Beranda / Romansa / Bulu Perindu / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab Bulu Perindu: Bab 91 - Bab 100

112 Bab

Salah Peluk

Adzan subuh berkumandang di langit Desa Air Tenang. Seruni melangkah ke ruang tamu hendak membangunkan David. Remang lampu teras yang menelusup di celah-celah kisi-kisi kusen pintu membuat wajah David masih bisa Seruni lihat dengan jelas. Lelaki itu meringkuk di sofa menahan dingin di dalam sarungnya. Lelahnya mungkin belum terbalas, tapi Seruni tetap harus membangunkannya.“Ud ... bangun, udah subuh,” bisik Seruni di telinga David dan mengguncangkan tubuh lelaki itu. David menggeliat, namun matanya masih tertutup.“Ud....”Seruni tak siap dan tak bisa menahan saat lengan David melingkar dan menarik pinggulnya. Gadis itu kini terduduk dalam dekapan David yang masih belum menemui kesadaran. Seruni terkesiap, lengan kiri David kini melingkar di perutnya. Sedang kepala lelaki itu bersandar pada paha kanannya. Ia lalu berusaha melepaskan diri, namun tenaganya tak sebanding.“Ud, lepasin! Tar Ibu tahu, lho,” bisik Seruni. Ia
Baca selengkapnya

Salah Langkah

“Kamu masih marah, Ni?”Kata-kata pertama dari bibir David setelah hampir satu jam mereka bersama. Sedang sejak subuh tadi Seruni belum sekali pun mengucapkan kata-kata pada kekasihnya itu. Padahal mereka sudah selesai berbelanja kebutuhan tahlilan nanti malam, dan kini sudah dalam perjalanan pulang. Air muka Seruni memang biasa saja, tapi ia banyak sekali diam.“Marah? Untuk apa?” Seruni bertanya balik.“Jadi, nggak marah? Kenapa diem aja?” tanya David lagi di balik kemudi mobilnya.“Kamu juga, kenapa diem aja? Kan kamu yang buat salah, masa aku yang ngajak ngobrol duluan?” seru Seruni. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan. Namun tawanya tak mampu lagi ia tahan.“Lah, dia malah ketawa,” protes David. Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tak mengerti apa yang sebenarnya direncanakan Seruni.“Santai aja, Ud. Namanya juga nggak sengaja. Walaupun kesel juga si
Baca selengkapnya

Pertanyaan Untuk Seruni

Seruni keluar dari kamar Laras menuju kamar David. Ia  melewati pemilik kamar sekaligus hatinya yang masih saja tak bergeming dari gawai di tangannya. Gadis itu paham lelaki pujaannya itu sadar akan kehadirannya, namun sama sekali tak menoleh. Hanya helaan napas yang mengiringi langkah Seruni memasuki kamar tempat seluruh memori David terekam. Jika benda-benda di sana bisa bicara, tentu akan mudah baginya merekontruksi seluruh masa lalu David yang ingin ia ketahui.Kata-kata Laras yang tadi meluncur mulus dari bibirnya masih ia simpan dalam benak. Sosok cantik itu begitu disayangi dan dirindukan di rumah ini pada awalnya. Namun berharap pada manusia hanya melahirkan kenyataan. Perempuan itu menyimpan dosa yang tak mudah untuk dimaklumi. Meski oleh sesama manusia.Sebuah bantal masih saja Seruni peluk. Malam kedua di kamar ini ia prediksi akan semakin sukar terlelap. Sorot lampu dari ruang tengah sudah padam. Pertanda David sudah mulai memasuki peraduannya. Menyisa
Baca selengkapnya

Bukan Tuah Bulu Perindu

“Hah? Apa mungkin, Ud?” tanya Seruni tak percaya.“Coba kamu ingat-ingat lagi. Sejak kapan kamu mencintaiku? Dua orang yang aku sebut tadi bisa jadi buktinya, Ni.” David kembali menyesap kopi yang hampir kandas, menyisakan ampas yang pahit. Sama pahit dengan air muka Seruni kini.“Tapi mereka akhirnya ninggalin kamu kan?” tanya Seruni. Hatinya mencoba mengingkari cintanya semata karena tuah sepasang helai rambut saling bertaut itu.“Betul, karena bulu perindu ini sempat hilang. Aku sendiri heran kenapa sekarang muncul lagi,” terang David.Memorinya ia paksa tarik ke belakang. Setelah ia coba kembalikan bulu perindu pada pemiliknya, benda itu tiba-tiba saja hilang. Padahal ia yakin sekali sudah menyimpan di tempat asalnya setelah Adelia menemukannya. Kini setelah Adelia dan Anjani pergi, benda itu muncul lagi. Ia merasa amat berdosa bila cinta Seruni juga karena tuahnya.“Aku nggak tahu kapan, Ud
Baca selengkapnya

Ada Musnah, Ada Muncul

“Jadi mau kamu apain benda itu?” tanya Seruni. Ia baru saja selesai membersihkan diri, ia masih mendapati David di tempat lelaki itu mengecup pipinya. “Ada ide?” David balik bertanya. “Buang aja, kalau yang punya nggak mau nerima lagi,” ucap Seruni. Ia ragu akan duduk lagi di sebelah David atau segera beranjak tidur. “Aku takut kembali lagi, benda ini sudah pernah hilang. Tapi tiba-tiba ada lagi di belakang hapeku,” keluh David. “Bakar aja, biasanya harus dimusnahin sih benda kaya gitu. Sekalian kita buktiin ada ngaruhnya nggak sama aku,” ujar Seruni percaya diri. Ia begitu yakin perasaannya pada David sama sekali tak terintervensi oleh benda dalam kertas putih itu. “Kalau kamu jadi berubah gimana?” tanya David ragu. Ia masih memegang kertas putih itu di antara ibu jari dan telunjuknya. “Berubah? Kamu takut?” tanya Seruni. David terdiam di tempatnya, ia pandangi bulu perindu dan gadis di ambang dapur itu bergantian. “Ud, musyrik, Ud!”
Baca selengkapnya

Tak Punya Muka

“Itu, dia chat, lho!” Seruni melerai sandarannya pada tubuh David.Gadis itu begitu antusias dengan isi dari pesan yang dikirimkan Anjani untuk kekasihnya. Netranya begitu fokus pada gawai David yang diusap pelan. Menemukan pesan dari Anjani dan David menyentuhnya.‘Wah, punya Kakak ini? Sukses, Kak! Ini di kampung?’David dan Seruni saling pandang. Lelaki itu tersenyum pada gadis di sampingnya. Seruni membalas senyumnya dan menyandarkan lagi tubuhnya di dada David. Lelaki itu dengan percaya diri membalas pesan dari mantan pacarnya itu. Baginya kini tak ada yang perlu di sembunyikan dari Seruni, seperti saat dia menyembunyikan Anjani dari Adelia.“Sayang, kayanya besok kita harus ke Kotamadya deh. Kepala Sekolahku dulu minta aku ke sana, mau ngobrolin kunjungan,” David sumringah, usahanya ini seperti menemukan titik terang.“Lho, tanaman kita belum banyak yang tumbuh, Ud. Nggak apa?” tanya Se
Baca selengkapnya

Perempuan Kedua

Sudah lebih dari satu bulan Wisata Edukasi Hidroponik beroperasi. David sudah mempekerjakan seorang admin untuk promosi sekaligus receptionis. Dua orang lelaki untuk mengurus kebun yang kini sudah meluas hingga ke halaman belakang rumah orang tuanya. Sedang Zul ia tugaskan sebagai manager, meski secara umum semua operasional kebun masih dalam kendali David dan Seruni.Selama sebulan ini juga David begitu aktif mengisi materi di sekolah-sekolah sekitar Kecamatan Dasamarga dan kecamatan tetangga dalam satu Kabupaten. Lalu di akhir pekan biasanya siswa-siswa akan berkunjung ke kebunnya. Dan di awal sampai tengah pekan adalah waktu yang bisa digunakan untuk beristirahat sekaligus promosi daring.“Mas, mengingatkan untuk rabu ini ada isi materi di SMP 19 ya?” ujar Shinta, admin David.“Mmm ... SMP 19 Trimarga?” tanya David meyakinkan.“Betul, Mas. Rencananya akhir pekan mereka yang berkunjung ke sini,” timpal Shinta.
Baca selengkapnya

Bertemu Anjani

Pukul tujuh tiga menit, suara pintu berderit dan tertutup. Anak kunci di putar dua kali, membuat penghuni kost wanita yang tengah beraktivitas di depan kamarnya menoleh. Beberapa tersenyum dan mengangguk. Beberapa lagi tampak kekurangan kepercayaan diri dengan melihat bayangannya sendiri di cermin dan gadis yang kini sudah duduk di sepeda motornya itu berulang kali.Suara klakson disusul tarikan gas sepeda motor seperti sebuah tombol yang menjalankan lagi waktu yang sempat terhenti beberapa detik. Biasanya dilanjutkan dengan obrolan ringan cenderung bergosip antar penghuni kost dua lantai ini. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja pabrik makanan ringan yang bekerja shift. Kehadiran gadis berkacamata itu di kost ini seperti sebuah panutan fashion bagi wanita-wanita yang kebanyakan berusia dua puluh sampai tiga puluh tahun itu.Anjani memasuki halaman sekolah disambut dengan senyum lebar satpam sekaligus penjaga sekolah yang membantunya menyeberangi jalan. Beberapa siswa
Baca selengkapnya

Bertemu Anjani II

“Memang kampung Kakak dekat-dekat sini ya?” Anjani masih saja menyunggingkan senyum. Menambah kecantikannya beberapa puluh persen. Lelaki yang dulu begitu ia harapkan itu masih belum hilang rasa terkejutnya.“Desa Air Tenang, Jani. Beda Kecamatan aja dengan di sini,” jawab David. Hatinya begitu gembira menyaksikan mantan anak bimbingan magangnya kini sudah menjadi pengajar. Lebih-lebih kecantikannya yang terasa tak pernah bosan dipandang mata.“Oh, jadi sebenarnya selama ini kita dekat, Kak,” ucap Anjani.Lelaki di sampingnya masih saja membuatnya nyaman meski belum banyak kata terucap dan tindakan dilakukan. Rentang waktu dua bulan sudah membuat David tampak begitu dewasa. Ia terlihat tenang, meski dari matanya terpantul banyak kegembiraan bertemu dengan gadis yang dulu ia cintai.“Ya Allah, kenapa hamba bertemu dengan Anjani di saat seperti ini lagi? Masya Allah, benar, dia bertambah cantik sekarang,” bati
Baca selengkapnya

Realistis

“Kamu benar-benar menarikku kembali, Jani. Andai kamu tahu betapa sulitnya mengabaikan perasaan ini untukmu,” gerutu David dalam hati. Sedang Anjani masih menyelami rekontruksi kemesraan mereka berdua dulu. Terlihat dari rona merah di pipinya yang tak juga mampu ia sembunyikan dengan kedua telapak tangan.Anjani kini jauh lebih tenang. Ia berubah menjadi seorang gadis yang tak segan menunjukkan perasaannya pada lawan jenis. Tak ada lagi terlalu mendalami isi hati. Pengalaman menyakitkan dengan David membuatnya menjadi kebal dan tak mudah untuk tumbang. Baginya kini mendapatkan cinta David adalah anugrah, jika tidak pun tak masalah.“Aku pikir bisa dapetin Kakak lagi waktu Kakak cerai dengan Kak Adelia.”Tiba-tiba Anjani seperti berganti mode. Ia tak lagi malu sambil menutupi wajah cantiknya. Kini ia tegas menatap David yang masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. David berharap salah mendengar kalimat yang begitu jelas maknanya. A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status