Home / Pernikahan / Pengkhianatan Suamiku / Chapter 41 - Chapter 45

All Chapters of Pengkhianatan Suamiku: Chapter 41 - Chapter 45

45 Chapters

Aku Tidak Mengerti

Kubuka resleting dompet yang sengaja aku simpan di pangkuan. Benar saja, benda persegi berwarna putih yang dari tadi aku cari ada di sana, berdampingan dengan beberapa benda lainnya. Sandi berdecak, dia menatap kesal ke arahku yang sedang tersenyum kecut.  "Makanya jangan panik dulu, tapi cari yang bener." "Iya, siap Pak boss," ucapku sambil memperagakan gerakan hormat.  Ingin rasanya kutempeleng kepalanya, saat mendengar Sandi tertawa terbahak-bahak. Walaupun yang dia katakan memang benar juga. Tapi, aku tetap saja kesal.  Kutatap Sandi sinis, tangan kanan meraih ponsel dengan cepat dan segera menghubungi nomor Bi Wati.  "Bi, bagaimana keadaan Andrew dan Andrea?" "Baik-baik saja, Bu. Barusan habis minum susu dan sekarang sedang bermain bersama bibi." Aku mengangguk pelan ketika mendengar ucapan Bi
Read more

Wanita Pilihan Sandi

Entah berapa lama, aku tidak menginjakkan kaki keluar rumah, kadang rasa bosan selalu mendera. Hanya saja, aku memang tidak bisa dengan leluasa pergi ke manapun. Sampai detik ini, ayah melarangku untuk keluar jauh dari rumah. Alasannya tetap sama, dia memang kadang mengijinkanku pergi, hanya saja ketika ada keperluan mendadak saja, itupun ayah lebih sering menyuruh orang. Ayah masih saja takut terjadi hal buruk padaku. Tidak terasa, baby Andrew dan Andrea sudah bisa merangkak. Perkembangan mereka begitu cepat, rasanya baru kemarin aku mendengar suara tangisan keduanya untuk yang pertama kalinya. "Wah, pinter banget anak, Ibu," ucapku kegirangan kala melihat Andrew dan Andrea merangkak, berlomba-lomba mengambil bola kecil yang sengaja aku simpan sedikit jauh di depan keduanya. "Wih, om bangga sama kalian," ucap Sandi tiba-tiba. Dia langsung meraih Andrew dan membawanya keluar kamar, tentu saja itu mem
Read more

Perkenalkan Pertama

"Mbak, ini gadis yang mau aku perkenalkan padamu."  Seketika aku langsung menoleh, tepat di hadapanku seorang gadis berbaju putih yang dipadukan dengan rok kotak-kotak berwarna hitam tengah berdiri. Kepala menunduk, tapi sekilas aku dapat melihat wajahnya begitu cantik dan imut jika dilihat secara langsung, jari tangannya saling bertautan satu sama lain. Baru saja aku akan berkata, tiba-tiba sebuah teriakan dari arah belakang mengagetkanku. "Mamah ... Kak Andlew jahat." Seorang anak berusia tiga tahun setengah berlari ke pangkuanku, tangannya mengusap sudut mata yang berair. "Kenapa, Sayang?" tanyaku sambil mengecup puncak kepalanya. "Kak Andlew, jahat! Dia rebut boneka beluang Lea," ucapnya disela-sela isak tangis. Pengucapannya yang masih sedikit cadel, membuatku semakin gemas. "Udah, jangan nangis. Malu tuh sama Tante yang ada di
Read more

Akhirnya Kami Bertemu

"Hai, Mbak. Apa kabar?" Sontak, aku langsung menurunkan gelas yang sedang aku pegang, kemudian menoleh ke sumber suara. Tepat di hadapanku, seorang laki-laki tengah berdiri sambil menyunggingkan senyuman.  Sejauh ini, tidak ada yang berubah darinya, hanya saja bulu-bulu halus yang biasa dia cukur rapih di area rahang, sepertinya kali ini dia biarkan tumbuh, membuatnya terlihat semakin dewasa. "Baik, Rehan. Apa kabarmu? Sudah lama tidak bertemu," ucapku setelah sosok laki-laki tersebut duduk di hadapanku. Setelah memikirkan ulang perkataan Sandi, akhirnya kuputuskan untuk bertemu dengan Rehan di sebuah kafe yang jaraknya memang cukup jauh dari tempat tinggalku yang sekarang. "Baik, juga." Tidak ada percakapan lain diantara kami, mungkin karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. "Mbak, kenapa kamu tiba-tiba menghilang begitu s
Read more

Pernikahan Kami (Bagian 2)

"Sah?!""Sah ...."Suara para saksi serta orang-orang yang hadir di pernikahanku turut menggema. Bersamaan dengan itu, setetes demi tetes air mana turun membasahi pipi, tak kusangka setelah perjalanan panjang yang aku lalui, akhirnya Rehan menjadi pemberhentian terakhirku kali ini.Aku berharap, Rehan memang orang terakhir di hidupku, menjagaku sampai maut yang memisahkan. Sekali lagi aku berharap, jika apa yang terjadi terakhir kali padaku, takkan pernah terjadi lagi. Cukup kali itu saja, aku merasakan sebuah pengkhianatan yang amat sangat melukai hati, batin serta mentalku."Sayang, ada apa?"Sebuah bisikan lembut di ujung telinga, mampu menyadarkan aku dari lamunan panjang. Sontak, aku menoleh, menatap kedua sorot mata Rehan yang tampak begitu indah.Detik berikutnya kedua sudut bibirku tertarik ke atas, membuat lengkungan atas matamu ikut tertarik membentuk sebuah bulan sabit.Perlahan aku menggeleng pelan, kemudian menggenggam tangan Rehan dengan lembut."Tidak apa-apa, Sayang. A
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status