Anisa sedang membantu susi –asisten rumah tangga mertuanya itu menyiapkan beberapa hidangan untuk menjamu para tamu teman-teman arisan Ratna.
Ini pertama kalinya, Ratna menyuruh Anisa untuk membantu Susi, biasanya Ratna akan membeli beberapa hidangan itu. Tapi katanya khusus hari ini Ratna ingin menjamu teman-temannya, dengan kue buatan Anisa
Anisa sendiri tidak masalah, justru dia senang. Sebab merasa kehadirannya sangat berguna.
“Bu, kuenya sudah siap,” kata Susi
Tadi Anisa sempat meminta Susi untuk meletakan brownis ke dalam piring hias, kini tugas Susi sudah selesai, dia melakukannya dengan baik
“Kamu tolong tungguin panggangan ini ya, kayanya sebentar lagi mateng.”
Susi mengangguk. Lalu setelah itu Anisa beringsut membawa brownis itu ke ruang tamu. Dimana mertuanya sedang melakukan perkumpulan arisan.
Seketika semuanya menolehkan pandangannya saat Anisa sampai disana dan meletakan piring ke atas meja
Tiga puluh menit berlalu. Satria dan Anisa masih saja betah duduk berdua saling berpelukan, tepat di balkon rumahnya, seraya menatap langit malam yang dihiasi bintang.Sama seperti cinta keduanya, selalu tampak berseri layaknya bintang.meski ada segumpal warna hitam disekitarannya. Kesempurnaan cinta itu akan selalu utuh“Kamu pasti cape,kan bantuin ibu?”“Heem,” jawab Anisa dengan dehamanSatria tersenyum. Hanya untuk merasakan hatinya terenyuh.“Buat kue apa aja tadi?”“Cuman buat brownis aja.”“Masa?” Satria tampak tidak percaya“Kok kamu kaya cape banget gini,” sekali lagi Satria menatap lekat wajah Anisa, barang kali dirinya hanya salah lihat saja. Tapi sayangnya, apa yang dilihatnya benar begituAnisa ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, tentang perilaku ibu yang kasar. Tadi Ratna sempat menyuruh Anisa untuk membereskan semuanya. Padahal ada
Menyambangi kantor suaminya, adalah rutinitas hariannya. Anisa selalu membuat Satria merasa nyaman, mungkin karena itulah Satria selalu memperlakukan Anisa juga dengan baik.Kakinya melangkah memasuki lift. Orang-orang yang berada disekitarnya lantas menyapa dengan sopan.Anisa selalu berpkir apakah kehidupan mereka selalu enak. Tidak ada tuntutan apapun seperti dirinya. Tapi mana mungkin, setiap manuisa punya masalahnya masing-masing. Terkadang Anisa merasa menjadi manusia paling sedih di dunia. Ya, itu hanya prasangka dirinya saja.Meninggalkan pemikiran itu, kini Anisa melangkah menuju ruangan suaminya. Dan sudah bisa ditebak oleh kepala, jika kehadirannya pasti akan di sambut oleh Nela.Wanita itu tersenyum, kemudian bangkit dari kursinya. Seperti kemarin Nela selalu berprilaku sombong dimata Anisa.“Apa kamu sudah buat janji dengan atasan saya?” tanya Nela disengajaAnisa mendengus, Nela benar-benar wanita tidak tahu diri
Selagi Anisa masih di kamar mandi, Satria berniat untuk menghubungi Monika sekretarisnya yang lama, pasalnya dia pergi tanpa seucap pamit pun kepadanya.Itu membuat Satria merasa kehilangan juga.karena dibanding Nela jelas Monika adalah sekretaris terbaiknyaTanpa menunggu lama, sambungan telponnya terhubung dengan sang empu“Hallo pak? Maaf, tumben hubungi saya. ada hal penting kah?”Mendengar suara Monika dibalik telpon membuat Satria menghembuskan napasnya lega. Sebab sejak kemarin dirinya menelpon wanita itu tapi nomornya tidak kunjung aktif“Kamu keterlaluan. Pergi tanpa pamit sama saya.”Hening beberapa saat, sebelum akhirnya Monika menjawabnya dengan nada yang terdengar sedikit gelagapan “Ah, maaf pak sebelumnya. Saya juga sebenarnya kaget, tiba-tiba dipindahkan untuk bekerja di kantor cabang, pada hari bapak pulang terburu-buru saya sempat menemui bapak di depan pintu. Tadinya saya mau
Mobil sedan berwarna hitam itu terhenti di depan rumah mewah yang memiliki nuansa putih sebagai warna cat temboknya. Keluarlah sosok wanita yang terlihat manis dengan pakaian elegannya. Sebelum beranjak masuk ke dalam rumahnya, Anisa memberi kata terima kasih terlebih dahulu kepada pak Rahmat.Beliau memang sangat berjasa. Setidaknya untuk kehidupannya. Jika tidak ada pak Rahmat, Anisa pasti kelelahan untuk pulang pergi setiap harinya.Saat tibanya di dalam rumah, buru-buru Yati menghampiri Anisa. Sepertinya ada hal yang ingin wanita itu katakan“Bu. Nyonya Ratna ada di sini,” katanya.Yang sukses membuat Anisa terkejutPikirnya, ada apa Ratna datang kemari, apakah akan mengatakan hal-hal buruk yang seperti kemarin.“Dimana ibu sekarang?”Membuang jauh pikiran buruknya itu. Anisa berusaha untuk tetap baik kepada mertuanyaYati menunjuk menggunakan panda
Meski ada Yati yang mengurus semua pekerjaan rumah. Anisa tetap saja andil, seperti dalam urusan menyiapkan makan malam.Biasanya Anisa hanya akan mengambil pekerjaan yang ringan, seperti menyiapkan meja makan dengan segala menu hidangan yang dimasaknya.Jika untuk urusan memasak Yati yang melakukannya. Anisa bukan tidak bisa, hanya saja Yati yang selalu memintanya untuk diam.“Kamu bisa istirahat sama makan malam,Yat. Biar sisanya saya yang kerjain,” kata Anisa. Satu tangan sebelah kanannya mengambil satu mangkuk besar berisi sayur sop wortel kesukaan RatnaTerlihat wanita yang umurnya lebih muda dua tahun dari Anisa itu mengangguk “Baik bu, terima kasih.” Setelah mengucapkan kata terima kasihnya, Yati undur diri seraya membawa satu piring makanan. Biasanya Yati akan makan dikamarnya sambil menonton sinetron kesukaannya.Suara denting karena mangkok dan permukaan meja kaca mengudara, saat Anisa meletakan mangkuk itu. Dalam
Beruntung Nela memiliki teman yang mempunyai usaha restoran, dan menyediakan menu yang Satria inginkan.Sebenarnya Satria juga malas harus meminta ini kepada Nela, Satria tahu itu malah akan membuat Nela menjadi memiliki ruang untuk masuk ke dalam hatinya.Saat Nela sedang menyiapkan makanan, selagi Satria masih ditoilet. Ponsel Satria yang ia letakan di atas meja itu berdering menampilkan nama Istriku. Nela tahu itu adalah AnisaDengan liciknya Nela menggeser nomor itu ke tombol merah. Menolaknya.“Ganggu aja!” gumamnyaKemudian tangannya kembali menata kotak-kotak makanan. Suara derap langkah Satria mengudara, Nela lantas menoleh, tersenyum kemudian.“Makanannya sudah siap pak.”Seraya melipat kemeja panjangnya sampai sikut, Satria duduk melihat deretan makanan yang bahkan lebih dari ekspetasinya“Kamu gak tuangin pelet kan?” Satria agaknya curigaNela terkekeh “Saya gak sampai
Entahlah sudah berapa lama Anisa disini. Dikantin rumah sakit yang beruntungnya sedang sepi. Anisa bisa menikmati suasana dengan tenang. Mungkin ada beberapa suara dentingan sendok dan piring dari beberapa orang. Dan Anisa tidak sama sekali tertarik untuk makan juga sama seperti merekaAnisa hanya memesan satu gelas satu teh hangat. Dia pikir teh hangat itu bisa meredakan segala jenis rasa sakit hatinya.Fahmi dan Anya, sejak tadi terus saja berkata yang memojokannya jika jatuhnya ibu sakit itu karena berasal dari permasalahannya yang tidak kunjung hamilAnisa sendiri merasa sedih, sebab apa yang ia alami bisa berdampak juga bagi orang lain. Anisa tentu saja merasa dirinya tidak berguna sama sekaliSampai akhirnya, Anisa bisa merasakan sosok Satria duduk di depannya. Dengan kemeja kerjanya yang tampak kusut, dasinya melonggar dari simpulnya. Terlihat jelas jika laki-laki itu sama hancurnya. Atau mungkin lebih“Kok gak di minum?” tanyany
Pada akhirnya Satria hanya bisa menatap kepergian Anisa, dan meratapi keberadaannya bersama Nela disatu ruangan rawat inap vvip iniIngin hati menjauhi Nela, agar tidak menimbulkan perasaan apapun lagi pada wanitu itu, namun ibunya seakan menjadi penghalang untuknya.Itu membuat Satria mau tidak mau harus menerima. Kini dia duduk di sofa, melihat bagaimana sang ibu sedang disuapi buah jeruk oleh wanita yang sangat ia hindari. Ibunya tersenyum seperti senang dijamu oleh NelaKemudian, Ratna menatap Satria “Kata Nela, kamu izin buat cuti itu benar?”Satria mengangguk “Tadinya besok pagi. Tapi mana rela aku tinggalin ibu dalam kondisi seperti ini.”Ratna tersenyum, hatinya berbunga saat diprioritaskan oleh Satria “Anisa yang minta kamu buat cuti?”Satria menggeleng “Aku sendiri.”“Kemana tujuan liburan kamu?”“Bukan kemana-mana, cuman akan mengunjungi rumah orang tu