Home / Romansa / Dinikahi CEO berstatus Duda / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dinikahi CEO berstatus Duda: Chapter 31 - Chapter 40

103 Chapters

kahangatan

"Kalian ngapain disana?"Anna dan Suryono terperanjat kaget. Ia menoleh ke arah Adrian yang berdiri tegap memandangi mereka. "Enggak ngapa-ngapain tuan. Saya dan mbak ini gak sengaja bertemu disini" jelas Suryono. Adrian menyipitkan mata, berjalan menghampiri keduanya."Kamu ngapain disini An? Ada yang sakit?" tanyanya Adrian dengan wajah datar. Anna berdecak, ia menatap wajah Adrian yang masih sama. Angkuh dan dingin. "Tidak, saya hanya haus" jawab Ayana cepat berlalu meninggalkan Adrian. Adrian menggelengkan kepalanya menatap kepergian Anna, sementara Suryono dibuat menunduk menunggu tuannya yang berdiri menghalangi jalannya. "Apa sih, gak jelas" gumam Adrian sudut bibirnya terangkat membentuk lengkungan. Matanya berbinar menatap Anna yang tengah meneguk segelas air putih ditangannya. "No, kamu tunggu saya diluar ya. Saya haus, mau minum dulu" ucap Adrian tanpa menoleh kearah Suryono sedikit pun. Kakinya melangkah menjauhi Suryono.Suryono hanya mengangguk tanpa curiga sedik
Read more

laporan

Ditengah-tengah obrolan hangat Adrian bersama Ajeng, tiba-tiba saja ponsel Adrian berdering nyaring diatas meja membuat atensi keduanya teralihkan pada benda pipih tersebut. Mata Adrian memicing saat benda pipih itu ia ambil, terpampang nama Rama di layar tersebut tengah muncul dengan simbol panggilan video. Adrian heran, tak biasanya Rama memanggil dirinya dengan video, biasanya pemuda itu selalu anti akan panggilan tersebut. Untuk menghapus rasa penasarannya segera Adrian menggeser tombol hijau itu keatas. Wajahnya semeringah ketika dua bocah kesayangannya yang menenuhi layar ponselnya. "Assalamualaikum, kesayangan ayah""Waalaikumsalam, ayah lagi ngapain? Udah sarapan? Ayah disana lagi musim apa? Disini lagi hujan deras loh ayah ... "Adrian tersenyum mendengar celotehan Ratu yang wajahnya hampir saja menenuhi layar ponsel , putrinya itu sungguh menggemaskan."Dek, jangan gitu dong. Abangkan juga pengen lihat ayah, ayo bagi sini" Terdengar keluhan Raja dengan berusaha merebut
Read more

ruang operasi

Adrian serta keluarganya Anna berjalan mengikuti brankar yang dibawa beberapa perawat menuju ruang operasi. Wajah tegang menyelimuti mereka, sementara Anna beberapa kali menatap langit-langit rumah sakit dengan hembusan napas gusar. Pasrah. Dirinya kini rela akan apa yang terjadi dalam kehidupannya, melihat wajah ayah dan ibunya membuat Anna yakin jika keputusan orang tuanya adalah yang terbaik. "Bismillah ya sayang, ibu doakan semua berjalan dengan lancar" bisik Ajeng menggenggam tangan Anna. "Berdoalah sebanyak mungkin, ayah disini menunggu kamu kembali" bisik Dirgantara bergantian. Bisikan itu bagai motivasi buat Anna, ia tidak boleh menyerah dalam hidup. Ada kedua orangtua nya yang masih menginginkan ia untuk tetap bersama mereka. Brankar pun berhenti tepat di depan ruang operasi, sebelum brankar tersebut dimasukan keruangan operasi, Adrian dengan sopan meminta kepada para perawat agar memberinya kesempatan untuk berbicara dengan Anna. "Anna, saya tidak tau apa yang ak
Read more

patah hati terhebat

Satu jam pasca operasi, Anna tersadar. Pandangannya kosong menatap langit-langit ruangan yang serba putih tersebut. Matanya berair, bibirnya pucat. Sedetik kemudian tangisnya pecah, terdengar begitu keras membuat ketiga orang yang menemaninya terkejut. "Sayang, kamu kenapa? Apa ada yang sakit nak? Dimana?" lembut Ajeng bertanya berusaha menenangkan. Anna menggeleng, tangisnya malah semakin menjadi. terdengar begitu pilu. "Ibu ... " sesak Anna memanggil. Dadanya serasa terhimpit bebatuan besar. Sekuat mungkin Ajeng berusaha tegar, tangannya dengan hati-hati merengkuh tubuh yang rapuh itu."Minum dulu, tenangkan hatimu" sigapnya Adrian memberikan segelas air minum pada Anna. "Iya nak, minum dulu. Isighfar sayang," lanjut Dirgantara mengelus rambut Anna. Anna menggeleng, ia masih saja meneruskan tangisnya dengan tersedu-sedu. Pikirannya kacau, setelah ini ia tak tau lagi harus melanjutkan hidup atau mengakhirinya.Anna prustasi, ia benar-benar kehilangan jati dirinya, impia
Read more

Labirin emosi

Anna merasa detak jantungnya berhenti sejenak, matanya membulat tak percaya mendengar kata-kata Adrian. Ia menatap pria itu dengan campuran perasaan bingung, marah, dan terkejut."Sudahlah, Adrian. Jangan bercanda seperti itu," ujar Anna, mencoba meredakan kebingungannya. Ia percaya bahwa laki-laki dihadapannya itu sedang menghibur hatinya."Tidak ada yang lucu dalam hal ini, Anna. Saya serius. Saya ingin menggantikan tempat Mario dalam hatimu," kata Adrian dengan tatapan tajam.Anna memandang Adrian, mencoba membaca ekspresi di wajahnya. Apakah benar ini Adrian yang baru ia kenal? Apa maksud perkataannya? Bukankah lelaki itu bahkan tidak menyukainya? Bukankah lelaki itu membencinya, lalu apa maksud dari perkataannya.Sekelumit tanya hadir dalam benak Anna, ia merasa aneh dengan sikap Adrian saat ini.Anna merasakan kebingungan dan keraguan memenuhi ruang di antara mereka. "Adrian, apa yang membuatmu menjadi gila seperti ini? Jangan bercanda perihal rasa, kau sangat mengejutkanku. Tolo
Read more

Antara kebahagiaan dan tanggung jawab

Seminggu berlalu, masa pemulihan Anna dirumah sakit ternama itu sudah selesai. Kedua orang tua Anna kini tengah bersiap membereskan baju-baju Anna.Seminggu itu pula, Adrian tidak lagi menemuinya. Semua seperti biasanya, mereka kembali terasa asing."Pah, bagaimana dengan kabar Adrian?" tanya Anna tiba-tiba membuat kedua orang tua yang tengah sibuk mengemas keperluan Anna menoleh bingung."Apakah ayah tidak salah dengar bund? Anak kita nanyain siapa tadi?" Sedikit menggoda anna, Herman bertanya kepada istrinya."Iya pah, bunda juga dengar. Adrian ya" jawab istrinya sembari cekikikan.Mendengar hal itu, membuat pipi Anna merona. Entahlah, sejak seminggu ini Anna begitu bimbang dengan perasaannya. Satu sisi Anna masih mencintai Mario, di satu sisi Anna mengagumi keberanian Adrian seminggu lalu."Ih ..." rengek Anna dengan malu."Kenapa sayang, apa yang belum kita ketahui tentang Adrian? Apa Adrian membuat masalah sama kamu?" tanya ibunya dengan mendekati Anna.Anna memandang ibunya deng
Read more

Masih belum ada kejelasan

Hari-hari telah berlalu, kini Anna telah sembuh total dari penyakit mematikan itu. Ia pun kini sudah mulai beraktivitas seperti biasa, berkutat dengan obat-obatan di ruang apoteker.Namun, setiap kali Anna melihat botol obat dengan label yang akrab, ingatannya selalu membawanya kembali pada masa-masa sulit saat dirinya terbaring lemah. Jika bukan karena beberapa orang, mungkin saat ini Anna masih harus berjuang dengan penyakitnya, terus menerus meminum obat yang sama tanpa tau kesembuhannya kapan."Jangan dipikirkan, itu sudah masa lalu. Fokuslah dengan kehidupanmu yang sekarang"Seketika Anna mengerjap, mendengar ucapan seseorang dibalik kaca."Kamu," lirih Anna.Adrian tersenyum, matanya menyipit memperhatikan wajah Anna dari balik kaca tersebut."Apa kabar, senang bisa melihatmu bekerja kembali" sapa Adrian. Anna menggeleng, ia berusaha menetralkan degup jantungnya."Alhamdulillah, ada perlu apa kesini? Mau tebus obat? Buat siapa?""Tanyanya bisa satu-satu bu? Saya bingung mau jawa
Read more

2

Hari-hari terus berjalan, atmosfer di antara Anna dan Adrian tetap tegang namun penuh ketidakpastian. Kehadiran Mario sebagai kekasih Anna menjadikan setiap pertemuan itu menjadi sumber dilema bagi keduanya.Seperti saat ini, keduanya tidak sengaja bertemu di mall dengan si kembar dikedua sisi Adrian yang menyapa Anna dengan antusias."Tante Cantik!" Ratu terus saja berteriak kegirangan. Anna tersenyum, ia terpaksa menghampiri ketiganya."Hallo Ratu Raja, apa kabar?" tanya Anna ramah sedikit membungkuk mensejajarkan tubuhnya dengan kedua anak lucu itu."Alhamdulillah kami baik, tante apa kabar? Katanya tante sakit, sekarang udah gak sakit lagikan ya?"Anna tersenyum lembut, "Alhamdulillah, sekarang sudah jauh lebih baik, sayang."Adrian berdiri di sebelah Anna dengan senyum tipis. Mata mereka bertemu sejenak, menciptakan keheningan yang tidak nyaman. Ratu yang peka merasakan atmosfer yang berubah, bertanya dengan polos, "Ayah, kenapa mukanya gitu?"Anna tersenyum mencoba menyamarkan
Read more

Pilihan yang harus kamu tegaskan

"Assalamualaikum, Anna pulang" lirih Anna berusah untuk tidak menangis nyatanya tidak bisa ia lakukan. Air matanya kini mengalir deras ke pipinya, Anna terisak berlari menuju kamarnya menghiraukan ayah dan ibunya yang tengah berada diruang tengah."Kamu kenapa nak?!" tanya Dirgantara sembari berteriak khawatir.Anna tak menggubris, ia berlari ke kamar dengan bergetar hebat. Melihat hal itu, membuat Dirgantara dan Ajeng khawatir."Ada yang tidak beres ini, pasti gara-gara Mario. Anak itu ..." Kesal Dirgantara menuduh Mario yang menjadi penyebab utama kesedihan putrinya itu."Hush, jangan suudzon dulu. Papah tunggu disini, biar mamah yang menghampiri Anna. Biar mamah yang tanya" ucap Ajeng dengan segera berjalan menuju kamar Anna.Dirgantara yang masih tersulut emosi, segera mengambil ponsel dan menelpon Mario untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Membuka pintu kamar Anna langsung menjatuhkan tubuhnya keatas kasur, tangisnya pecah seketika. Teringat ucapan Mario yang tidak mempe
Read more

Menerimanya

Sepagi ini ruang makan sudah hidup dengan kehadiran Adrian dan kedua anaknya yang membantu Ajeng menghidangkan sarapan.Di meja makan, aroma nasi goreng dan kopi segar menyatu, menciptakan suasana hangat di pagi yang cerah. Adrian tersenyum melihat kedua anaknya sibuk membantu Ajeng. "Maaf ya tan, anak-anak memang sudah terbiasa membantu omanya tiap pagi. Maaf jika kehadiran mereka mengganggu aktivitas tante pagi ini"Ajeng tersenyum ramah, "Tidak masalah, Adrian. Mereka malah membuat pagi ini lebih ceria." Ajeng memandang anak-anak Adrian dengan penuh kehangatan.Anak-anak itu, dengan penuh semangat, terus membantu Ajeng menata hidangan di meja. "Oma, kue-kue ini cantik sekali!" seru Ratu sambil mengamati kue-kue yang tersusun rapi. Ajeng tersenyum bangga."Nih, cicipilah. Oma mau ke kamar tante Anna dulu ya."Ratu dan Raja menerima kue dengan senyuman cerah. Sementara mereka asyik menikmati kue, Adrian menghampiri Dirgantara yang baru saja keluar dari kamarnya."Selamat pagi Om, sar
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status