Home / Pernikahan / Istri Pengganti / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Istri Pengganti: Chapter 1 - Chapter 10

30 Chapters

Prolog

Gadis kecil kembar yang sangat cantik mengenakan gaun putihnya. Usia mereka tiga tahun. Dua putri dari laki-laki tampan bernama Adnan Wijaya sedang bermain bersama sang Mama, yaitu perempuan berstatus istri bagi Adnan. Sedangkan lelaki itu tengah bersiap-siap untuk pernikahannya. Lalu duduk pada tepian tempat tidur. Terlihat kesedihan bercampur rasa marah pada wajah yang terus menatap Hana. Hana pun enggan memandang Adnan disana, ia takut tidak bisa menahan air mata. Senyum palsu merekah ketika meladeni kedua putrinya yang mengoceh bertanya. “Han. Apa kamu sudah memikirkannya lagi?” Adnan membuka suara. Ia masih tak habis pikir. Ide gila macam apa ini! dirinya tahu bagaimana sakitnya di madu. Hana menoleh sesaat, kemudian mendekat. Duduk disamping Adnan yang sudah mengenakan pakaian pernikahan. Memegang tangan suaminya. “Mas. Aku baik-baik saja. pernikahan ini sudah aku pikirkan sejak lama. sebelum anak kita genap tiga tahun. Dan sesuai janjik
Read more

Episode 1

Sepulang dari tugasnya sebagai dokter, Adnan dengan penuh gembira membawa hadiah kecil untuk putri kembarnya. Disambut senyum hangat sang istri sembari mengambil dan membawa tas kerja yang ia bawa.“Sayang. Muka kamu pucat. Kamu sakit? Ayo aku periksa sebentar.” pria itu sedikit khawatir.“Tidak usah, Mas. Ini Cuma kecapek-an, nanti bisa sembuh sendiri sehabis istirahat.”Adnan meng-iyakan dan tak ambil pusing pada kondisi si istri. Mungkin benar hanya letih biasa. Kemudian ia melangkah menuju kamar dan langsung membersihkan diri. Bau obat masih melekat pada bajunya. Barulah dua bocah kembar menghampiri ayahnya yang sedang berganti pakaian. Memeluk kaki Adnan pada masing-masing sisi, meminta di gendong.“Anak Papa sudah bisa minta ini itu, ya?” ia berjongkok lalu mengecupi pipi anaknya gemas.“Ayo kita temui Mama dibawah.”Dari kejauhan Adnan melihat istrinya sedang menyiapkan makan malam, soso
Read more

Episode 2

***Hana dan seorang laki-laki yang di panggilnya paman sedang berbincang serius, terlihat ada perdebatan kecil setelah itu. Terdengar si Paman berulang kali mengatakan hal yang sama, tetap saja perempuan berjilbab tak mengindahkannya.“Adnan suami kamu, Han. Bahkan dia sangat berhak untuk tahu.”“Tidak, Paman. Aku tidak ingin menyiakan waktu seperti papa dulu. Kebersamaannya dengan kami bisa dikatakan sedikit, waktunya dihabiskan untuk kemoterapi berlanjut radioterapi sampai…” istri Adnan tak sanggup melanjutkan.“Resepkan saja obatnya paman, setidaknya memperpanjang waktu untukku membahagiakan Mas Adnan dan anak-anak meski sebentar.”Pria itu menghela napas, tak mengerti maksud perempuan pemilik senyum manis ini.“Kamu masih bisa sembuh, Han. Paman yang akan langsung menanganimu.” Suryo bersikekeh.Hana terdiam, enggan melanjutkan obrolan mereka yang ujung-ujungnya pasti berdeba
Read more

Episode 3

Di depan sebuah kamar dimana Hana terbaring, laki-laki dengan wajah kusut sedang bersandar pada kursi ruang tunggu. Sudah di pastikan dia menunggu istrinya, Hana. Dengan rambut acak-acakan lupa akan waktu. Adnan tidak ingin meninggalkan ibu dari anaknya walau sedetikpun.Dering telepon mengganggu lamunan suami Hana, tertulis nama ibu Dahlia pada layar ponselnya. Tentu saja bukan pemilik ponsel yang menghubungi, melainkan Bibi pekerja sekaligus pengasuh si kembar. Ibu Dahlia hanya meminjamkan benda pipih tersebut.Perempuan paruh baya itu menghubungi melalui panggilan video. Sejujurnya Bibi tidak bisa menggunakan handphone. Pada usia yang terbilang tidak muda lagi, Bibi sudah tidak berniat belajar menggunakannya. Maka dari itu, bibi meminta tolong ke pekerja bagian mencuci pakaian. Umurnya juga lebih muda jika dibandingkan si bibi.“Papa.”“Papa.”Ayanna dan Anthea bergantian memanggil sang ayah. Jangan lupakan kata terjelas
Read more

Episode 4

***  Disaat pintu kamar tidur terbuka, Adnan mengalihkan pandangan, Melihat perempuan disana berjalan mendekati meja rias. Melucuti jilbab bermotif dari merk tertentu.Adnan memberi senyum kepada istrinya, sambil melangkah kearah tempat tidur. Terdengar helaan napas kasar dari sisi meja rias, Hana sedang gugup rupanya. Ada sesuatu yang harus ia bicarakan pada Adnan. Sedangkan pria itu masih terduduk pada sisi kasur, memainkan ponsel sebelum ia tidur.Hana mendekat “Mas. Ada yang ingin aku bahas denganmu. Tapi sebelumnya aku memiliki alasan kuat untuk ini” Adnan beralih menatap istrinya dengan raut penuh tanya.Perempuan yang sudah tak berpenutup kepala lagi terdiam sesaat. Kembali mencerna sesuatu yang dituju. Benarkah keputusannya? Yang pasti, Hana harus mencoba terlebih dahulu. Bisa saja spekulasinya salah -  berupa penolakan dari Adnan.“Apa perlu… aku mencarikan perempuan baik untukmu?” cicit Hana, tida
Read more

Episode 5

“Mbak, saya ambil minum dulu.” Arum meninggalkan istri Adnan sendirian di ruang tamu. Tampak mata Hana menyapu ruangan rumah pak Pramono. Satu foto zaman dulu berbingkai kayu sederhana, terdapat salah satu pria yang ia kenali. Dalam foto tersebut ada dua laki-laki ber-usia dua puluhan. Setelan celana pendek khas di zaman-nya, sekitar tahun 80-an, dan baju kaos yang terlihat kusam. “Bagaimana kabarnya, Hana?” sapaan dari pak Pramono. di iringi kedatangan Arum yang membawa air putih. Hana pun tersenyum, ia bisa merasakan bahwa keluarga ini sangat menghargai orang lain. ayah Arum yang begitu lembut memulai obrolan. “Baik, Pakde.” “Maaf, mbak. Cuma air putih. Aku takut kalau minuman lain mbak nggak bisa” Arum khawatir menghidangkan minuman yang salah. Sedikit banyak ia tahu bahwa penyakit Hana tidak boleh sembarang makanan atau pun minuman di konsumsi. Pak Pramono cukup terkejut dengan kedatangan Hana secara tiba-tiba. Jujur saja, sedari t
Read more

Episode 6

Palidase hitam berhenti tepat di halaman rumah keluarga Pramono. Mereka terkejut, mobil siapa sebagus itu? kalau di pikir-pikir, Arum tidak pernah mengajak seorang teman yang memiliki mobil mewah – terlihat berkilau secara keseluruhan.Laki-laki dengan pakaian rapi menghampiri pria paruh baya yang sedang berdiri di ambang pintu, raut pria paruh baya tadi terlihat heran.Di saat pemilik mobil palidase tepat berdiri di hadapan tuan rumah, barulan ayah Arum mengenali siapa lelaki rapi tersebut. Adnan. Entah gerangan apa yang membuatnya mengunjungi keluarga Pramono, setelah lima hari kedatangan Hana.“Assalamualaikum, Pak.” Sapa Adnan tersenyum tipis.  Lalu disambut oleh pemilik rumah, “Walaikumsalam.” Mereka saling bersalaman.“Kamu sendirian, Nan?” pak Pramono memastikan, Ia juga tak mendapati Hana datang bersama Adnan. Dan dijawab anggukan saja oleh pria itu.Kemudian mempersil
Read more

Episode 7

Kabar gembira sudah tersampaikan ke telinga Hana, juga keluarga Adnan. Bagaimana keluarga Wijaya bisa menyetujui pernikahan ini? di balik itu semua, ada perbincangan yang hanya diketahui pihak mertua dan menantu. Entah sejak kapan, pastinya Adnan tidak tahu.Satu bulan lamanya, kondisi istri Adnan belum menunjukkan perubahan yang benar-benar menyatakan bahwa tubuh itu pulih. Namun, ia memaksa untuk ikut hadir dan melihat langsung pernikahan Arum dan sang suami.Polesan lipstick bisa menutupi bibir pucatnya.“Han. Kamu tidak masalah?” istri Wirahardi menatap lembut Hana, dirinya tampak tidak tega melihat perempuan baik sebagai menantunya ini.“Aku baik-baik saja, Ma.” Sahut Hana menenangkan, kentara senyum palsu yang tercetak pada wajah putih itu.Hana sangat tahu keluarga dari Adnan begitu menghargai dan menyayanginya, terlebih Wirahardi yang lembut ketika berbicara, menganggap layaknya Hana memang putri kandung keluarga mer
Read more

Episode 8

Obrolan pertama Adnan dan Arum yang terkesan kaku, cukup sebagai langkah awal mereka menjadi seorang teman, mungkin. Mengingat bagaimana Hana bisa memilih perempuan pemilik gingsul itu.Sebelum Hana mengunjungi kediaman keluarga Pramono, terlebih dahulu ia melihat Arum dan ayah Pramono sedang berbincang seru. Sekitar satu bulan yang lalu.Kala itu Adnan hendak mengajak keluarga kecilnya jalan-jalan mengitari kota. Mengunjungi spot wisata malam atau sekedar makan di resto. Disana pasti banyak lampu berkelip dan cantik. Adnan bermaksud menyenangkan suasana hati perempuan tercantik – istrinya.Adnan teringat perkataan Paman Suryo saat pertemuan mereka di rumah sakit kala Hana dirawat. Kalau dirinya perlu memperbaiki kondisi hati si istri. Dia tipe perempuan yang selalu beranggapan kesalahan dan terkait Adnan serta si kembar adalah dirinya.“Kamu cantik sekali” Adnan melihat sang istri selesai berdandan. Hana bersemu merah jadinya. Bocah kec
Read more

Episode 9

“Mama?” celetuk Anthea dari atas ranjang. Memiringkan kepalanya sembari menatap lekat wajah Arum.“Ini mama Ea (menyebut Anthea, karena ucapan mereka belum tepat, maka terdengar ‘ea’) juga?” Arum tersenyum, gadis mungil didepannya begitu menggemaskan.Ke dua putri Adnan tampak kebingungan, bersamaan menoleh ke arah bibi.“Mama Ana? (Ana yang di maksud adalah Ayanna)” kali ini si sulung bertanya, dia cukup mengerti siapa ibu yang sebenarnya. Toh selama ini Hana adalah perempuan yang mereka temui setiap hari, memberikan kasih sayang dan mengajari banyak hal.Bibi pun terdiam, jawaban apa yang tepat untuk mereka. Anak-anak usia tiga tahun acap kali memberi pertanyaan-pertanyaan yang membuat para orang tua kelabakan.“Ah… mama Ayanna di rumah sakit, lagi berobat.” Bibi berharap ucapannya tidak salah.Kamar itu menjadi hening, tidak sesiapa mengeluarkan suara, meski sepatah kata.
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status