Home / Pernikahan / Mari Selingkuh / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Mari Selingkuh: Chapter 81 - Chapter 90

105 Chapters

Bukan Malam Pertama 3 (WARNING 21+)

Ranesha tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Hail. Bagaimana cara pikir pria tersebut dan apa yang sudah terjadi dengan kekasih beristrinya itu hanya dalam kurun waktu beberapa jam saja setelah Hail memutuskan untuk memilih Ranesha. Namun yang jelas sekarang adalah penampilan erotis Hail yang tidak bisa matanya abaikan begitu saja. Rambut yang biasanya ditata ke atas dan selalu rapi, kini turun dan terlihat acak-acakan, tapi … terkesan sangat seksi. Apalagi ditambah dengan keringat yang mengalir dari pelipis sampai dengan ke leher Hail membuat Ranesha meneguk ludahnya bulat-bulat. Gila. Dia sangat bernafsu melihat Hail lebih dari pada melihat makanan sekarang. Sinting. Ranesha pasti sudah meninggalkan otaknya di pesawat tadi. Hanya saja … bagaimana ini? Ranesha merasakan desakkan sensasi asing dari dalam tubuhnya yang sangat sulit dikendalikan. Padahal … Hail hanya mencium dan menggesekkan tubuh mereka. 
Read more

Bukan Malam Pertama 4 (WARNING! 21+)

“Akhh … Hail—hh!” Lenguhan keluar dari bibir merah Ranesha ketika ia dibaringkan dengan cukup kasar, lalu kemudian ditindih oleh Hail. Mata mereka berdua kembali bertemu, kali ini saling memandang dengan sangat intens, dipenuhi oleh nafsu yang memburu. “Ran?” panggil Hail pelan sambil memepetkan badan, menghilangkan jarak antara tubuhnya dan Ranesha, kini wajah mereka hanya berjarak satu jari saja. “Hah … kenapa—hh?” Ranesha merasakan deru napas Hail yang menerpa kulit wajahnya, terasa hangat dan membuat kepala perempuan itu semakin menggila. Mata Ranesha tidak bisa lepas menatap wajah tampan yang terlihat sangat memikat milik Hail sekarang dan … bibir Ranesha seolah meminta untuk dilumat oleh mulut Hail lagi. Sebenarnya dia kenapa hari ini? Ranesha merasa tubuhnya jadi sangat sensitif sekali padahal … sekretaris cantik ini sangat ia yakin tidak
Read more

Kemunculan Tembok

Tidak ada sosok Hail di sisi Ranesha ketika perempuan yang telah menyerahkan mahkotanya ini bangun di pagi hari. Tidak ada perlakuan istimewa lainnya yang padahal sempat Ranesha bayanngkan, layaknya pasangan pengantin baru di hari pertama mereka menjadi suami dan istri. Tidak ada sapaan untuk mengucapkan selamat pagi. Tidak ada pelukan karena masih merasa malas bangun saat matahari menunjukkan diri. Tidak ada morning kiss. Tidak ada sarapan yang hangat. Tidak ada percakapan panas seputar bagaimana mereka melewati malam penuh gairah itu. Sungguh, sungguh, dan sungguh … tidak ada yang berbeda. Tak ada kata istmewa. “Sebenaarnya … apa yang Hail inginkan, sih?” Ranesha yang masih merasakan nyeri di area bawah miliknya, juga kesulitan berjalan karena pinggang dan punggungnya yang masih kesakitan, harus tetap memaksakan diri untuk terus bekerja di hari yang sudah diawali dengan menyebalkan ini. 
Read more

Hubungan Masa Lalu

Wajah Ranesha mendadak pias. Memikirkan segala kemungkinan buruk membuat otaknya seakan teracuni hal-hal negatif dan semakin lama … pikiran tersebut membentuk gunung besar lalu meletus dan menyebar ke seluruh tubuh Ranesha melalui sel-sel darah. “Hah … ini buruk,” desah berat sang sekretaris cantik, menopang dagu sambil mengigit kuku. Pandangannya menatap ke luar kaca jendela, tapi pikiran perempuan itu menerawang jauh, melayang sampai mampu berkeliling jagad raya. Melihat kecemasan tak beradasar tersebut. Juan meneguk saliva. Lelaki ini tahu seharusnya ia mulai menjaga jarak dengan Ranesha. Sejak insiden mengejutkan pernyataan perasaan dari Lily dan temannya itu … Juan jadi serba salah di hadapan Ranesha. Ia bahkan sampai menjaga jarak meski Ranesha terlihat tak sadar sama sekali. Menyedihkan. Saat itu … Juan memang cukup terkejut—ah, tidak hanya cukup terkejut, tapi dia san
Read more

Hubungan Masa Lalu 2

“I-Itu ….” Alexi menatap Ranesha dengan wajah berkerut, ekspresi tidak nyamannya sungguh ketara, tapi Alexi tahu bahwa Ranesha kini tampak tidak peduli. Kenapa … malah jadi dia yang merasa terpojokan di sini? Apa salah Alexi? “Aku hanya penasaran. Apa aku ada melakukan kesalahan di masa lalu sampai-sampai membuat wajahmu jadi seperti itu hanya dengan mengingatnya? Mungkin terjadi salah paham dan aku bisa menjelaskan atau … meminta maaf jika itu murni kesalahan yang aku perbuat, baik sadar atau tidak sengaja.” Serangan telak yang dilayangkan Ranesha secara mendadak, membuat Alexi seperti mendapati jalan buntu. Pemuda ini sudah tidak bisa kabur atau mengelak lagi, mengalihkan pembicaraan pun akan percuma, lagi pula Alexi tidak pandai dalam bersosialisasi begitu. “Kau terlihat seperti sangat membenciku … jadi aku ingin tahu alasannya kenapa dan b
Read more

Berubah

Jika saja hukum memperbolehkan Ranesha memukul satu saja manusia di muka bumi ini, bahkan dengan bayaran yang sangat amat tinggi … maka Ranesha tetap akan menyanggupi. Meski apa pun syaratnya dan ia akan menjadikan Hail sebagai target utama. Sayangnya hal tersebut tidak mungkin. Jika perempuan ini nekat, Ranesha tidak hanya akan dikeluarkan dari tempat kerja saja, tapi juga bisa masuk ke dalam penjara. “Hah … menyebalkan. Benar-benar menyebalkan.” Hail tidak membalas pesannya sama sekali sejak kepulangan mereka dari perjalanan bisnis. Pria itu juga tidak terlihat dari pagi tadi sampai hampir sore begini di ruang kerjanya sendiri. Seolah-olah yang Hail lakukan hanyalah rapat, rapat, rapat, dan rapat. “Yah … tidak begitu semua, sih.” Ranesha membuka kembali jadwal Hail. CEO gila ini sangat ahli dalam mengacaukan berbagai jadwal yang sudah ia buat dan susun dengan sedemikian rupa
Read more

Hukuman kah?

“Kita harus bicara. Aku ingin mengakhiri semuanya.” Sebuah pesan teks singkat dari Hail setelah sekian purnama untuk penantian Ranesha. “A-Ap ….” Dugh …. Brugh! Ada bunyi dari benda pipih yang jatuh mencium lantai, kemudian disusul oleh bunyi nyaring berikutnya dari tubuh ramping Ranesha. Tangan gadis itu tidak sanggup hanya untuk memegang gawai miliknya. Mungkin sekarang, layar kaca ponsel Ranesah sudah retak? Namun yang lebih dramatis lagi adalah tubuh ramping Ranesha yang seakan melelah bagaikan mentega, meluncur dari posisi duduknya di kursi dan kini pantat Ranesha sudah bersentuhan dengan lantai. Entah bagaimana bisa terjadi, tapi yang jelas, sekretaris cantik ini mungkin saja tengah bersembunyi. Karena memang tidak ada jaminan kalau pintu di depan sana tidak akan diketuk oleh siapa pun. Ranesha tidak ingin
Read more

Benar-Benar Berakhir

Suasana ruangan yang terasa semakin dingin, seolah-olah dapat menyelimuti tulang dan membekukan sel darah. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat panas meskipun AC sedang menyala. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat hangat dan menyenangkan meskipun ditumpuk banyak pekerjaan. Dulu ruangan kerja ini sudah Ranesha anggap seperti rumah kedua … tempat ia bisa merasa pulang. “Anda ingin membicarakan apa lagi? Saya rasa sudah cukup hanya dengan teks pesan yang Bapak kirim itu. Apa Anda masih belum puas? Ingin manyakiti saya sejauh mana lagi?” tajam Ranesha, menghadap Hail dengan posisi congkak dan wajah yang keras, seakan menegaskan rasa emosional yang ada di dalam diri. Namun, semua orang yang jika saat ini bertemu dengan Ranesha tentu bisa langsung tahu dengan satu kali lihat saja, bahwa perempuan itu habis menangis dengan sangat tragis, mata sembab nan bengkak milik Ranesha tidak bisa disembunyikan. J
Read more

Saling Menyakiti

Ranesha menggigit bibirnya sampai menimbulkan luka di sana. “Apa saya … memiliki kesalahan pada Anda? Padahal beberapa waktu yang lalu Anda sendiri yang bilang—” “Aku hanya berbohong saat itu,” sela Hail cepat. “H-Hanya?” ulang Ranesha gagap. Apa Hail benar-benar sejahat ini? Hail menyugar rambut dan menghela napas berat. “Apa ada masalah?” Yang benar saja? Apa kata pria brengsek ini tadi? ‘Aku hanya berbohong’ dan ‘Apa ada masalah’ katanya? Tubuh Ranesha membara, terbakar oleh api amarah bagai letusan gunung. Maka dengan langkah yang penuh dengan emosi, Ranesha mendekati Hail. Tepat pada saat itu, akhirnya pria tersebut berbalik, menghadap sang sekretaris cantik. Dan— PLAK!! Ranesha menampar keras dengan sekuat tenaga pipi kanan Hail, sampai-sampai
Read more

Sendiri

“A-Anda sungguh serius … dengan ucapan Anda barusan?” tanya Ranesha dengan suara yang sedikit bergetar, ia sudah mulai goyah. Namun, tidak ada satu titik pun air mata yang mengalir dari netra hezelnutnya yang indah itu. Perempuan tegar ini masih berusaha untuk mempertahankan harga diri yang sudah dijatuhkan oleh Hail begitu sangat jauh sampai ke dasar bumi. “Kenapa tidak? " Wajah yang datar. Tatapan yang dingin sampai menusuk ke tulang belulang. Ekspresi yang sangat amat Ranesha benci, pandangan seseorang yang merendahkan, dan tidak memiliki barang sedikit pun rasa peduli … apalagi empati. Kini semua hal itu ada pada diri sosok pria yang begitu Ranesha cintai. Hail Delmara. “Kau yang salah, Nona Ranesha Seibert. Harusnya dari awal, kau tidak mendekati suami orang. Ini adalah hukuman dari Tuhan untuk perempuan sepertimu.” Hail kembali melemparkan kalimat yang bagaikan belati, menusuk dan mancabik sa
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status