“Tidak ada yang bisa kau lakukan selain meratap dan menangis,” ujar Wilson yang baru saja bergabung dengan Catherine. Pria itu sesekali mengernyit di saat bibirnya memahat senyum.
Tak mengindahkan suara sumbang tersebut, Deric segera menyeret tubuhnya untuk keluar dari belenggu kursi roda. Ketika sudah berada di pinggir kolam, ia melepas jas, kemudian menjatuhkan diri ke kolam tanpa pikir panjang.
“Ini lebih menarik dibanding drama apa pun yang pernah kutonton.” Wilson semringah. “Aku tidak boleh melewatkan hal ini begitu saja.”
“Apakah aku benar-benar akan menjadi saksi bagaimana cinta sejati itu ada?” timpal Catherine.
“Tak ada cinta sejati di dunia ini, Catherine. Kau terlalu banyak menonton drama.”
Di sisi berbeda, Deric berenang ke arah Caraline dengan menggunakan kekuatan tangan. Suara wanita itu tak lagi terdengar, yang bisa ditangkap telinganya hanya suara cipratan air karena terca
Caraline mengerjap ketika serbuan cahaya matahari mencumbu kesadarannya. Wanita itu dengan cepat mengubah posisi menjadi duduk. Ia kemudian memijat kepala perlahan seraya menyisir keadaan sekeliling. Ruangan ini tampak tak asing baginya. “Ini ... seperti kamarku,” gumamnya.Caraline segera turun dari kasur, lalu berlari ke arah balkon. Mulutnya setengah terbuka ketika melihat halaman belakang, taman, juga kemilau cahaya dari mulut danau. Langit sudah terselimut jingga di mana matahari bersiap untuk kembali ke peraduan. “Aku benar-benar berada di rumahku.”“Astaga, apa yang terjadi?” Caraline menjambak rambut, lalu berlari kembali ke dalam kamar. Ia memeriksa ponsel dan tercengang ketika layar gawai menunjukkan waktu dan tanggal yang tertera. “Ini sehari setelah pertemuan itu.”Tubuh Caraline melorot ke lantai. Tangannya menarik seprei kasur dengan bola mata melebar. Deru napasnya mendadak meningkat dua kali lebih c
Caraline bergegas pergi tanpa menoleh sedikit pun pada Deric. Hal yang harus pertama kali dilakukan wanita itu adalah menjauh dari suami lumpuhnya, kemudian menyelamatkan jantung dan hatinya yang seperti akan meledak. Sialnya, wajah dan senyuman itu justru kian kuat bertahta dalam benak.“Aku ... benar-benar ... gila,” ujar Caraline sembari berusaha menstabilkan napas setelah setengah berlari menuju kamar. Ia menyeka bulir keringat di dahi dengan punggung tangan. “Apa ... yang sebenarnya pria itu lakukan padaku?”Caraline terpejam seraya meremas ujung piyama dengan kuat-kuat. Ia melempar tubuh untuk duduk di bibir kasur. Wanita itu kemudian mengalihkan pandangan pada cermin rias yang berada di depan. Pipinya tampak masih menampilkan rona merah.Matahari kembali ke peraduan. Langit sudah mulai diselimuti kegelapan, lalu terhias bulan dan taburan bintang. Angin menerobos melalui pintu balkon yang sedikit terbuka. Caraline berjalan untuk men
Amarah Caraline perlahan mengendur. Cahaya api dan Deric terperangkap di manik matanya. Di sisi lain, dadanya menghangat setelah mendengar ucapan tersebut. Memang benar, keluarga Wattson cenderung menjadikan uang dan kekayaan sebagai standar penilaian. Hal itulah yang memacu mereka untuk mengenyahkan dirinya dan keluarganya dari keluarga.Berbicara mengenai hal itu, seketika saja membawa Caraline pada kenyataan hidup yang ia lewati dahulu. Ayahnya harus terusir hanya karena memilih hidup bersama ibunya yang merupakan kalangan biasa. Perundungan yang terjadi padanya adalah hasil dari keputusan tersebut. Agar bisa berdiri sejajar dengan keluarga Wattson lainnya, Caraline harus membayar semuanya dengan kerja keras hingga bisa berada pada posisinya saat ini.“Yang kulihat kau berusaha untuk bisa sejajar dengan mereka,” ujar Deric.“Apa itu sebuah tindakan yang salah?” tanya Caraline dengan nada ketus, “kau tidak pernah tahu apa yang sud
“Tidak!” Caraline tiba-tiba saja terbangun dengan keringat bercucuran. Deru napasnya terputus-putus laksana baru saja berlari puluhan kilo meter. “Aku bermimpi buruk,” ujarnya seraya menyugar rambut ke belakang.Caraline memindai sekeliling. Ketika menoleh ke arah jendela, cahaya mentari tampak mengintip di celah tirai. Butuh beberapa waktu baginya untuk turun dari ranjang. Sialnya, bayangan mengerikan dalam mimpinya masih bercokol dalam benak.Pukul tujuh pagi. Caraline berjalan menuju balkon. Ia menikmati semilir angin yang terasa dingin. “Apa yang harus kulakukan?” tanyanya sembari terpejam.Caraline keluar dari kamar, kemudian bergegas menuruni tangga. Ia berjalan mengitari danau, berharap kilasan memori memilukan itu terhempas dari pikiran. Nahas, keinginannya untuk berdamai dengan keadaan justru terganggu dengan ponselnya yang tiba-tiba berdering.“Catherine,” gumam Caraline dengan wajah merengut.
“Kenapa aku harus peduli jika kau bisa kembali berjalan,” ketus Caraline, “ja-jangan terlalu tenggelam dalam angan-angan.”“Baiklah,” sahut Deric, “aku mengerti kalau kau hanya sekadar berbalas budi.”“Aku akan mengabarimu untuk pemeriksaan kondisimu.” Caraline bersiap pergi.“Ini tentang permintaanku tadi pagi,” ujar Deric dengan tangan yang terulur ke depan, “apa kau—”“Menjauh dari pikiranku!” Caraline meninggalkan Deric sendirian. Ia memasuki kamar dengan napas terengah. Bukan karena aksi berlari, melainkan karena benaknya terus dijejali oleh Deric. Bayangan pria itu benar-benar berhasil mengacaukan pikiran dan hatinya sepanjang hari, termasuk saat ini. Ia benar-benar lelah. “Ini seperti kutukan.”Caraline duduk di bibir kasur setelah menyimpan tas di atas nakas. Ia menoleh ke arah balkon dengan deru napas yang perlahan stabil
“Aku akan mengajakmu ke suatu tempat,” ujar Diego sembari menarik tangan Caraline.“Hei, apa yang kau lakukan?” tanya Caraline dengan suara kecil. Tangannya terasa hangat ketika jemarinya dan Diego saling bertaut. Akan tetapi, ia hanya pasrah saat pria itu membawa dirinya ke tepian danau. Senyumnya seketika terbit ketika melihat kilap cahaya lampu kota dan taman yang terperangkap di permukaan air.“Ayo,” bisik Diego di telinga Caraline.“Apa yang—” Kalimat seketika Caraline terputus ketika matanya bertemu dengan manik Diego. Tatapan keduanya terkunci di satu titik meski tak lama karena setelahnya Caraline melabuhkan pandangan ke sisi lain.“Pipimu memerah.” Diego tertawa kecil.Caraline kontan menangkup wajah dengan kedua tangan. Wanita itu merasakan pipinya menghangat. “Mungkin karena udara dingin,” kilahnya.“Sepertinya begitu,” sahut Diego.
Sepanjang perjalanan pulang, Caraline tak mampu menghadang senyum yang mendobrak bibir ranumnya. Lengkungan bulan sabit itu terangkai kokoh di paras cantiknya. Hatinya menghangat, meletup-letup laksana kembang api yang menghias langit gelap. Meski ia tak bicara apa pun setelah pergi, tetapi ia tak menyesal karena sudah mengikuti permintaan Diego.Diego sempat mengirim pesan berisi ucapan terima kasih. Namun, Caraline tak berniat untuk membalas. Biar saja, pikirnya. Itu hukuman karena secara tiba-tiba mengajaknya berfoto.Begitu sampai di kediaman, Caraline segera turun dari mobil. Ekor matanya mendapati Deric tengah berada di pinggir danau. Ketika manyadari bila pria itu mendekat, ia segera mempercepat langkah menuju rumah.“Aku tidak akan membiarkan pria cacat itu menghancurkan kebahagianku malam ini,” ujar Caraline saat menaiki tangga. Ketika tiba di kamar, wanita itu segera melempar dirinya ke kasur.Caraline terpejam beberapa waktu, menikm
Caraline tengah menyantap hidangan di meja makan seorang diri. Untuk sementara waktu, ia hanya fokus untuk menghabiskan kudapan. Garpu dan sendok saling beradu di atas piring. Akan tetapi, begitu melihat seorang maid berjalan menuju dapur, perhatiannya seketika teralih. Caraline dengan cepat bangkit, kemudian mengendap-endap ke luar rumah melalui jalan belakang.Caraline bersembunyi di salah satu semak saat maid tadi kembali masuk ke rumah. Wanita itu mengintip ke arah tempat tinggal Deric. Pria itu tampak mengambil sarapan, kemudian meluncur dengan kursi roda ke arah pinggiran danau.“Apa yang dilakukan pria cacat itu?” gumam Caraline sembari menyembulkan kepala dari semak-semak. “Apa dia akan membuang makanan itu?”Caraline berdecak sebal. “Dia harus mengganti rugi jika sampai berani melakukannya.”Caraline keluar dari persembunyian, lalu berjalan menuju arah danau. Pandangannya segera memindai sekel
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be