Pukul tujuh tiga menit, suara pintu berderit dan tertutup. Anak kunci di putar dua kali, membuat penghuni kost wanita yang tengah beraktivitas di depan kamarnya menoleh. Beberapa tersenyum dan mengangguk. Beberapa lagi tampak kekurangan kepercayaan diri dengan melihat bayangannya sendiri di cermin dan gadis yang kini sudah duduk di sepeda motornya itu berulang kali.
Suara klakson disusul tarikan gas sepeda motor seperti sebuah tombol yang menjalankan lagi waktu yang sempat terhenti beberapa detik. Biasanya dilanjutkan dengan obrolan ringan cenderung bergosip antar penghuni kost dua lantai ini. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja pabrik makanan ringan yang bekerja shift. Kehadiran gadis berkacamata itu di kost ini seperti sebuah panutan fashion bagi wanita-wanita yang kebanyakan berusia dua puluh sampai tiga puluh tahun itu.
Anjani memasuki halaman sekolah disambut dengan senyum lebar satpam sekaligus penjaga sekolah yang membantunya menyeberangi jalan. Beberapa siswa
“Memang kampung Kakak dekat-dekat sini ya?” Anjani masih saja menyunggingkan senyum. Menambah kecantikannya beberapa puluh persen. Lelaki yang dulu begitu ia harapkan itu masih belum hilang rasa terkejutnya.“Desa Air Tenang, Jani. Beda Kecamatan aja dengan di sini,” jawab David. Hatinya begitu gembira menyaksikan mantan anak bimbingan magangnya kini sudah menjadi pengajar. Lebih-lebih kecantikannya yang terasa tak pernah bosan dipandang mata.“Oh, jadi sebenarnya selama ini kita dekat, Kak,” ucap Anjani.Lelaki di sampingnya masih saja membuatnya nyaman meski belum banyak kata terucap dan tindakan dilakukan. Rentang waktu dua bulan sudah membuat David tampak begitu dewasa. Ia terlihat tenang, meski dari matanya terpantul banyak kegembiraan bertemu dengan gadis yang dulu ia cintai.“Ya Allah, kenapa hamba bertemu dengan Anjani di saat seperti ini lagi? Masya Allah, benar, dia bertambah cantik sekarang,” bati
“Kamu benar-benar menarikku kembali, Jani. Andai kamu tahu betapa sulitnya mengabaikan perasaan ini untukmu,” gerutu David dalam hati. Sedang Anjani masih menyelami rekontruksi kemesraan mereka berdua dulu. Terlihat dari rona merah di pipinya yang tak juga mampu ia sembunyikan dengan kedua telapak tangan.Anjani kini jauh lebih tenang. Ia berubah menjadi seorang gadis yang tak segan menunjukkan perasaannya pada lawan jenis. Tak ada lagi terlalu mendalami isi hati. Pengalaman menyakitkan dengan David membuatnya menjadi kebal dan tak mudah untuk tumbang. Baginya kini mendapatkan cinta David adalah anugrah, jika tidak pun tak masalah.“Aku pikir bisa dapetin Kakak lagi waktu Kakak cerai dengan Kak Adelia.”Tiba-tiba Anjani seperti berganti mode. Ia tak lagi malu sambil menutupi wajah cantiknya. Kini ia tegas menatap David yang masih tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. David berharap salah mendengar kalimat yang begitu jelas maknanya. A
Anjani turun setelah berpamitan dengan David. Sudah pukul dua belas lima puluh menit. Ia harus mengajar di pukul satu siang. Makan siang yang ia rancang rupanya jauh dari bayangan. Lelaki itu begitu teguh pendiriannya untuk menikah dengan perempuan bernama Seruni. Anjani, guru muda nan cantik ini harus menerima kekecewaan yang entah mengapa tak begitu terasa menyakitkan.Pak Heru sudah menunggunya di lobi sekolah. Wajahnya penuh tanya dengan sorot mata antusias. Pria 40 tahun itu tampak mencoba menebak hasil negosiasi dari air muka Anjani saat gadis itu melangkah mendekatinya.“Gimana, Bu Anjani? Sukses?” tanya Pak Heru. Anjani tak menjawab, ia memasang raut wajah kesal. Untung saja David yang ia temui, kalau orang lain mungkin saja ia merasa dijebak dan dikorbankan.“Hari minggu siswa boleh berkunjung, Pak,” jawab Anjani singkat. Ia melalui saja atasannya itu masuk menuju ruang guru untuk mempersiapkan kelas.“Bu! Tunggu! Ma
Minggu pagi, pukul tujuh tiga puluh lima menit. David duduk di muka Wisata Edukasi Hidroponik miliknya ditemani Seruni. Mulutnya baru saja mengunyah sepotong kudapan yang dibuat calon istrinya dari ubi kayu. Sedang secangkir kopi di sampingnya masih mengepulkan aroma yang menenangkan.“Anjani dan anak-anak didiknya jadi ke sini, Sayang?” tanya Seruni menyesapi teh melati di gelas porselen. David memandang wajah kekasihnya itu dengan lembut. Ada kekhawatiran di matanya yang coba gadis itu netralkan.“Aku nggak tahu Anjani atau bukan. Yang pasti siswa-siswa dari SMP 19 Trimarga, guru pendampingnya aku nggak tahu,” jawab David menenangkan. “Kenapa, Sayang? Kamu takut aku tergoda sama Anjani?” David menggantungkan senyum di tengah gerakan peristaltik saluran pencernaan bagian atasnya.“Dari ceritamu, sepertinya dia begitu mempesona. Wajar kan aku begini?” Seruni melipat mukanya, ia tak kuasa lagi menyembunyikan keresaa
“Hey, kalian di sini rupanya!” seru David mendapati Anjani dan Seruni tengah berdialog di area tanaman pakcoy. Dua gadis itu menoleh ke sumber suara. Lalu keduanya tersenyum. David melihat ada banyak makna dari senyum mereka.“Eh, Kak, anak-anak sudah mulai turun ke kebun?” tanya Anjani. Ia mendekat ke arah David meninggalkan Seruni yang menatap keduanya dengan getir.“Sudah, mereka didampingi Zul. Oh iya, sudah keliling ke semuanya?” tanya David ramah. Gadis di hadapannya tersenyum seolah membalas keramahan David dengan begitu gembira.“Baru juga mulai keliling, Ud. Sambil ngobrol makanya baru sampai sini,” sahut Seruni. Ia potong saja kata-kata yang baru saja akan keluar dari mulut Anjani. Hatinya seperti terpatuk-patuk melihat dua orang ini berbicara dengan akrabnya.“Oh ya? Mari, biar Kakak dan Seruni temani kelilingnya,” David mengulurkan tangan mempersilahkan Anjani untuk berjalan lebih dul
Long Macchiato, dua kata itu begitu membekas di telinga Seruni. Kata yang diucapkan Anjani dengan penuh kegembiraan di sorot matanya. David amat menggemarinya, mengapa Seruni sampai sekarang tak tahu? Sudah sejak siang setelah rombongan SMP 19 Trimarga pulang, gadis itu segera meramban internet guna mencari arti kata Long Macchiato. Varian kopi double expresso dengan steamed milk. Dari balik tirai kamar David yang selalu ia tempati ini, Seruni bisa melihat calon suaminya tengah mengawasi dua orang pekerjanya yang tengah memuat beberapa kantung besar hasil panen sore ini. Biasanya David akan mengantarkannya sendiri ke rekannya di Kotamadya yang bersedia menampung untuk dijual ke swalayan. “Apakah saat mengantar sendiri seperti ini Daud bertemu Anjani? Menikmati Long Macchiato buatan gadis itu sambil berbincang akrab,” batin Seruni. Gadis berambut gelombang sebahu yang selalu ia tutupi dengan jilbab itu mengusap kasar wajahnya. Mengapa ia begi
Kini giliran David yang tak banyak bicara. Sepanjang jalan sampai kembali ke rumah yang hanya berjarak lima belas menit, kata yang keluar dari mulutnya bisa dihitung dengan jari. Ia malas setengah mati dengan perilaku Seruni yang terus menerus larut dalam masa lalu. Bahkan ketika David sudah berusaha keras untuk melupakan. Dan Seruni tahu itu. Namun masa lalu David seperti menjadi prioritasnya.Mobil yang David kendarai sudah berhenti di halaman rumah orang tuanya sekaligus Wisata Edukasi Hidroponik miliknya. Lelaki itu memutar kontak mobil ke kiri dan segera keluar dari mobil. Ia ingin segera merebahkan diri di kasur busa single yang kempis namun terasa nyaman. Ruang tengah itu kini sudah menjadi kamar pribadinya. Langkahnya gontai, cermin dari aktivitas padatnya hari ini.Seruni berdiri mematung di sisi kiri mobil bercat putih itu. Tatapannya berubah ke bawah setelah punggung calon suaminya menghilang di balik pintu. Merutuk pada diri sendiri sudah ia lakuka
Seperangkat alat sholat dan sejumlah uang kuno untuk mengenapi nominasi angka hari kelahiran Seruni sudah David dapatkan. Gadis manis dengan sepasang gingsul itu akhirnya menyebutkan mas kawin yang diminta. Meski sebenarnya ia sudah merasa cukup dengan cincin pemberian Bu Maryam yang historis itu. Jika bukan karena desakan David, mungkin Seruni memiliki mas kawin yang sama dengan Adelia.Lusa, pernikahan kedua David akan digelar. Meski tak mengadakan resepsi besar, tetangga di Desa Air Tenang sudah membicarakannya sejak mereka melangsungkan lamaran. Mayoritas dari mereka menyayangkan rencana acara yang hanya digelar sederhana. Tak banyak yang tahu David sudah pernah melangsungkan pernikahan sebelumnya.David melangkah ringan memasuki rumah dengan membawa barang-barang yang diminta Seruni. Satu jam lagi ia akan menjemput calon istrinya itu yang sejak pagi ia tinggalkan di salon bersama dengan Laras. Ia ingin Seruni terlihat spesial di hari pernikahannya. Lagi, gadis itu