Wajah Ranesha mendadak pias. Memikirkan segala kemungkinan buruk membuat otaknya seakan teracuni hal-hal negatif dan semakin lama … pikiran tersebut membentuk gunung besar lalu meletus dan menyebar ke seluruh tubuh Ranesha melalui sel-sel darah.
“Hah … ini buruk,” desah berat sang sekretaris cantik, menopang dagu sambil mengigit kuku. Pandangannya menatap ke luar kaca jendela, tapi pikiran perempuan itu menerawang jauh, melayang sampai mampu berkeliling jagad raya.
Melihat kecemasan tak beradasar tersebut. Juan meneguk saliva. Lelaki ini tahu seharusnya ia mulai menjaga jarak dengan Ranesha. Sejak insiden mengejutkan pernyataan perasaan dari Lily dan temannya itu … Juan jadi serba salah di hadapan Ranesha. Ia bahkan sampai menjaga jarak meski Ranesha terlihat tak sadar sama sekali. Menyedihkan.
Saat itu … Juan memang cukup terkejut—ah, tidak hanya cukup terkejut, tapi dia san
“I-Itu ….” Alexi menatap Ranesha dengan wajah berkerut, ekspresi tidak nyamannya sungguh ketara, tapi Alexi tahu bahwa Ranesha kini tampak tidak peduli.Kenapa … malah jadi dia yang merasa terpojokan di sini? Apa salah Alexi?“Aku hanya penasaran. Apa aku ada melakukan kesalahan di masa lalu sampai-sampai membuat wajahmu jadi seperti itu hanya dengan mengingatnya? Mungkin terjadi salah paham dan aku bisa menjelaskan atau … meminta maaf jika itu murni kesalahan yang aku perbuat, baik sadar atau tidak sengaja.”Serangan telak yang dilayangkan Ranesha secara mendadak, membuat Alexi seperti mendapati jalan buntu. Pemuda ini sudah tidak bisa kabur atau mengelak lagi, mengalihkan pembicaraan pun akan percuma, lagi pula Alexi tidak pandai dalam bersosialisasi begitu.“Kau terlihat seperti sangat membenciku … jadi aku ingin tahu alasannya kenapa dan b
Jika saja hukum memperbolehkan Ranesha memukul satu saja manusia di muka bumi ini, bahkan dengan bayaran yang sangat amat tinggi … maka Ranesha tetap akan menyanggupi. Meski apa pun syaratnya dan ia akan menjadikan Hail sebagai target utama.Sayangnya hal tersebut tidak mungkin. Jika perempuan ini nekat, Ranesha tidak hanya akan dikeluarkan dari tempat kerja saja, tapi juga bisa masuk ke dalam penjara. “Hah … menyebalkan. Benar-benar menyebalkan.”Hail tidak membalas pesannya sama sekali sejak kepulangan mereka dari perjalanan bisnis. Pria itu juga tidak terlihat dari pagi tadi sampai hampir sore begini di ruang kerjanya sendiri. Seolah-olah yang Hail lakukan hanyalah rapat, rapat, rapat, dan rapat. “Yah … tidak begitu semua, sih.”Ranesha membuka kembali jadwal Hail. CEO gila ini sangat ahli dalam mengacaukan berbagai jadwal yang sudah ia buat dan susun dengan sedemikian rupa
“Kita harus bicara. Aku ingin mengakhiri semuanya.” Sebuah pesan teks singkat dari Hail setelah sekian purnama untuk penantian Ranesha.“A-Ap ….”Dugh ….Brugh!Ada bunyi dari benda pipih yang jatuh mencium lantai, kemudian disusul oleh bunyi nyaring berikutnya dari tubuh ramping Ranesha. Tangan gadis itu tidak sanggup hanya untuk memegang gawai miliknya. Mungkin sekarang, layar kaca ponsel Ranesah sudah retak?Namun yang lebih dramatis lagi adalah tubuh ramping Ranesha yang seakan melelah bagaikan mentega, meluncur dari posisi duduknya di kursi dan kini pantat Ranesha sudah bersentuhan dengan lantai. Entah bagaimana bisa terjadi, tapi yang jelas, sekretaris cantik ini mungkin saja tengah bersembunyi.Karena memang tidak ada jaminan kalau pintu di depan sana tidak akan diketuk oleh siapa pun. Ranesha tidak ingin
Suasana ruangan yang terasa semakin dingin, seolah-olah dapat menyelimuti tulang dan membekukan sel darah. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat panas meskipun AC sedang menyala. Dulu ruang kerja ini bisa terasa sangat hangat dan menyenangkan meskipun ditumpuk banyak pekerjaan. Dulu ruangan kerja ini sudah Ranesha anggap seperti rumah kedua … tempat ia bisa merasa pulang.“Anda ingin membicarakan apa lagi? Saya rasa sudah cukup hanya dengan teks pesan yang Bapak kirim itu. Apa Anda masih belum puas? Ingin manyakiti saya sejauh mana lagi?” tajam Ranesha, menghadap Hail dengan posisi congkak dan wajah yang keras, seakan menegaskan rasa emosional yang ada di dalam diri.Namun, semua orang yang jika saat ini bertemu dengan Ranesha tentu bisa langsung tahu dengan satu kali lihat saja, bahwa perempuan itu habis menangis dengan sangat tragis, mata sembab nan bengkak milik Ranesha tidak bisa disembunyikan.J
Ranesha menggigit bibirnya sampai menimbulkan luka di sana. “Apa saya … memiliki kesalahan pada Anda? Padahal beberapa waktu yang lalu Anda sendiri yang bilang—”“Aku hanya berbohong saat itu,” sela Hail cepat.“H-Hanya?” ulang Ranesha gagap. Apa Hail benar-benar sejahat ini?Hail menyugar rambut dan menghela napas berat. “Apa ada masalah?”Yang benar saja? Apa kata pria brengsek ini tadi? ‘Aku hanya berbohong’ dan ‘Apa ada masalah’ katanya?Tubuh Ranesha membara, terbakar oleh api amarah bagai letusan gunung. Maka dengan langkah yang penuh dengan emosi, Ranesha mendekati Hail. Tepat pada saat itu, akhirnya pria tersebut berbalik, menghadap sang sekretaris cantik. Dan—PLAK!!Ranesha menampar keras dengan sekuat tenaga pipi kanan Hail, sampai-sampai
“A-Anda sungguh serius … dengan ucapan Anda barusan?” tanya Ranesha dengan suara yang sedikit bergetar, ia sudah mulai goyah. Namun, tidak ada satu titik pun air mata yang mengalir dari netra hezelnutnya yang indah itu. Perempuan tegar ini masih berusaha untuk mempertahankan harga diri yang sudah dijatuhkan oleh Hail begitu sangat jauh sampai ke dasar bumi.“Kenapa tidak? " Wajah yang datar. Tatapan yang dingin sampai menusuk ke tulang belulang. Ekspresi yang sangat amat Ranesha benci, pandangan seseorang yang merendahkan, dan tidak memiliki barang sedikit pun rasa peduli … apalagi empati. Kini semua hal itu ada pada diri sosok pria yang begitu Ranesha cintai. Hail Delmara.“Kau yang salah, Nona Ranesha Seibert. Harusnya dari awal, kau tidak mendekati suami orang. Ini adalah hukuman dari Tuhan untuk perempuan sepertimu.” Hail kembali melemparkan kalimat yang bagaikan belati, menusuk dan mancabik sa
“Hoaamm ….” Mata dengan netra abu-abu itu terlihat terkantuk-kantuk, sang pemilik tubuh baru saja menguap lebar, merenggangkan otot-otot badan yang terasa kaku.“Alexi!” panggil sebuah suara dari arah pintu depan.“Hm?” sahut malas pemuda yang memiliki warna rambut senada dengan matanya, abu-abu.“Kau tidak pulang? Masih betah di sini? Ayolah, pekerjaan itu bisa dilanjutkan besok!” seru suara lain lagi dengan nada yang cukup tinggi.“Hah … Bryan, Rayhan.” Alexi masih terlihat enggan untuk menoleh pada lawan bicaranya. Ia masih begitu sibuk memandang layar komputer di meja kerja. “Kalau kalian di sini hanya untuk menggangu. Lebih baik kalian berdua pergi saja sana, hush!” usir Alexi mengibaskan tangannya sekilas.“Wah, dasar orang gila kerja!” caci Rayhan dengan wajah mencibir. Ia men
Tujun tahun yang lalu. Di universitas X.“Hic … Hic … ah, sia—l!” maki seorang pemuda dengan wajah memerah yang tengah cegukan dan berjalan sempoyongan, tak tentu arah. Kadang tubuhnya oleng ke kanan atau oleng ke kiri secara tak karuan.“Di … mana jalan, huh? Hic—pulang, haha … hehe … di mana ya?” racunya sambil menyengir kuda. Dia adalah Alexi, dengan rambut asli yang pirang dan berkacamata besar. Pemuda ini tadi dipaksa minum sampai melewati batas diri oleh para senior di kampus. Merasa puas sudah menertawakan Alexi, orang-orang biadab itu pun langsung pergi.Ah, tidak pergi begitu saja sih. Mereka menyeret Alexi entah ke mana dan melempar pemuda malang itu bagai sampah jalanan. Di dalam kepala Alexi, mungkin ini adalah akibat dari dirinya yang sengaja menyembunyikan identitas. Seorang anak tunggal dari salah satu konglomerat terkenal. Seharusnya A
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda