“Papi dan Mamimu punya tujuan baik dengan menikahkan kita. Bagaimana bisa kamu menyebutnya dengan keterlaluan, Raz?” sebuah suara sontak mengalihkan upaya Razky meredakan emosinya. Razky mendecih. “Niat baik yang bagaimana?” tanyanya dengan senyum miring. “Membesarkan kedua perusahaan kita tentunya, dan mengikat persahabatan kita untuk selamanya,” jawab Syasa tegas. “Kenapa kamu keberatan? Apa karena perempuan yang kamu cintai itu? Siapa namanya, Nazwa Reng … Rengganis? Kamu masih mengejarnya, walaupun kini dia seorang janda dengan dua anak?” Syasa mengucapkan itu dengan mimik wajah yang terlihat sangat merendahkan. Razky menatap Syasa dalam. Ia menggeretakkan geraham, mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. “Jangan pernah menghina perempuan yang aku cintai, Sya!” tekan Razky dingin. “Walaupun saat ini dia seorang janda, tapi dia jauh lebih baik dari kamu!” tukasnya tajam. Syasa tertawa mendengarnya. “Kamu pasti bercanda, Raz! Bagaimana bisa aku t
Baca selengkapnya