Semua Bab Kesempurnaan Cinta: Bab 1 - Bab 10

19 Bab

Bab 1 : Pada Saat Seperti ini. Aku selalu Yakin, Jika Semua yang berlandaskan Cinta selau akan Berakhir Bahagia

        Wanita yang duduk dibawah cahaya rembulan itu, sesekali menengok kebelakang, sudah sejak hampir 30 menit dirinya menunggu sendirian hanya bersama semilir angin malam. “Anisa.” Suara lembut namun memiliki aksen berat itu akhirnya mengudara, membuat Anisa menolehkan kepalanya dan tersenyum cerah saat mendapat suaminya berjalan, dengan satu tangkai bunga mawar putih ditangan kanannya, juga kue berbentuk love ditangan kirinya, lengkap juga lilin berwana merah yang menyala. Angkanya menunjukan angka 10. Jika diingat bagaimana selama itu dirinya hidup bersama Satria. laki-laki yang lembut dan penyanyang, membuat Anisa rasanya tidak merasakan lamanya pernikahan mereka. Anisa terkikik pelan, “Kamu ini ngapain sih mas?” Kini tubuh satria mendekat, meletakan kue itu ke atas meja kayu. Kemudian medeku tepat di depan wanitanya yang sudah 10 tahun menemaninya “Sudah sepuluh tahun, tapi ras
Baca selengkapnya

Bab 2 Pernyataan Ibu begitu menyakitkan

Dalam ruangan serba putih, disinilah Anisa dan Satria berada, melihat bagaimana sang ibu yang entah hanya perasaan keduanya saja atau memang begitu adanya. Jika Ratna sedang menatap kedua insan itu dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. “Sudah sepuluh tahu ya, pernikahan kalian?” Satria maupun Anisa mengangguk, dengan ukiran senyuman yang terlontar “Jadi kapan kalian mau kasih ibu cucu?” Pertanyaan itu, sukses membuat Anisa bergetar. Hatinya mendadak berdegup kencang, apalagi aura yang dipancarkan sang ibu mertua malah mampu menujukannya ke dalam ruangan yang penuh adrenalin “Itu bukan pertanyaan yang bisa Satria jawab bu,” suaminya menjawab, dengan bahasa yang lembut seperti biasa, kemudian kepalanya menoleh pada Anisa, lalu bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. Satria tahu, jika istrinya itu sedang menyimpan begitu banyak ketakutan “Kenapa?karena itu urusan tuhan? Kalo begitu kenapa kakak kamu yang baru saja menikah 2 bul
Baca selengkapnya

Bab 3 : Karena saya Yakin, Semuanya akan Baik-Baik Saja

Pagi sekali, sekitar pukul enam. Dari dalam kamarnya Anisa sudah tidak lagi melihat Satria yang tidur terlelap disampingnya. Kemudian setelah mencuci muka dan mengosok gigi, Anisa beringsut turun dari lantai dua. Dari atas tangga, Anisa bisa mendengar suara bising dari arah dapur Begitu dia melongok kesana, bibirnya terukir sempurna, hanya karena sosok suaminya yang terlihat sedang berkutik dengan alat dapur. Melihat Satria yang sibuk di depan kompor, selalu membuat Anisa terpana. Laki-laki itu selain bisa menyayanginya bisa juga memanjakannya melalui masakan. Pernah waktu mereka belum menikah Satria mengatakan seperti ini “Gak masalah kok, kalo nanti istri aku gak bisa masak, karena aku yang akan masakin dia setiap pagi.”  Tapi kenyataannya malah Satria ditakdirkan untuk mempunyai istri yang handal dalam urusan memasak. Tapi hal itu tidak selalu membuat Satria bermalas-malasan, tetap saja laki-laki itu akan mengambil alih tugas Anisa untuk meny
Baca selengkapnya

Bab 4 dan Sekarang, Keyakinan itu Runtuh, oleh Wanita yang saya Sayangi

Satria tidak pernah menduga, jika pergulatannya dengan setumpuk berkas akan ditemani sang ibu juga, yang tiba-tiba menghampirinya ke kantor. Satria bukan tidak senang, hanya saja waktunya yang kurang tepat. Apalagi jika mengingat kejadian kemarin “Ibu ganggu kamu?” Satria menggeleng, meski dalam decap hatinya berkata iya. Tapi siapa yang berani mengatakan hal yang semacam itu? “Syukur deh. Ibu sengaja datang ke sini. Mau ada yang dibicarakan.” Satria tahu, jika ibunya sudah menyandanginya langsung, itu artinya sang ibu hendak akan berbicara sesuatu hal yang sangat penting “Satria Wiauthama. Kamu itu laki-laki berjiwa besar, lihat saja perusahaan bapak yang kamu bangun, semakin maju. Ibu bangga sama kamu. Tapi ingat nak, ini semua harus berakhir pada keturunanmu.” Satria menghela napasnya, sudah bisa dipastikan sejak tadi jika ibunya pasti akan berbicara mengenai hal ini juga “Satria tahu. Satria juga lagi berusaha bu.”
Baca selengkapnya

Bab 5 : Ibu Membawa Calon Untuk Saya

Entah mimpi apa semalam, hari ini Satria di datangi lagi oleh ibunya. Yang lebih parah, kini wanita itu membawa seseorang. Yang Satria tidak mengenalinya. Perempuan itu hanya tersenyum manis di samping Ratna, sesekali melirik ke arah Satria dengan pandangan yang penuh harap, jika boleh jujur Satria benci tatapan perempuan itu“Kenalkan ini Nela, anaknya teman ibu,” Ratna membuka suara, yang membuat perempuan di sebelahnya unjuk keberadaan dengan mengulurkan tangannya kepada Satria.Satria geming, menatap uluran tangan itu sampai akhirnya dia membalasnya, sebab tidak ada pilihan lain“Nela,” perempuan itu lebih dulu menyebutkan namanyaBarulah disusul oleh Satria “Satria,” setelah itu Satria buru-buru melepaskan tautan tangannya“Jadi maksud ibu apa, bawa Nela kemari?”Hawa-hawanya sudah bisa dihirup tidak enak, Satria bisa bertaruh jika ibunya ini bermaksud untuk mendekatkan dirinya dengan wani
Baca selengkapnya

Bab 6 : Dia yang Tidak Mau Kalah

Sepasang kaki jenjang, dibalut dengan sepasang hels yang terdengar bergemlatuk dengan marmer. Nela Amanda, wanita karir yang sudah hampir 12 tahun bekerja sebagai sekertaris perusahaan besar itu, memutuskan untuk berhenti bekerja disana. seperti yang kalian ketahui, jika sekarang ada mimpi yang harus Nela wujudkan. Yaitu menjadi istri kedua bagi seorang Satria Wiauthama. Nela sendiri sudah mengenal Satria, sejak masa perkuliahan, kebetulan Satria menjadi kakak tingkatnya. Sebenarnya Nela sendiri juga telah menaruh hati kepda Satria, namun karena Satria memilih menikah dengan Anisa. Rasa cinta itu harus terpaksa ia kandaskanDan sekarang, seperti sebuah undian berhadiah. Nela mendapati permintaan langsung dari pihak keluarga Satria, untuk memintanya menjadi istri kedua. Nela mana mau menolak. Tapi ternyata untuk menjadi istri kedua bagi seorang Satria tidak mudah, karena ada penghalang besar untuknya. Nela pikir penghalang itu harus ia mu
Baca selengkapnya

Bab 7 : Nela Jadi Sekretaris

Satria menghela napasnya saat begitu melihat Anisa sedang bergulat dengan alat dapurnya. Padahal Satria sudah mewanti-wanti agar Anisa tidak perlu menyiapkannya sarapan. Itu bisa dikerjakan Yati atau Satria bisa sarapan nanti dikantorTubuh jenjangnya menghampiri sang istri, sebentar Satria mengelus pucuk kepala Anisa. Membuat wanita itu menoleh“Mas, apaan sih.”“Aku kan udah bilang, gak perlu siapin aku sarapan.”“Itung-itung badanku gerak. Biar sekalian olahraga,kan?”Apa yang dikatakan Anisa ada benarnya. Jadi Satria tidak bisa untuk menggeleng. Untuk itu dia lebih memilih duduk dikursi, menunggu Anisa selesai memasak“Nanti aku ke kantor kamu lagi ya.”“Gak usah, kamu masih lemes kan?”Anisa menggeleng “Nggak.”“Aku gak bisa nolak kamu,Nis,” kata Satria pasrah. Karena pada dasarnya untuk mengatakan tidak kepada Anisa hatinya terasa b
Baca selengkapnya

Bab 8 : Dihina Karena Belum Juga Hamil

Anisa sedang membantu susi –asisten rumah tangga mertuanya itu menyiapkan beberapa hidangan untuk menjamu para tamu teman-teman arisan Ratna.Ini pertama kalinya, Ratna menyuruh Anisa untuk membantu Susi, biasanya Ratna akan membeli beberapa hidangan itu. Tapi katanya khusus hari ini Ratna ingin menjamu teman-temannya, dengan kue buatan AnisaAnisa sendiri tidak masalah, justru dia senang. Sebab merasa kehadirannya sangat berguna.“Bu, kuenya sudah siap,” kata SusiTadi Anisa sempat meminta Susi untuk meletakan brownis ke dalam piring hias, kini tugas Susi sudah selesai, dia melakukannya dengan baik“Kamu tolong tungguin panggangan ini ya, kayanya sebentar lagi mateng.”Susi mengangguk. Lalu setelah itu Anisa beringsut membawa brownis itu ke ruang tamu. Dimana mertuanya sedang melakukan perkumpulan arisan.Seketika semuanya menolehkan pandangannya saat Anisa sampai disana dan meletakan piring ke atas meja
Baca selengkapnya

Bab 9 : Pelukan Satria yang Selalu Hangat

Tiga puluh menit berlalu. Satria dan Anisa masih saja betah duduk berdua saling berpelukan, tepat di balkon rumahnya, seraya menatap langit malam yang dihiasi bintang.Sama seperti cinta keduanya, selalu tampak berseri layaknya bintang.meski ada segumpal warna hitam disekitarannya. Kesempurnaan cinta itu akan selalu utuh“Kamu pasti cape,kan bantuin ibu?”“Heem,” jawab Anisa dengan dehamanSatria tersenyum. Hanya untuk merasakan hatinya terenyuh.“Buat kue apa aja tadi?”“Cuman buat brownis aja.”“Masa?” Satria tampak tidak percaya“Kok kamu kaya cape banget gini,” sekali lagi Satria menatap lekat wajah Anisa, barang kali dirinya hanya salah lihat saja. Tapi sayangnya, apa yang dilihatnya benar begituAnisa ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, tentang perilaku ibu yang kasar. Tadi Ratna sempat menyuruh Anisa untuk membereskan semuanya. Padahal ada
Baca selengkapnya

Bab 10 : Anisa dan Nela Bertemu Lagi

Menyambangi kantor suaminya, adalah rutinitas hariannya. Anisa selalu membuat Satria merasa nyaman, mungkin karena itulah Satria selalu memperlakukan Anisa juga dengan baik.Kakinya melangkah memasuki lift. Orang-orang yang berada disekitarnya lantas menyapa dengan sopan.Anisa selalu berpkir apakah kehidupan mereka selalu enak. Tidak ada tuntutan apapun seperti dirinya. Tapi mana mungkin, setiap manuisa punya masalahnya masing-masing. Terkadang Anisa merasa menjadi manusia paling sedih di dunia. Ya, itu hanya prasangka dirinya saja.Meninggalkan pemikiran itu, kini Anisa melangkah menuju ruangan suaminya. Dan sudah bisa ditebak oleh kepala, jika kehadirannya pasti akan di sambut oleh Nela.Wanita itu tersenyum, kemudian bangkit dari kursinya. Seperti kemarin Nela selalu berprilaku sombong dimata Anisa.“Apa kamu sudah buat janji dengan atasan saya?” tanya Nela disengajaAnisa mendengus, Nela benar-benar wanita tidak tahu diri
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status