Semua Bab Mutiara Lembah Hitam: Bab 11 - Bab 20

65 Bab

Bab 11. Sang Pelepas Dahaga

Kei membersihkan diri di toilet, dan mematut wajah cantiknya di kaca. Sebuah senyum puas tersungging di sudut bibirnya. Ia sangat bahagia bisa bersama Raga lagi. Entah sudah berapa kali ia mencoba menghubungi Raga dan ingin bertemu dengannya, tapi ia selalu punya alasan untuk menolak. Setelah enam bulan ia menahan diri, kini laki-laki itu menginginkannya kembali. Kei yakin Raga tengah memiliki masalah.   Namun, itu tak mengganggu kebahagiaan dan hasratnya untu
Baca selengkapnya

Bab 12. Cinta Manipulatif

Raga tertegun menatap layar ponsel. Panggilan Nesa tak juga berhenti. Kei berada di belakangnya, memeluk erat pinggangnya. Ia sangat ingin menerima panggilan Nesa, namun khawatir Kei melakukan tindakan nekat. Gadis itu posesif dan pencemburu, yang membuat Raga akhirnya memilih untuk meninggalkannya.   “Angkat aja, sayang. Aku gak apa-apa kok.”   “Gak usah nanti aja.”   “Dari siapa sih. Kenapa gak diangkat. Pacar kamu ya, sayang?”  
Baca selengkapnya

Bab 13. Surprise

Begitu Kei keluar, Raga menghela nafas panjang. Godaan Kei dan cinta pada Nesa membuat ia serasa tengah berada di atas perahu yang diombang-ambing badai. Setiap mengingat Nesa, hatinya sakit. Ia mencintai gadis itu, namun rintangan yang mereka hadapi jelas bukan persoalan sepele yang bisa diabaikan begitu saja.   Terlihat beberapa missed calls yang dilakukan Nesa, bergegas ia menghubungi kembali. Setelah beberapa kali mencoba, terdengar Nesa menjawab dengan suara parau.   “Ya, Mas… kamu dimana?”
Baca selengkapnya

Bab 14. Gadis Arogan

Mendengar nama Raga, Nesa langsung tersentak.   “Raga? Kamu apanya Raga?” Ia menatap Kei dengan pandangan penuh selidik. “Memangnya ada apa dengan Raga?”  
Baca selengkapnya

Bab 15. Aku Laki-Laki Normal

"Maafin aku Mas. Aku sedang tidak enak badan. Sebenarnya banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan kamu.” Nesa menatap Raga dengan muram. “Ada apa cinta? Boleh gak nanti aja kita bicarakan hal-hal yang akan membuat suasana tidak ceria? Aku kangen sama kamu. Aku ingin kita santai dulu. Boleh gak? Kalo kamu ijinin aku pengen nginap di sini. Biar besok ke kantor dari sini.”  “Tapi Mas, banyak hal yang harus kita bicarakan. Kalo kamu nginap di sini nanti kita kebablasan.” Nesa berusaha menghindar. “Ayolah, Sayank. Kita ini bukan lagi anak kemarin sore. Lagipula kalo kamu memang gak mau kita melakukan hal-hal yang tidak kamu suka, aku gak akan maksa. Tapi ijinkan aku nginap malam ini. Seperti kata kamu, banyak hal yang harus kita bicarakan. Tapi aku gak mau ngomongin itu sekarang. Nanti malam kita ngobrol banyak tentang persoalan kita. Sekarang kita santai du
Baca selengkapnya

Bab 16. Tamu Tengah Malam

“Aku mencintai kamu, Nesa. Sangat mencintai kamu. Aku masih menginginkan kamu untuk menjadi istriku. Menjadi ibu bagi anak-anakku. Tapi mengapa keadaan jadi begini rumit? Aku pikir Papaku hanya mengoceh karena mabok. Aku tidak menyangka Ibumu juga mengatakan hal yang sama.” Raga  menatap Nesa dengan mata sarat dengan kesedihan.   “Aku tidak percaya kita adik kakak. Sedikitpun aku tidak percaya. Tidak mungkin kamu adikku. Rasanya ini terlalu mengada-ada. Kita harus buktikan mereka salah, Nes.”   Nesa tampak terkejut. “Maksud Mas, Pak Pram juga bilang kita adik kakak?” Manik mata Nesa membulat dengan mulut nyaris ternganga karena tak menyangka Raga mengatakan hal itu.   Raga memandang gadis yang sangat ia cintai itu dengan wajah sendu. Rasanya terlalu berat untuk menceritakan lebih banyak apa yang dikatakan Pram padanya.   “Papaku tidak b
Baca selengkapnya

Bab 17. Laki-Laki Dari Masa Lalu

Seketika Raga merasakan darahnya menggelegak. Meskipun Aril mengaku sepupu Nesa, tapi sikap dan tingkah lakunya sama sekali tidak menunjukkan respek padanya dan Nesa. Entah mengapa, Raga merasa ada yang salah dengan hubungan keduanya. Namun ia masih berusaha berpikir positif. Gadisnya bukan gadis nakal, dan ia bahkan hingga enam bulan belum mapu meluluhkan hati dan membawanya bersenang-senang. “Nesa tak mungkin melakukan hal yang konyol bersama Aril,” Ia menepiskan pikiran buruk yang sesaat berkelabat dalam pikirannya.  “Kamu kerja di mana?’ Aril bertanya pada Raga dengan tatapan seperti meremehkan. “Perusahaan tekstil,” Raga menjawab singkat. “Owh. Di perusahaan garmen ya?” Aril menatap Raga sinis. “Banyak perempuan cantik kan itu kerja di perusahan garmen. Gadis-gadis kampung,” ucapnya dengan nada pen
Baca selengkapnya

Bab 18. Masa Kegelapan

“Kamu tidak punya pilihan!” Suara itu seketika menggema dalam benak Nesa. Seringai Aril saat mendapatinya tengah berada dalam pelukan Om Beno, Papa Aril.Kala itu ia baru kelas dua SMA. Tante Ria dan Andin sedang pulang kampung. Ayah Tante Ria sedang sakit. Keluarga meminta Tante Ria pulang mengurus sang ayah. Namun Om Beno dan Aril tidak ikut pulang. Ia hanya berdua di rumah dengan Om Beno. Aril yang berusia tiga tahun di atas Andin tengah kuliah. Ia memilih kost di dekat kampus, sehingga jarang pulang. Namun hari itu, tiba-tiba saja Aril telah berada di rumah tanpa sepengetahuan Om Beno dan Nesa. Dan Aril mendapati sang ayah tengah tidur memeluk Nesa di kamarnya.  Aril melotot dengan mulut ternganga. Nesa gemetar ketakutan, dan Om Beno buru-buru membereskan pakaiannya yang sudah tidak karuan. “Kalian manusia biadab,” Aril men
Baca selengkapnya

Bab 19. Rela Demi Sekolah

Kehidupan tak pernah ramah pada mereka yang lemah. Nesa merasakan hatinya sakit tiada terperi menerima perlakuan Om Beno. Laki-laki yang dia kira selama ini menyayangi dan menjadi pengganti ayah yang tak pernah ia kenal, ternyata hanya menginginkan tubuh mudanya. Perlakuan dan sikap sayang selama ini hanya topeng yang menutupi niat yang sebenarnya. Ia merasakan kebencian yang teramat sangat pada Susan, yang mengirimnya tinggal dengan keluarga Om Beno. “Orang dewasa hanya manusia egois yang selalu memikirkan kepentingan sendiri.”  Ia benci Susan. Ia benci Om Beno, dan ia benci pada diri sendiri yang begitu lemah tak bisa melakukan perlawanan saat diperlakukan semena-mena. Mendadak, bayangan ketika tinggal bersama Susan, menyeruak di dalam benaknya. Seketika air mata membanjiri pipinya. Nesa kecil dulu pun harus berjuang se
Baca selengkapnya

Bab 20. Dendam Lama

“Hei! Tolong jaga sikap ya! Tidak peduli apa urusan kalian di masa lalu, saat ini Nesa sudah jadi calon istriku dan aku tidak menerima kehadiran kamu di sini! Silahkan tinggalkan rumah ini!” Raga menatap Aril dengan mata membara.  Nesa berusaha melepaskan diri dari Aril. Wajahnya memerah. Matanya menyorot tajam. Hilang rasa takut dan gentarnya menghadapi Aril yang kian kurang ajar. “Nesa minta Mas Aril tinggalkan rumah ini sekarang juga!” Suaranya penuh tekanan. “Jangan sampai urusan ini aku bawa ke ranah hukum. Aku tidak suka Mas Aril datang malam-malam dan memperlakukan aku dengan kurang ajar.” Aril membelalak tidak percaya. “Wow, Nesa yang lembut dan penakut ternyata kini sudah jadi jagon!” Ia menyeringai, tak peduli dengan perkataan Nesa. “Berani mengancam pula. Hebat kamu sekarang!” Ia ingin menyentuh pipi Nesa kembali, namun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status