Semua Bab Kita yang Menjadi Kita: Bab 101 - Bab 110

115 Bab

Waktu Untuk Sembuh

 Hidung perempuan manis itu memerah karena menangis terlalu keras. Sekarang ia masih sesegukan tapi telah bisa mengendalikan dirinya. Pada akhirnya Rena tidak bisa membenci suaminya, hanya saja rasa kecewa itu masih ada.“Aku minta maaf jika terasa perih.” Suara Rena yang serak memecahkan kesunyian. Ia masih merasa berduka karena kebenaran itu, tapi ia masih merawat suaminya. Ia tidak bisa tinggal diam saat melihat darah dari luka di lengan Luke tidak juga berhenti mengalir.Luke hanya mengangguk dengan senyuman yang lebar, terlihat mencoba menghibur istrinya. Ia tahu Rena merasakan duka yang mendalam terutama saat mengetahui ia tidak lagi memiliki ibu dan ayahnya di dunia. Tapi ia tidak sampai terpuruk, tidak sampai tidak terkendali. Nyatanya Rena sangat kuat dan tegar dibalik sosoknya yang lemah lembut.Suasana diisi dengan hening. Rena terlalu berkonsentrasi membersihkan luka Luke. Sedangkan Luke menatap wajah istrinya dalam.&
Baca selengkapnya

Malaikat Pembunuh Tercantik

 “Kamu terlihat terlalu baik-baik saja untuk seorang suami yang baru saja dicampakkan oleh istrinya.” Celetukkan Jeffrey membuat Luke terkekeh singkat. Candaan itu benar-benar menyindirnya.Pagi ini Luke dan Rena bangun pagi-pagi sekali. Rena membawa barangnya dan Edrick dengan cukup banyak, mengingat mereka masih tidak membuat rencana untuk kembali. Sedangkan Luke hanya mengantarnya, melepaskannya dengan ciuman di kening dan ciuman di pipi gembul putranya.“Aku harus baik-baik saja. Meski jauh, kehidupan Rena dan Edrick masih aku topang. Penghasilan dari Perusahaan Martin adalah hak milik mereka. Oleh karena itu aku harus sangat baik agar dapat memastikan mereka tidak hidup menderita saat jauh dariku.” Luke menyahut dengan tenang. Ia sebenarnya merasa frustasi, tapi bayangan senyum Rena dan tawa Edrick menjadi penguatnya. Perusahaan Martin sekarang telah benar-benar miliknya sebagai suami Rena berkat gugatan yang ia ajukan agar per
Baca selengkapnya

Melelehkan Hati Beku

 “Ayah.” Luke menyapa ayahnya dengan suara yang terdengar tenang setelah ia sampai di depan ayahnya sendirian. Jeffrey berada di luar karena memang hanya dirinya saja yang diperintahkan untuk masuk. Ia dibesarkan dengan kekakuan, tidak ada kedekatan berarti di antara keduanya. Ayahnya sangat sering memandangnya tanpa senyum dan ia sudah terlalu terbiasa dengan itu. Sudah terbiasa untuk berlaku seperti bukan seorang putra.Ayahnya sedang duduk dengan ditemani secangkir kopi pahit di rumah masa kecilnya. Rumah yang menjadi saksi bisu dari kisah cinta pertamanya. Rumah ini, rumah yang dirindukan tapi juga ditakutinya. Banyak lukisan memori yang tergambar di dinding-dinding yang putih dan kokoh itu. Kisah manis saat berbagi tawa dan waktu yang panas. Kisah pahit saat kehilangan kepercayaan dan kekuatan untuk mencintai. Apapun yang terlukis di sana, itu adalah perpaduan sempurna dari mimpi indah yang dibumbui kopi hitam.“Akhirnya kamu datang.
Baca selengkapnya

Permata Berbaju Lumpur

 Sudah lebih dari sebulan Luke hidup terpisah dengan istri dan anaknya. Ia tidak sakit, tidak juga terluka. Intinya ia tidak ceroboh dalam menjalani kehidupannya yang kini berisi kesedihan. Ia menjaga dirinya semampu yang ia bisa. Ia memakan makanan sehat yang Riana masak untuknya. Ia juga menjaga waktu istirahatnya meski beberapa kali harus mengonsumsi obat tidur yang ia dapat berkat resep Helena.Ia mengedarkan pandangan di sekitar kamar ia dan Rena. Kamar ini terasa dingin sekarang karena tanpa kehangatan Rena. Tempat ini seperti membeku, sama seperti memorinya yang membeku pada kenangan yang sama. Kecantikan Rena, keindahan dan keanggunannya selalu terbayang di pelupuk mata hitam bulat itu. Rena dengan pakaian serba putih pada hari pernikahan mereka selalu muncul di padang bunga daisy dalam tidurnya. Jika saja itu adalah mimpi indah, tapi nyatanya itu adalah mimpi buruk bagi Luke yang sedang belajar bersabar. Mimpi itu seakan memaksanya untuk menyeret istriny
Baca selengkapnya

Cara Kerja Cinta

  “Kamu mengacaukan riasanku. Aku malah menangis karenamu sekarang.” Alexa terdengar marah dengan main-main, tinjunya mendarat ringan di bahu Luke yang kokoh. Sedangkan Luke menyahut itu dengan tawa, tahu bahwa Alexa telah merasa cukup baik.“Baiklah. Maafkan aku.” Luke menyahut di sela suara tawanya yang renyah.“Sudahlah, bukankah kamu katakan kamu ingin berbicara? Bicaralah, aku akan mendengarkanmu.” Alexa mengusap wajah penuh air matanya perlahan, berusaha benar untuk tidak merusak riasannya. Kemudian ia duduk dengan tubuh yang tegap, terlihat siap dibawa arus percakapan Luke.“Aku tidak membicarakan hal yang berat. Jadi kuharap kamu akan bersantai.” Luke mengatakannya untuk mencairkan suasana, ia tidak ingin jika nanti Alexa malah ikut terbebani.“Aku sedang bersantai. Bicara saja.” Alexa berhasil meyakinkannya kalau pembicaraannya tidak akan membebani pihak lain.&l
Baca selengkapnya

Tipu Muslihat

 Rena tampak mengerutkan kening dengan wajah penuh permintaan maaf. Sekarang ia berada di rumah seorang sahabat Alexa untuk menginap. Alexa mengatakan padanya bahwa seorang pelanggan memanggilnya tiba-tiba sehingga ia harus bekerja. Sedangkan Rena ia titipkan kepada seorang teman agar ia merasa tenang saat bekerja. Rena sempat menolak, tapi Alexa terlalu keras kepala untuk ia sanggah. Alexa mengatakan kalau ia ingin Rena di tempat yang aman, terlebih temannya memang sudah beberapa kali menampung Rena karena permintaan Alexa.“Maaf jika aku dan Edrick mengganggumu saat malam sudah mulai larut.” Rena meraih secangkair teh yang orang itu berikan, bermaksud berbincang sedikit bersama teh dan cookies yang Rena bawa. Ecrick sudah ia tidurkan di kamar tempat ia biasa menginap.“Tidak masalah. Lagipula Kris tidak pulang malam ini, kehadiranmu dan Edrick membuatku tidak kesepian. Terlebih kamu adalah teman baik Alexa. Teman baik sahabatku
Baca selengkapnya

Pulangku Adalah Kamu

 Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia
Baca selengkapnya

Budak Keegoisan

  Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Baca selengkapnya

Ronta Keengganan

  Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Baca selengkapnya

Demi Melindungi

 Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status