Home / Fiksi Remaja / Persona / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Persona: Chapter 41 - Chapter 50

76 Chapters

Bab 40

  Kamu yang ada di depan mata Aku ingin terus menatapmu Karena senyum tawa yang terlalu lama kau simpan  Aku tertawa terbawa suasana yang ada di malam itu Kau yang kulihat dari banyaknya kaum hawa. Sepenggal lirik lagu Cokelat Biru milik Giorgino Abraham memenuhi ruangan Mandala Cafe--sebuah cafe favorit anak muda yang hobi nongkrong sambil wifi-an. Kebetulan malam itu di Mandala Kafe mengundang penyanyi lokal untuk menyanyikan lagu-lagu hitz masa kini guna menghibur pengunjung cafe-nya.  Semua pengunjung Mandala Kafe tampak terhibur dengan nyanyian vokalis di depan sana, tak terkecuali Gilang dan Safira yang juga merupakan salah satu pengunjung Mandala Cafe malam itu.Malam ini Gilang mengajak Safira ke luar untuk sekadar ngopi atau menikmati suasana kafe favorit seperti sekarang ini. Tak seperti sebelumnya, kali ini Safira yang tidak takut lagi, menerima ajakan Gilang tanpa ragu. Dan malam ini, Safira membuk
Read more

Bab 41

Pagi  ini kelas XII IPS 1 sedang jam kosong. Bu guru yang berhalangan hadir hanya menitipkan tugas ke ketua kelas yang dicatat ke papan tulis untuk kemudian disalin dan dikerjakan oleh siswa.Sebagian besar siswa di kelas itu hanya berleha-leha. Yang cewek ada yang mengerjakan tugas itu sambil bergosip. Sedangkan anak cowok sibuk bermain game, chatingan, nonton video dan sebagainya. Namun, ada pula siswa yang rajin mengerjakan tugas tersebut dengan serius. Seperti halnya, Safira, Riri, dan Evan. Mereka hanya sesekali berbicara satu sama lain. Saat Safira tengah serius menatap buku tulisnya, Andra yang merasa bosan menjahili anak cewek di kelas itu memilih menghampiri Safira. "Gimana hubungan lo sama si Gilang itu?" tanyanya tiba-tiba. Lelaki itu berdiri di samping meja Safira dan Riri. Mendengar itu Safira berhenti menulis. Dia mendongak menatap Andra. "Kepo," jawabnya singkat lalu kembali menulis. "Aelah, gue nanya di bilang kepo. Gue cum
Read more

Bab 42

Gilang berjalan menuju teras rumah sembari terus menatap ponselnya, mengscroll nomor-nomor kontaknya di aplikasi hijau. Dan ketika melihat kontak seseorang yang dia blokir belakangan ini, langkahnya berhenti bersamaan dengan jempolnya yang juga berhenti mengscroll. Dia berdiri di tengah ruang tamu. Dia mengenakan jaket kulit hitamnya. Siang ini akan ke luar bersama Safira. Tapi tatkala melihat kontak tersebut dia jadi teringat ucapan Viona di sekolah tadi siang. "Buka blokir nomor gue, Kak, biar kita mudah komunikasi." "Gue harap kakak pikirin tawaran gue." "Gue tahu. Kak Gilang tuh pengin kan bisa ngelakuin itu lagi? Pengin bisa kayak dulu lagi? Apa kakak nggak pernah ingat apa yang udah kita lalui bersama dulu? Ya hubungan kita emang singkat, Kak. Tapi kenangan itu nggak mungkin bisa dilupain gitu aja, kan, meski singkat?" Semua ucapan gadis itu terus menggerayangi pikirannya, bahkan sejak tadi. Gilang mendengus. "Apa, sih, maunya ce
Read more

Bab 43

Gilang menatap Safira yang memandangnya penuh tanya dengan gugup. Safira justru tertawa. "Kamu kenapa? Kok kaget gitu aku panggil? Kamu serius banget, ya, main handphonenya." "Oh, nggak serius, kok." Gilang nyengir. "Ka-kamu udah ke toilet?" "Udah." Safira merasa sikap Gilang agak aneh. Safira ikut berdiri di samping Gilang, melempar pandang ke bawah, menikmati angin sepoi-sepoi sore itu. Gilang mengingat chat Viona tadi. Apakah benar Safira nangis karena di ganggu Andra? "Fir, aku mau tanya," ucapnya to the point. Safira yang tengah menatap ke bawah, menoleh, "tanya apa?" "Menurut kamu di kelas kamu itu ada yang suka sama kamu nggak? Naksir kamu gitu." "Hmm aku bingung jawabnya." Safira kembali menatap ke depan. "Kalau aku jawab nggak ada, aku sendiri juga nggak tau pasti ada atau nggaknya. Tapi kalau jawab ada ntar aku dibilang ke geer-an." Safira terkekeh di akhir kata. "Menurut perasaan kamu aja gitu. Ada nggak?"
Read more

Bab 44

"Ngomong apa?" Gilang berbalik badan tiba-tiba membuat Safira seketika terkejut. Safira hanya menggeleng sambil nyengir. Gilang mendekat ke arahnya dan tanpa diduga meraih tangannya, menggenggamnya erat. Sebelum akhirnya mereka berjalan bersisian. Safira hanya tersenyum simpul. Tiba di parkiran siswa, sekali lagi Safira mengedar pandangan. Tidak ada motor lain di sana selain motor Gilang. Viona benar-benar tak ada di sini. "Naik," ucap Gilang yang sudah menaiki motornya duluan. Safira pun naik. Motor itu melesat meninggalkan pelataran sekolah yang sepi menuju jalan kecil yang tak jauh dari sekolah itu.  Gilang menghentikan motornya di depan sebuah ruko dua pintu yang ada di jalan kecil itu. Dia memilih singgah ke konter itu untuk membelikan Safira kuota. Mereka berdua memasuki halaman konter tersebut.  "Kayaknya aku pernah, deh, isi voucher di sini," ucap Safira memperhatikan seluk-beluk ruko itu. Seiring dengan kakinya yang terus me
Read more

Bab 45

Gilang berbohong pada Safira. Papanya tidak meneleponnya. Dering itu adalah dering telepon yang dia setel menjadi dering alarm. Dia hanya ingin secepatnya bertemu Viona untuk bicara secara langsung. Dengan berdalih papanya yang menelepon berharap Safira tidak curiga dan mengizinkannya pulang. Di tengah perjalanan, Gilang mengirimi Viona pesan akan bertemu di kafe Mawar untuk melanjutkan pembahasan tadi. Sepuluh menit kemudian, Gilang tiba di kafe Mawar. Ketika dia membuka pintu masuk, dia melihat Viona duduk di meja terdepan. Gadis itu sudah datang ternyata. Gilang langsung menuju meja Viona dan ketika langkah Gilang semakin mendekat, Viona menyambutnya dengan senyum.  Gilang menarik kursi di hadapan Viona dan mendudukkan diri di sana. Viona masih tersenyum memandanginya. Setelah sekian lama dan segala yang telah terjadi belakangan ini akhirnya dia bisa melihat Gilang duduk di hadapannya lagi. Sedekat ini. "Kak Gilang mau minum apa? Gue pesenin,
Read more

Bab 46

Gilang sudah minum obat yang disiapkan oleh Bibi, asiten rumah tangganya. Panas badan Gilang sedikit menurun meski kepalanya masih terasa berat. Sedari tadi bibi yang merawatnya karena papa Gilang masih di kantor. Mendengar Gilang sakit beliau akan usahakan pulang lebih awal. Tadi malam sepulang kerja papa Gilang masih mendapati keadaan Gilang baik-baik saja di kamar. Tak beliau sangka hari ini anaknya sakit. Gilang ingin Safira menemaninya di saat-saat seperti ini. Lelaki itu meraih ponselnya di samping tempat tidur, mengirimi Safira pesan. Meminta untuk pacarnya itu datang ke rumah. Setelah mengirimi pesan, Gilang kembali meletakkan ponselnya di samping tempatnya. Tangan kirinya terangkat memijit pelipis dan pangkal hidungnya yang terasa nyeri. Gilang merasakan pelupuk matanya berat. Mungkin efek obatnya sudah mulai bekerja. Lelaki itu sudah berusaha untuk tidak tidur tapi akhirnya matanya terpejam juga. Namun, dia tetap berusaha menjaga kes
Read more

Bab 47

"Lo nggak turun?" Pertanyaan Evan menyadarkan Safira dari lamunan. Gadis itu baru sadar kalau ternyata mereka sudah sampai di depan gedung kosannya. Safira pun turun dari motor Evan.  "Makasih," ucap Safira singkat, terdengar dingin, tidak seperti biasanya. Safira tak bisa berhenti memikirkan Gilang. Bahkan selama jam pelajaran di sekolah, dia tak bisa fokus. Dalam perjalanan pulang pun dia lebih banyak diam. Alhasil, Evan yang terus mengajaknya bicara hanya bicara sendiri.  "Lo kenapa, sih?" Safira baru akan melangkah meninggalkan Evan ketika Evan bertanya. Safira lantas membalikkan badan. "Masih mikirin dia?" "Gue khawatir banget. Gilang lagi sakit dan gue nggak ada di saat-saat dia butuh gue." Safira tak bisa menahan diri untuk tidak bercerita ke Evan. "Lo coba aja hubungin dia lagi," usul Evan. "Dan apa yang Riri bilang tadi lo percaya?" Evan yang baru datang sempat mendengar perseteruan antara Safira dan Riri tadi pagi.
Read more

Bab 48

"Kok gue jadi bayangin tuh cewek, ya?" Gilang tak habis pikir dengan dirinya yang bisa-bisanya membayangkan Viona. Lelaki berwajah tirus itu menggeleng pelan, berusaha menepiskan bayangan itu dari pikirannya. Tapi anehnya, semakin dia berusaha menghilangkan bayang Viona dari pikirannya semakin dia teringat akan gadis itu. "....ingat jaga jarak." Perkataan Vona yang satu itu ikut terngiang dipikiran. "Apa maksud Viona ngomong gitu, ya?" gumamnya. "Sebenarnya kalau gue perhatiin kayaknya dia mau ngelakuin itu sama gue lagi cuman mungkin karena gue sekarang bukan pacarnya lagi, jadi dia nolak." Gilang mengusap dagunya, berpikir. Dan dia yakin bahwa pemikirannya itu benar. *** Pagi itu sekolah masih sepi. Baru ada dua-tiga siswa yang terihat ketika Safira dan Evan menyusuri koridor IPS. Tapak sepatu terdengar menggema memecah kesunyian. Mereka berdua datang lebih awal hari ini. Karena Gilang masih sakit, Safira pergi bersama Ev
Read more

Bab 49

Hari-hari terus berlalu. Tibalah waktu ujian nasional. Para siswi angkatan kelas dua belas mulai serius menyiapkan dan mempelajari materi pelajaran yang akan diujikan. Tak ada lagi waktu untuk bermain-main.  Tak terkecuali Safira dan teman-teman. Inilah yang paling Safira tunggu-tunggu. Dia akan belajar sungguh-sungguh agar mendapat nilai ujian yang memuaskan untuk kemudian bisa masuk ke universitas favorit di Jakarta seperti impiannya selama ini. Tak jarang Safira mengumpul dengan grup belajar yang dia buat untuk membahas materi yang akan diujikan dengan metode belajar tanya jawab dan bertukar pikiran. Intinya, Safira sering menghabiskan waktu untuk belajar serius. Dia tidak lagi banyak main. Itu sebabnya dia menolak permintaan Gilang yang mengajaknya jalan atau sekadar bertemu. Safira benar-benar memprioritaskan nilai sekolahnya. Hal itu kadang membuat Gilang kesal dan bosan. Safira lebih mementingkan nilai sekolah ketimbang dirinya. Untuk sekali d
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status