpannya ke atas meja. Aku berharap, semoga perbuatan barusan tidak diketahui olehnya.  Setelah memastikan dia kembali tertidur, aku beranjak dari ranjang dan segera bergegas keluar kamar. Hari ini benar-benar berat bagiku.  Saat di sini aku merindukan dan menunggunya selama hampir dua bulan lamanya. Dia malah datang dan membalas semuanya dengan rasa sakit yang begitu menyesakan. Mas Ardi, perlahan Tuhan mulai membuka kedokmu yang sebenarnya. Satu demi satu perbuatan busukmu mulai aku ketahui. Tunggulah Sayang, suatu saat kau akan mendapatkan balasan yang setimpal.  Sambil menikmati kopi hitam yang ada di hadapanku saat ini, aku mulai memikirkan wa
Read more

Kecurigaan

Hampir sepanjang perjalanan aku memikirkan hal tersebut, sambil sesekali melirik Icha yang sedang sibuk dengan ponselnya. Bahkan, sesekali dia bercanda gurau dengan Mas Ardi, membuatku semakin curiga saja.  Apa benar, jika Icha adalah wanita selingkuhan Mas Ardi. Tapi, jika hal itu sampai terjadi, sungguh dia wanita tidak tahu diri.  Selama ini, aku sudah cukup baik padanya. Bahkan, sering sekali aku menghiburnya yang sedang sedih karena harus berjauhan dengan suaminya atau membantunya yang sedang kerepotan mengurus anaknya yang masih kecil.  Kupijit pelipisan yang rasanya sangat sakit, banyak sekali kemungkinan diantara mereka berdua. Sepertinya aku harus cepat-cepat membuktikan semuanya.  "Kenapa, Sayang?" tanya Mas Ardi dengan cepat. Tangannya sengaja menyentuh pundakku yang hanya berbalut jas berwarna hitam. Aku menggeleng pelan, kemudian tersenyum ke arah
Read more

Ceroboh

[Mbak, barusan saya melihat mobil pak Ardi sudah keluar komplek.] Aku langsung tersenyum kecut dan kembali memasukan ponsel ke dalam tas. Mas Ardi sudah benar-benar gila sepertinya.  Hatiku sangat panas, rasanya sangat sulit untuk mengendalikan emosi. Jika saja Mas Ardi dan selingkuhannya ada tepat di depan mataku kali ini, habis mereka.  Bahkan, karena saking kesalnya, aku sampai tidak sadar jika roti yang ada dalam genggamanku sudah hancur bersamaan dengan bungkusnya yang sudah tidak karuan. "Mbak, kenapa?" tanya Sandi tiba-tiba membuatku sedikit terlonjak. Aku yang baru sadar dengan perbuatan barusan, segera memasukan roti ke dalam kantong plastik dan menatapnya dengan sedikit ragu. "Ti-tidak!" "Baiklah," jawab Sandi singkat, pandangannya tetap berfokus pada jalanan. Setidaknya aku bersyukur, Sandi tidak
Read more

Pulang Malam

Segera kurebut ponsel dari tangan Sandi dan menyimpannya ke atas meja. "Sudah, itu bukan hal penting," ucapku sebelum akhirnya berlalu dari hadapanku. Rasanya tenggorokanku sangat kering setelah melihat foto tadi. Dengan cekatan, tanganku segera menuangkan segelas air putih dan menenguknya sampai habis.  Tiba-tiba aku kembali terpikir dengan ucapan satpam komplek, dugaanku Mas Ardi sering sekali pulang ke rumah. Tapi, kenapa aku baru menyadarinya sekarang Sungguh, kau sangat bodoh, Rena! Dengan tergesa-gesa, aku berlari menuju kamar utama, di mana aku dan Mas Ardi tidur. Segera kuperiksa berbagai sudut, berharap dapat menemukan sesuatu. Tapi, nihil aku tidak menemukan apapun. "Sandi, kapan temanmu bisa memang CCTV di rumah Mbak?" tanyaku dari tangga dengan nada dingin dan tangan terlipat di dada.  Sandi tidak menjawab ucapanku, dia malah langsung me
Read more

Sebuah Duri

"Ponsel kamu kenapa?" tanya Mas Ardi dari ujung pintu kamar mandi, saat melihat ponselku yang retak tergelak di atas meja.  Kulihat Mas Ardi mendekat, dia meraih ponsel milikku dan menyalakannya. Alisnya sedikit terangkat, sebelum akhirnya menatapku lekat. "Kapan kamu berganti lockscreen, Sayang?" Aku terdiam sejenak, lalu baru teringat jika aku telah menggantinya kemarin. Lagipula, untuk apa terus memasang fotonya, itu hanya akan menambah rasa sakitku saja. "Kemarin, Mas. Aku salah pencet, terus malah keganti gitu." Mas Ardi tidak menjawab ucapanku, dia malah asyik mengotak-atik ponsel milikku. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, padahal aku juga jarang sekali membuka ponselnya yang menyimpan banyak rahasia itu. Andai saja aku bersikap seperti itu, mungkin dia akan marah dan merebut ponselnya dengan kasar. Cih! Apaan sekali, bukannya itu sangat tidak a
Read more

Pertengkaran

Tidak ada yang lebih nikmat, selain meminum kopi di pagi hari ditemani rintik hujan yang membasahi bumi. Semesta sepertinya tahu perasaanku saat ini yang sedang dirundung rasa sakit yang tidak berujung.  Semenjak kejadian semalam, aku tidak tidak ingin sekali melihat Mas Ardi dan untungnya, dia tidak kembali ke kamar sejak terakhir kali pergi. Aku tidak tahu dia pergi ke mana, entah menemui jalang tersebut atau apa, aku tidak peduli. "Sayang, kenapa kamu tidak membangunkan Mas?" tanya Mas Ardi dari belakangku. Dari suaranya aku tahu, kalo dia baru bangun tidur. Kutarik napas kasar dan menghembuskannya secara perlahan saat secara tiba-tiba dia berjalan ke arahku dan duduk tepat didepanku.  "Mas, perlu banyak istirahat. Sepertinya kemarin malam sangat kelelahan," jawabku tanpa tarikan napas sekalipun. Sengaja aku memandang sembarang arah, cukup malas rasanya menatap mata yang suka sekali meli
Read more

Terbongkarnya Sebuah Pengkhianatan

Sesampainya di parkiran kantor, aku langsung dikejutkan oleh ponsel yang bergetar hebat. Sesaat kemudian, satu ujung bibirku tertarik ke atas saat melihat siapa penelpon tersebut.  Sambil mendengus, segera kumasukkan ponsel ke dalam tas dan kembali melangkah dengan anggun, menimbulkan suara yang cukup keras, saat sepatu heels dan lantai beton saling bertemu.  Baru saja hendak memasuki lift, lagi-lagi ponselku kembali berdering. Siapa lagi kalo bukan Mas Ardi, sepertinya dia ingin menanyakan kenapa wanita sialan itu tiba-tiba dipecat dari jabatannya. Ah, bukannya itu pantas dia dapatkan. Biarkan saja wanita itu turun jabatan, kalo bisa aku pecat saja sekalian. Tapi, sepertinya aku tidak akan melakukan hal tersebut secara tiba-tiba, kecuali jika dia melakukan hal gila. Tepat saat lift terbuka, kulihat Sandi sedang berdiri sambil menatapku dengan alis terangkat sebelah, seperti bingung melihat
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status