“Kenapa aku harus peduli jika kau bisa kembali berjalan,” ketus Caraline, “ja-jangan terlalu tenggelam dalam angan-angan.”“Baiklah,” sahut Deric, “aku mengerti kalau kau hanya sekadar berbalas budi.”“Aku akan mengabarimu untuk pemeriksaan kondisimu.” Caraline bersiap pergi. “Ini tentang permintaanku tadi pagi,” ujar Deric dengan tangan yang terulur ke depan, “apa kau—”“Menjauh dari pikiranku!” Caraline meninggalkan Deric sendirian. Ia memasuki kamar dengan napas terengah. Bukan karena aksi berlari, melainkan karena benaknya terus dijejali oleh Deric. Bayangan pria itu benar-benar berhasil mengacaukan pikiran dan hatinya sepanjang hari, termasuk saat ini. Ia benar-benar lelah. “Ini seperti kutukan.”Caraline duduk di bibir kasur setelah menyimpan tas di atas nakas. Ia menoleh ke arah balkon dengan deru napas yang perlahan stabil
Baca selengkapnya