Semua Bab Pernikahan Rahasia Suamiku: Bab 21 - Bab 30

137 Bab

BAB 21 - MEREKA SALING MENGENAL

“Mas Alfan, tadi Zahra menghubungiku. Menanyakan tentang Mas yang tidak mengabarinya sama sekali.”    “Biarkan saja,” sahut Alfan terlihat malas.    “Mas Alfan jangan begitu. Zahra juga istrimu. Kamu sudah berjanji untuk adil pada kami berdua.”   “Aku hanya membiarkan dia intropeksi diri akan kesalahannya.”   “Zahra sudah minta maaf, Mas.”    “Sudahlah, aku tidak mau membahasnya.” Alfan menghindari Bulan dengan berjalan menuju balkon kamar.    Bulan menghela napas pelan. Semenjak kapan Alfan menjadi keras kepala. Atau memang sebenarnya Alfan memang seperti ini?    Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Bulan memilih turun ke lantai bawah, mungkin di sana masih ada Mama Silvi yang biasanya akan duduk di ruang keluarga.    Tebakan Bulan tentu saja benar. Ada Mama Silvi dan Papa Andre
Baca selengkapnya

BAB 22 - PENYATUAN YANG TERTUNDA

“Sebenarnya ka—”   “Sebenarnya kami bersahabat sejak SMP dulu,” potong Bulan menghentikan ucapan Marvin.   Bulan menatap tajam ke arah Marvin yang malah menyeringai ke arahnya. Kemudian mengedipkan mata dengan menggoda.   “Wah, tidak menyangka. Ternyata Tuan Marvin ini sahabat istri saya,” ujar Alfan sembari ikut duduk di samping Marvin.   “Saya juga tidak menyangka ternyata istri yang menjadi buah bibir para pengusaha itu ternyata Bulan. Dia memang sangat cerdas,” cetus Marvin membuat Alfan mengerutkan kening.   “Ada apa memangnya?”   “Anda ini pura-pura tidak tahu atau bagaimana. Semua rekan bisnis kita memuji kecerdasan Nyonya Muda Herlambang. Maaf saya tidak bisa hadir di acara Anda.”    Akhirnya Bulan paham arah pembicaraan Marvin.    “Mas Alfan mau minum? Pekerjaanku belum selesai,” tawar Bulan yang la
Baca selengkapnya

BAB 23 - HAMIL

Bulan dan Alfan langsung bergegas menuju ke rumah Zahra setelah mendapatkan panggilan mendadak tersebut.   Adik ipar Alfan mengatakan bahwa Zahra jatuh tidak sadarkan diri di toilet.   Setelah sampai di sana, mereka langsung melarikan Zahra ke salah satu rumah sakit yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka.   Zahra langsung dibawa masuk ke dalam IGD dan mereka menunggu di ruang tunggu.   “Kok bisa Mbak Zahra tidak sadarkan diri di toilet?” tanya Alfan.   “Mbak Zahra sepertinya masuk angin, Mas. Beberapa hari mual-mual dan tidak mau makan,” sahut Zea—adik perempuan Zahra.   Di telinga Bulan maksud kata mual-mual terdengar lain.   Dia pasti hamil, batin Bulan dengan hati yang kembali patah.   Bulan mengepalkan tangan untuk menahan segala hal yang ingin dikatakan.   Tak berapa lama dokter keluar da
Baca selengkapnya

BAB 24 - DILEMA

Bulan memilih pergi dari area taman dan kembali masuk ke dalam rumah sakit ketika hawa dingin menyerang tubuhnya bahkan sampai membuatnya menggigil. Marvin sempat menawarkan jasnya untuk dikenakan Bulan, tapi wanita itu menolak dengan halus. Diketahui Bulan, Marvin berada di sana karena omanya mengalami gagal jantung dan sudah beberapa hari dirawat. Sebelum pergi, Bulan menyampaikan rasa terima kasih karena Marvin sedikit menghiburnya juga mengucapkan agar keluarganya cepat diberikan kesehatan. “Lain kali jika berkenan, kunjungi beliau. Mereka pasti senang melihatmu.” Begitu ucapan Marvin terakhir kalinya. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Seharusnya ia masih bergulung di bawah selimut yang hangat sambil bermimpi indah. Kakinya berjalan dengan pelan kembali ke ruang rawat Zahra. Tubuhnya seolah tidak memiliki tenaga untuk sekadar menopang dirinya. Semakin
Baca selengkapnya

BAB 25 - PENILAIAN ALFAN

Dua hari Alfan telah absen datang ke kantor. Tentunya perilaku itu membuat Maya—asisten sekaligus sekretaris kepercayaan Papa Andre melaporkannya kepada sang bos besar. Alfan juga tidak mengatakan apa pun kepada Bulan hingga saat Papa Andre menghubunginya dan bertanya, sudah pasti Bulan menjawab bahwa Alfan selalu berangkat kerja. Bulan pikir, Alfan hanya menemani Zahra setelah pulang kantor. Tidak tahunya ternyata lelaki itu mengabaikan pekerjaannya. Terakhir kali Alfan menghubunginya saat memberikan kabar bahwa Zahra sudah diperbolehkan pulang. Alfan juga mengatakan akan tinggal di sana sesuai kesepakatan awal. Tentu setelah mendengar penjelasan itu, ia tidak banyak bertanya lagi. Setelah dua hari lalu, Bulan begitu terlihat rapuh karena mendapati kenyataan yang membuatnya tertekan. Kini ia telah kembali berdiri tegak dengan kakinya sendiri. Senyumnya yang manis telah terlihat walau hanya sek
Baca selengkapnya

BAB 26 - SISI LAIN

“Selamat pagi, Den Alfan.” Alfan mengangguk dengan senyum hangat. “Bulan masih di kamar, Mbak?” “Iya, Den. Sepertinya Non Bulan belum bangun. Apa mau dibangunin?” “Tidak usah, biar aku saja yang ke kamar,” sahut Alfan setelahnya pergi menuju lantai dua. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Tidak biasanya Bulan masih di kamar. Biasanya pukul enam wanita itu akan turun dan duduk di taman ditemani kopi atau teh hangat sembari menghirup udara yang masih sejuk dengan tetesan embun yang masih basah. Perlahan Alfan membuka pintu kamar yang tidak terkunci. Langkah kakinya begitu pelan karena suasana dalam kamar tersebut benar-benar gelap tanpa cahaya lampu. Alfan berjalan ke arah pintu balkon dan membuka tirai yang menutupi kaca hingga sinar mentari bisa masuk dan menyinari kamar yang tad
Baca selengkapnya

BAB 27 - MULAI TERBIASA

“Jelaskan tentang ketidakhadiranmu ini, Alfan. Papa tahu kamu telah menjadi CEO sekaligus pewaris seluruh perusahaan Herlambang, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya seperti ini. Ini bisnis, bukan permainan, Alfan!” Papa Andre membentak Alfan dengan keras karena Alfan masih bungkam dan belum mengeluarkan sepatah kata. Walaupun Alfan telah mewarisi seluruh kekayaan milik keluarganya, tapi Papa Andre tentunya masih terlibat di dalam perusahaan untuk memantau kinerjanya. Papa Andre paham, bahkan sangat paham bahwa Alfan sudah mampu mengelolanya. Selama ini Alfan diminta bekerja di perusahaan mulai dari bawah itu agar dirinya banyak belajar dari hal yang paling ringan hingga sesuatu yang berat. Selama ini Alfan mampu melakukannya. Semakin tinggi jabatan yang dimiliki maka semakin besar pula tanggung jawabnya. Papa Andre harus mengingatkan jika Alfan mulai bertingkah, karena perusahaan bukan hanya menyangkut dia
Baca selengkapnya

BAB 28 - CEMBURU

Tiga hari dilewati Bulan tanpa kehadiran Alfan. Sunyi, sepi dan juga kosong. Perasan itu diam-diam dirasakan. Namun Bulan tetaplah Bulan, dia tidak akan mengatakan apa yang dirasakan begitu saja. Walaupun Alfan sering menghubunginya, tapi tidak melihat kehadirannya membuat rindu itu menyergap hatinya. Sore tadi sebelum pulang dari kantor, Alfan mengirimkan pesan bahwa ia masih akan menemani Zahra sampai akhir pekan. Lalu ia membalas seperti biasanya. Jawaban tidak apa-apa selalu masih tetap menjadi andalannya. Setelah makan malam, Bulan memutuskan untuk langsung istirahat. Dipandangi langit-langit kamar dengan sendu. Sekuat apa pun ia menutupi semuanya dengan kata baik-baik saja, nyatanya tidak dengan apa yang dirasakan. “Sampai kapan aku harus bertahan? Keadaan ini benar-benar menyiksa, Tuhan,” gumam Bulan seraya menghapus tetesan bening yang ada di sudut matanya.
Baca selengkapnya

BAB 29 - PENYATUAN

Brak!   Bulan terlonjak kaget mendengar pintu ruangannya terbuka dengan keras. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, ia masih harus memeriksa satu gaun lagi sebelum pulang.   “Mas Alfan.” Bulan melihat Alfan datang dengan wajah merah dan sorot mata yang penuh kemarahan.   “Jangan bermain-main dengan pernikahan ini, Bulan. Kamu itu istriku!” ucap Alfan dengan suara lantang.   Bulan yang tidak tahu maksudnya hanya menatap Alfan datar.   “Apa! Aku tidak tahu maksudmu, Mas Alfan. Kamu datang dan menuduhku macam-macam. Aku tidak mengerti, apa ini!” Bulan menggelengkan kepala dengan pelan.   “Jangan berpura-pura tidak tahu apa pun. Siapa lelaki itu?!”   Bulan bangkit dari kursinya dan mendekati Alfan. Berdiri berhadapan membuat Bulan dapat merasakan napas Alfan yang memburu.   “Duduklah dan minum lebih dulu. Bicara
Baca selengkapnya

BAB 30 - PENCAPAIAN BULAN

Malam pertama yang seharusnya dilakukanlah beberapa bulan yang lalu akhirnya terlaksana malam itu, di tempat yang terbatas namun begitu menggairahkan. Alfan melakukannya berulang kali sampai tubuh Bulan lemas tak bertenaga. Keduanya akhirnya terlelap dengan saling berpelukan di atas kasur yang seadanya. Malam itu menjadi saksi bisu bahwa dua orang yang berstatus sah telah menjadi satu. Pukul lima pagi, keduanya memutuskan pulang ke rumah untuk membersihkan diri. Ruangan Bulan yang awalnya rapi dan bersih kini terlihat berantakan dengan aroma bekas percintaan yang begitu kentara. Bulan sedikit meringis kala merasakan sedikit nyeri dan perih di area kewanitaannya. Tapi bukan berarti dia tidak bisa berjalan. Tidak ada yang berubah, hanya saja cara berjalan Bulan sedikit terlihat berbeda. Sepanjang jalan senyum Alfan terlihat begitu mengembang. Ada kebahagiaan yang tidak mampu diungkapkan. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status