“Mbak, saya ambil minum dulu.” Arum meninggalkan istri Adnan sendirian di ruang tamu.
Tampak mata Hana menyapu ruangan rumah pak Pramono. Satu foto zaman dulu berbingkai kayu sederhana, terdapat salah satu pria yang ia kenali. Dalam foto tersebut ada dua laki-laki ber-usia dua puluhan. Setelan celana pendek khas di zaman-nya, sekitar tahun 80-an, dan baju kaos yang terlihat kusam.
“Bagaimana kabarnya, Hana?” sapaan dari pak Pramono. di iringi kedatangan Arum yang membawa air putih.
Hana pun tersenyum, ia bisa merasakan bahwa keluarga ini sangat menghargai orang lain. ayah Arum yang begitu lembut memulai obrolan.
“Baik, Pakde.”
“Maaf, mbak. Cuma air putih. Aku takut kalau minuman lain mbak nggak bisa” Arum khawatir menghidangkan minuman yang salah. Sedikit banyak ia tahu bahwa penyakit Hana tidak boleh sembarang makanan atau pun minuman di konsumsi.
Pak Pramono cukup terkejut dengan kedatangan Hana secara tiba-tiba. Jujur saja, sedari tadi pria tua itu juga menunggu si kembar, Ayanna dan Anthea. Namun, riuh dua gadis kecil pun tidak ada, kalau memang hanya ingin bermain ke rumah sederhana ini. Hana benar-benar sendirian mengunjunginya.
Ayah Arum sudah tahu tentang Hana, kehidupannya bersama Adnan serta memiliki dua gadis mungil.
Sementara Arum meminta izin sebentar ingin kembali ke toko kue miliknya. Terlalu lama ia meninggalkan para karyawan. Apalagi toko sedang ramai di hari libur.
Perbincangan Hana dan pak Pramono begitu serius. Tak jarang ibu Arum mendegar kata lamaran dan melamar. Untuk siapa lamaran tersebut ia tidak tahu pasti. Pembincang disana belum menyebutkan nama siapa yang dilamar dan akan melamar. Perempuan paruh baya masih sibuk menyiapkan beberapa camilan. Jadi, pendengarannya tidak bisa berfokus pada obrolan diruang tamu.
.
“Kunci motor” Arum baru ingat setelah mengenakan helm. “Pantas saja merasa ada yang kelupaan.” Bergegas ia kembali ke rumah, melewati pintu belakang dekat garasi motor tadi.
“Saya ingin melamar putri pakde untuk suami saya.” Suara istri Adnan.
Tak jauh dari posisi pak Pramono dan Hana, Arum mendengar jelas perkataan tadi. Matanya membola sempurna, tidak mungkin ia salah dengar. Sedangkan putri pak Pramono hanya dia seorang. Siapa lagi kalau bukan dirinya.
Mereka terdiam sesaat hingga ayah Arum menjawab.
“Baiklah. saya terima.”
Hana sangat senang dengan jawaban laki-laki yang selalu ia hormati ini. Dia memang tidak salah memilih Arum.
“Tapi… pakde tanyakan pada Arum dulu, Han. Bagaimanapun dia yang memegang keputusan, pakde tidak ingin ada masalah setelah pernikahan itu terjadi. Dan apa nak Adnan menerima ini?”
Sumringah yang terlihat di wajah Hana menghilang menjadi raut serius. Bagaimana ia bisa melupakan keberadaan Arum dalam keputusan ini. tentu gadis cantik itu turut ambil peran. Dialah pemeran utama untuk pernikahan nanti.
“Mas Adnan itu urusan mudah, pakde. Yang penting Arum menerima.”
***
Keputusan yang di pilih pak Pramono membuat anggota keluarga kecilnya berkumpul setelah kepergian Hana. Memberi hak kepada sang putri, Arum. mata bulat hitam Arum yang berkaca tampak linglung. Seperti memohon untuk membatalkan pernikahan ini.
Selama hidup, putri Pramono selalu menuruti apa yang dikatakan sang ayah. baginya, keputusan itu pastilah yang terbaik. Mana mungkin seorang ayah menjerumuskan putri kecilnya.
“Ayah. bagaimana dengan Reyhan? Minggu depan dia akan datang menemui ayah dan ibu.” kata Arum.
Pria berambut setengah putih tampak termenung, ia harus benar-benar mempertimbangkan ini. Tetapi, Hana merupakan putri dari Hasan. Laki-laki dari kerabatnya sendiri sekaligus teman baik sejak zaman sekolah menengah. Sederhananya, kakek Hana dan kakek Arum adalah saudara kandung.
Pramono tahu luar dalam Hasan bagaimana, bukan tanpa sebab Hana datang mengunjungi dengan permintaan sulit.
“Ayah tahu, Rum. Ayah merasa Reyhan bukan yang terbaik untukmu. Ayah menerima lamaran Hana juga memiliki pertimbangan. Selain dia putri Hasan, dia juga sangat lembut dan baik. Dan Adnan laki-laki baik yang ayah temui kala itu.”
“Maka dari itu, Yah. Arum tidak ingin menyakiti mbak Hana. Dia sangat baik, bohong kalau dia benar-benar iklhas membiarkan suaminya menikah lagi.” Arum berusaha membantah.
“Hana hanya ingin anak-anaknya mendapat kasih sayang dari perempuan seperti-mu, Rum. Karena sakitnya, Hana merasa tidak bisa bertahan hingga anak-anak dewasa.”
Arum terdiam. Mencoba memahami hubungan Adnan, Hana dan dirinya.
‘Berarti selama ini ayah bertemu suami mbak Hana terus?’
“Rum” panggil sang ibu. Gadis itu pun menoleh. “Ibu tidak bisa melakukan apapun. kalau kamu menolak, ibu akan mendukungmu. ibu tidak ingin putri satu-satunya dijadikan pengganti. Bahkan istri nak Adnan sendiri yang menemui ayah-mu. Tapi ingatlah, Hana pernah membantumu beberapa kali, nak. Hana perempuan baik."
Putri Pramono menatap perempuan paruh baya di samping, menggeleng pelan.
“Ayah. kenapa bisa menerima lamaran mbak Hana tanpa bertanya padaku? Kalian seolah menerima begitu saja” gadis itu menatap ayah dan ibu-nya bergantian. Sembari mencerna penjelasan dua orang yang sangat ia hormati.
Pertanyaan Arum pun tak kunjung di jawab.
“Baiklah. bukannya ayah ingin meminta pendapatku dulu sebelum mbak Hana pergi dari sini? Dan Arum menolak lamaran itu.” ia pun beranjak dari ruang obrolan, bersembunyi dalam kamar. Agar tak sesiapapun mengganggu.
Kali pertama gadis pemilik gingsul manis ini berani menentang keputusan sang ayah. Hana memberi waktu seminggu untuk Arum menerima, selanjutnya ia akan datang kembali, merencanakan waktu yang tepat kapan pernikahan di laksanakan.
.
Malam ini Arum tidak bisa tidur seperti malam-malam sebelumnya, dalam sekejap hal di luar keinginan pun bisa terjadi. Ia mengingat raut Reyhan ketika tertawa lepas di toko kue waktu itu. mereka yang tanpa hubungan saling memiliki rasa suka. Reyhan menungkapkan rasa tertarik terhadap Arum meminta agar menunggunya.
Disaat laki-laki pilihannya akan meresmikan suatu hubungan, ia dipertemukan dengan hal di luar dugaan. Siapa sangka Hana berkunjung membawa lamaran.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan gadis pemilik kamar, segera ia membuka pintu. Arum tahu, pasti itu ayahnya. Kebiasaan sang ayah akan menemui putrinya setelah ada masalah terkait mereka berdua.
Mereka masih di sibukkan dengan pikiran masing-masing. Pramono agak bingung bagaimana menjelaskannya kepada Arum. gadis itu menjaga jarak seolah enggan mendengar apapun dari ayahnya.
“Rum. Hana masih kerabat kita. Kamu tidak mau mempertimbangkannya lagi?” suara lembut ayah Pramono.
“Yah. Arum mengantuk. Besok saja kita bicarakan.” ia berusaha mengelak pembicaraan ini. Pramono terdiam, beringsut menjauh.
Dalam diam Arum memperhatikan punggung lemah ayahnya yang perlahan ditutupi pintu. Pikirannya menjadi kusut, sangat sulit menemukan benang merah untuk permasalahan ini.
Deringan telepon yang tak henti-hentinya berbunyi, membuat si pemilik malas mengangkat.
‘Penganggu’ kesal Arum.
Berikutnya bunyi notifikasi pesan. Penelepon tadi sepertinya sudah menyerah.
(Arum. kedua orang tuaku merestui hubungan kita. Minggu depan kami akan ke rumah-mu) Reyhan.
Deg.
Arum begitu terkejut. Semakin rumit saja permasalahannya.
“Sudahlah. Aku tidak mau memikirkan ini lagi.”
Arum memilih mematikan data ponselnya, memainkan game offline untuk mengalihkan pikiran terhadap kata pernikahan.
Palidase hitam berhenti tepat di halaman rumah keluarga Pramono. Mereka terkejut, mobil siapa sebagus itu? kalau di pikir-pikir, Arum tidak pernah mengajak seorang teman yang memiliki mobil mewah – terlihat berkilau secara keseluruhan.Laki-laki dengan pakaian rapi menghampiri pria paruh baya yang sedang berdiri di ambang pintu, raut pria paruh baya tadi terlihat heran.Di saat pemilik mobil palidase tepat berdiri di hadapan tuan rumah, barulan ayah Arum mengenali siapa lelaki rapi tersebut. Adnan. Entah gerangan apa yang membuatnya mengunjungi keluarga Pramono, setelah lima hari kedatangan Hana.“Assalamualaikum, Pak.” Sapa Adnan tersenyum tipis. Lalu disambut oleh pemilik rumah, “Walaikumsalam.” Mereka saling bersalaman.“Kamu sendirian, Nan?” pak Pramono memastikan, Ia juga tak mendapati Hana datang bersama Adnan. Dan dijawab anggukan saja oleh pria itu.Kemudian mempersil
Kabar gembira sudah tersampaikan ke telinga Hana, juga keluarga Adnan. Bagaimana keluarga Wijaya bisa menyetujui pernikahan ini? di balik itu semua, ada perbincangan yang hanya diketahui pihak mertua dan menantu. Entah sejak kapan, pastinya Adnan tidak tahu.Satu bulan lamanya, kondisi istri Adnan belum menunjukkan perubahan yang benar-benar menyatakan bahwa tubuh itu pulih. Namun, ia memaksa untuk ikut hadir dan melihat langsung pernikahan Arum dan sang suami.Polesan lipstick bisa menutupi bibir pucatnya.“Han. Kamu tidak masalah?” istri Wirahardi menatap lembut Hana, dirinya tampak tidak tega melihat perempuan baik sebagai menantunya ini.“Aku baik-baik saja, Ma.” Sahut Hana menenangkan, kentara senyum palsu yang tercetak pada wajah putih itu.Hana sangat tahu keluarga dari Adnan begitu menghargai dan menyayanginya, terlebih Wirahardi yang lembut ketika berbicara, menganggap layaknya Hana memang putri kandung keluarga mer
Obrolan pertama Adnan dan Arum yang terkesan kaku, cukup sebagai langkah awal mereka menjadi seorang teman, mungkin. Mengingat bagaimana Hana bisa memilih perempuan pemilik gingsul itu.Sebelum Hana mengunjungi kediaman keluarga Pramono, terlebih dahulu ia melihat Arum dan ayah Pramono sedang berbincang seru. Sekitar satu bulan yang lalu.Kala itu Adnan hendak mengajak keluarga kecilnya jalan-jalan mengitari kota. Mengunjungi spot wisata malam atau sekedar makan di resto. Disana pasti banyak lampu berkelip dan cantik. Adnan bermaksud menyenangkan suasana hati perempuan tercantik – istrinya.Adnan teringat perkataan Paman Suryo saat pertemuan mereka di rumah sakit kala Hana dirawat. Kalau dirinya perlu memperbaiki kondisi hati si istri. Dia tipe perempuan yang selalu beranggapan kesalahan dan terkait Adnan serta si kembar adalah dirinya.“Kamu cantik sekali” Adnan melihat sang istri selesai berdandan. Hana bersemu merah jadinya. Bocah kec
“Mama?” celetuk Anthea dari atas ranjang. Memiringkan kepalanya sembari menatap lekat wajah Arum.“Ini mama Ea (menyebut Anthea, karena ucapan mereka belum tepat, maka terdengar ‘ea’) juga?” Arum tersenyum, gadis mungil didepannya begitu menggemaskan.Ke dua putri Adnan tampak kebingungan, bersamaan menoleh ke arah bibi.“Mama Ana? (Ana yang di maksud adalah Ayanna)” kali ini si sulung bertanya, dia cukup mengerti siapa ibu yang sebenarnya. Toh selama ini Hana adalah perempuan yang mereka temui setiap hari, memberikan kasih sayang dan mengajari banyak hal.Bibi pun terdiam, jawaban apa yang tepat untuk mereka. Anak-anak usia tiga tahun acap kali memberi pertanyaan-pertanyaan yang membuat para orang tua kelabakan.“Ah… mama Ayanna di rumah sakit, lagi berobat.” Bibi berharap ucapannya tidak salah.Kamar itu menjadi hening, tidak sesiapa mengeluarkan suara, meski sepatah kata.
Adnan melangkah tergesa-gesa di koridor rumah sakit, siapapun tahu kemana tujuan lelaki tampan itu selain ruang perawatan Hana. Ruang kerja dokter Dika. Dia terpaksa mengembangkan senyum setiap menerima sapaan dari perawat yang kebetulan bertemu.“Adnan! Kau tidak bisa membuka pintu pelan-pelan, ya?!” dokter Dika dikejutkan oleh kelakuan putra Wijaya. Dia yang awalnya baru menikmati kesantaian, hendak bersandar pada kursi kerja.Tanpa menghiraukan ucapan Dika, Adnan langsung berbaring di atas sofa yang tersedia. Berada tak jauh dari meja kerja dokter Dika.Dika menggeleng pelan “Ada apa?” mendekati laki-laki di sana, yang menutupi sebagian wajahnya dengan lengan.“Hana lagi?” dokter Dika tahu permasalahan Adnan. Selama seminggu ia menggantikan jadwal temannya ini.“Bagaimana pekerjaanku?” tanya Adnan. Dokter Dika pun mengerutkan dahi, masih belum mengerti. Bukankah dirinya bertanya tentang Hana? Bagai
“Kenapa perempuan tadi sendirian duduk di sana?” dokter Dika bertanya. Raut laki-laki di depannya sedikit tersentak, dia mengira Arum ke toilet barang sebentar.“Tolong jaga mereka (Ayanna dan Anthea) sebentar. Aku mau menyuapi makan siang Hana.” Adnan berdalih.Ayah si kembar bergegas menyeterilkan tubuhnya, mencuci tangan, berganti pakaian sesuai peraturan yang tertera. Tak bisa dibohongi, pikiran Adnan masih tertuju pada perkataan Dika. Perempuan yang di maksud pasti Arumi.Barulah dia membuka pintu ruang perawatan, senyuman Adnan juga tak kunjung hilang, demi menunjukkan pada Hana bahwa dia baik-baik saja.Meski dokter Dika merengut, tingkah lucu si kembar memaksa tawa renyahnya terbit. Sesekali Anthea menunjukkan sikap yang di warisi Adnan – berlaku semaunya. Membuat Dika kesal saja***Seiring Adnan melayani Hana, putri kembar di luar ruangan menguap bergantian. Mungkin benar jika ilmuan mengatakan kalau m
Dokter senior bernama Suryo berdiri di samping pasien leukemia, istri dari ponakannya mengalami sesak napas, gejala yang dialami oleh pengidapnya. Dari kejauhan Adnan dengan perasaan berdebar berlari menghampiri, mengapa pamannya berada di sana? pikiran yang takut mulai berkeliaran. Sayangnya, suami Hana belum di izinkan menjenguk, emosi Adnan dikhawatirkan bisa mempengaruhi perempuan terbaring itu.Dari luar Adnan memegang kepala frustasi, teringat bagaimana ayah mertuanya dahulu pergi begitu saja setelah kondisi tubuh yang tiba-tiba drop (kondisi tubuh yang kelelahan karena suatu faktor bahkan pingsan).Suryo berkata setelah memeriksa kondisi Hana, menemui Adnan, “Suhu tubuhnya naik.”“Paman, kemarin Hana baik-baik saja. Kenapa bisa begini?” Suara Adnan terdengar kecewa.“Nan. Kita tidak bisa memprediksinya, setiap tubuh memiliki kondisi berbeda-beda. Paman hanya dokter yang mengobati. Paman tidak bisa men
“Ayo kita mandi.” Ajak Arum dengan penuh hati. Sementara membiarkan Ayanna dan Anthea bermain air, perempuan berkerudung mengambil baju-baju yang akan dikenakan si kembar.Derap langkah tergesa-gesa menganggu konsentrasi Arum, dengan cepat ia menoleh kearah pintu. Dadanya mulai berdebar tak karuan sebelum bibi menjelaskan mengapa menangis seperti itu.“Mbak. Ibu Hana tidak tertolong lagi” lirih bibi, hingga tangisnya kembali pecah. Mengingat tuan-nya berkata dengan suara gemetar, dan tak mampu menjelaskan lebih. Seperti laki-laki diseberang sana tak sanggup menahan isakan.Tidak! Mungkin Arum salah pengertian dari perkataan bibi. Tidak tertolong? Maksudnya apa? Bergegas Arum mendatangi anak-anak yang sedang bercanda ria dengan perasaan tak tentu arah.“Bibi, pinta pak Anto menyiapkan mobil. Setelah anak-anak siap, kita kerumah sakit.” Raung Arum sembari menggendong Ayanna dan Anthea. Matanya yang panas terpaksa menahan