Suasana ruangan yang terasa semakin dingin, seolah-olah dapat menyelimuti tulang dan membekukan sel darah. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat panas meskipun AC sedang menyala. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat hangat dan menyenangkan meskipun ditumpuk banyak pekerjaan. Dulu ruangan kerja ini sudah Ranesha anggap seperti rumah kedua … tempat ia bisa merasa pulang.
“Anda ingin membicarakan apa lagi? Saya rasa sudah cukup hanya dengan teks pesan yang Bapak kirim itu. Apa Anda masih belum puas? Ingin manyakiti saya sejauh mana lagi?” tajam Ranesha, menghadap Hail dengan posisi congkak dan wajah yang keras, seakan menegaskan rasa emosional yang ada di dalam diri.
Namun, semua orang yang jika saat ini bertemu dengan Ranesha tentu bisa langsung tahu dengan satu kali lihat saja, bahwa perempuan itu habis menangis dengan sangat tragis, mata sembab nan bengkak milik Ranesha tidak bisa disembunyikan.
J
Ranesha menggigit bibirnya sampai menimbulkan luka di sana. “Apa saya … memiliki kesalahan pada Anda? Padahal beberapa waktu yang lalu Anda sendiri yang bilang—”“Aku hanya berbohong saat itu,” sela Hail cepat.“H-Hanya?” ulang Ranesha gagap. Apa Hail benar-benar sejahat ini?Hail menyugar rambut dan menghela napas berat. “Apa ada masalah?”Yang benar saja? Apa kata pria brengsek ini tadi? ‘Aku hanya berbohong’ dan ‘Apa ada masalah’ katanya?Tubuh Ranesha membara, terbakar oleh api amarah bagai letusan gunung. Maka dengan langkah yang penuh dengan emosi, Ranesha mendekati Hail. Tepat pada saat itu, akhirnya pria tersebut berbalik, menghadap sang sekretaris cantik. Dan—PLAK!!Ranesha menampar keras dengan sekuat tenaga pipi kanan Hail, sampai-sampai
“A-Anda sungguh serius … dengan ucapan Anda barusan?” tanya Ranesha dengan suara yang sedikit bergetar, ia sudah mulai goyah. Namun, tidak ada satu titik pun air mata yang mengalir dari netra hezelnutnya yang indah itu. Perempuan tegar ini masih berusaha untuk mempertahankan harga diri yang sudah dijatuhkan oleh Hail begitu sangat jauh sampai ke dasar bumi.“Kenapa tidak? " Wajah yang datar. Tatapan yang dingin sampai menusuk ke tulang belulang. Ekspresi yang sangat amat Ranesha benci, pandangan seseorang yang merendahkan, dan tidak memiliki barang sedikit pun rasa peduli … apalagi empati. Kini semua hal itu ada pada diri sosok pria yang begitu Ranesha cintai. Hail Delmara.“Kau yang salah, Nona Ranesha Seibert. Harusnya dari awal, kau tidak mendekati suami orang. Ini adalah hukuman dari Tuhan untuk perempuan sepertimu.” Hail kembali melemparkan kalimat yang bagaikan belati, menusuk dan mancabik sa
“Hoaamm ….” Mata dengan netra abu-abu itu terlihat terkantuk-kantuk, sang pemilik tubuh baru saja menguap lebar, merenggangkan otot-otot badan yang terasa kaku.“Alexi!” panggil sebuah suara dari arah pintu depan.“Hm?” sahut malas pemuda yang memiliki warna rambut senada dengan matanya, abu-abu.“Kau tidak pulang? Masih betah di sini? Ayolah, pekerjaan itu bisa dilanjutkan besok!” seru suara lain lagi dengan nada yang cukup tinggi.“Hah … Bryan, Rayhan.” Alexi masih terlihat enggan untuk menoleh pada lawan bicaranya. Ia masih begitu sibuk memandang layar komputer di meja kerja. “Kalau kalian di sini hanya untuk menggangu. Lebih baik kalian berdua pergi saja sana, hush!” usir Alexi mengibaskan tangannya sekilas.“Wah, dasar orang gila kerja!” caci Rayhan dengan wajah mencibir. Ia men
Tujun tahun yang lalu. Di universitas X.“Hic … Hic … ah, sia—l!” maki seorang pemuda dengan wajah memerah yang tengah cegukan dan berjalan sempoyongan, tak tentu arah. Kadang tubuhnya oleng ke kanan atau oleng ke kiri secara tak karuan.“Di … mana jalan, huh? Hic—pulang, haha … hehe … di mana ya?” racunya sambil menyengir kuda. Dia adalah Alexi, dengan rambut asli yang pirang dan berkacamata besar. Pemuda ini tadi dipaksa minum sampai melewati batas diri oleh para senior di kampus. Merasa puas sudah menertawakan Alexi, orang-orang biadab itu pun langsung pergi.Ah, tidak pergi begitu saja sih. Mereka menyeret Alexi entah ke mana dan melempar pemuda malang itu bagai sampah jalanan. Di dalam kepala Alexi, mungkin ini adalah akibat dari dirinya yang sengaja menyembunyikan identitas. Seorang anak tunggal dari salah satu konglomerat terkenal. Seharusnya A
Kemabli ke masa sekarang. Di mana ada Alexi yang hanya dapat terdiam saat ditabrak dan jatuh terjungkal oleh Ranesha. Saat melihat perempuan itu menangis sambil berlari dengan brutal, Alexi tadi jadi ingat sekilas tentang pertemuan pertama antara ia dan Ranesha di masa lalu.Orang pertama dan perempuan satu-satunya yang mengulurkan tangan dengan perasaan tulus pada Alexi. Mata selalu berkata jujur. Saat itu meski dalam pengaruh alkohol, Alexi bisa tahu bahwa Ranesha tidak mengharapkan imbalan apa-apa darinya. Karena perempuan itu benar-benar murni melakukan kebaikan.Alexi yang polos di masa lalu … langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. “Dan sialnya aku sampai sekarang masih juga terjebak di sana,” beo Alexi pelan. Mulai berdiri dan menepuk-nepuk pakaian yang ia kenakan.“Jadi kau akhirnya mencampakkan Ranesha, ya?” Mata Alexi terarah pada sebuah tombok yang jika ditembus, ada ruang k
“Jadi bagaimana? Mau memanfaatkan aku?” tanya Alexi setelah menyampirkan mantel tebalnya pada Ranesha. Mata abu itu terlihat begitu serius. Tidak ada titik kebohongan barang sedikit pun yang bisa Ranesha temukan di sana.Namun, tetap saja perempuan ini tidak bisa mengerti apa motif dari tindakan Alexi yang mendadak seperti ini. Entah ke mana hilangnya semua rasa sesak yang Ranesha rasakan tadi. Kini semuanya berganti dengan rasa tak karuan dan keheranan akan tingkah laku Alexi.“Kau … bicara apa?” Ranesha mengeratkan mantel yang tadi dipakaikan untuknya. Baru ia sadar akan suasana dingin di sekitar yang menghunus dan menusuk tajam sampai ke tulang."Ah, j-jadi ...." Telinga Alexi tiba-tiba memerah. Ia menjilat bibirnya yang kering agar basah, menunduk gelisah dan menggaruk kepala seperti sedang dilemparkan pertanyaan mematikan saat sedang wawancara.Harus kah ia melakuk
O-Orang gila ….Bibir Ranesha terasa sangat kelu, ia tidak tahu lagi harus merespon seperti apa pernyataan sekaligus tawaran yang diberikan oleh Alexi. Memang di sisi lain perempuan ini butuh tempat pelarian, ia sangat ingin keluar dari lingkaran setan cinta berbelit antara dirinya, Hail, Meriel, dan juga Aron.Namun … apa benar kalau jawabannya adalah Alexi?Ah, tidak. Ranesha menggeleng keras. Ia harus menghentikan pemikiran sampah seperti itu. Bukanlah kebenaran menjadikan seseorang sebagai pelarian hanya karena kau sudah sakit hati dan orang tersebut mencintai dan memberikanmu penawaran. Ranesha tidak ingin menjadi orang sejahat itu. Hanya karena ia disakiti terus menerus, tidak akan membenarkan alasan untuk menyakiti orang lain juga, apalagi mempergunakannya.Ranesha menguk ludah. Ia harus menolak lelaki rapuh di hadapannya saat ini juga? Padahal Ranesha sendiri begitu sangat memah
“Saya mencintai Anda meskipun Anda membenci saya. Dan saya juga membenci diri saya sendiri karena sudah jatuh hati pada Anda.” Hail meremas kertas yang dikirimkan Ranesha bersamaan dengan surat pengunduran diri perempuan yang kini berstatus sebagai mantan sekretarisnya itu.Hari ini Hail menutup rapat ruang kerjanya bagai tempat yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun. Diakibat karena seharian ini Hail mendapat ratusan pertanyaan, baik itu secara langsung maupun melalui telepon. Perihal sekretaris piawai yang tiba-tiba mengundurkan diri, memilih pergi dari Delmara Company. Bahkan ada kabar simpang siur yang menyatakan bahwa Ranesha sebenarnya tengah mencari rumah baru. Seperti perusahaan Seibert, tempat di mana ayah Ranesha sendirilah yang bertahta sebagai penguasa.Gila.“Memusingkan saja.” Hail membuang surat yang Ranesha selipkan di buket bunga tadi. “Sial!&rdqu
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda