Home / Romansa / My Arrogant Lawyer / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of My Arrogant Lawyer: Chapter 151 - Chapter 160

264 Chapters

Ya, Sudah

Hari itu, akhirnya putri tercinta Sinar sudah diperbolehkan pulang. Setelah sepuluh hari bergelut dengan semua perawatan, bayi mungil itu kini sudah bisa bernapas mandiri dan kondisinya sudah benar-benar stabil. Setelah ini, yang menjadi pekerjaan rumah bagi Sinar adalah, menaikkan berat badan sang anak, agar bisa terus berada pada standar grafik pertumbuhan yang sehat. Kondisi Sinar pun sudah pulih pasca operasi, meskipun masih dalam mode syarat dan ketentuan berlaku. Yakni, Sinar tidak boleh terlalu lelah dan melakukan hal yang terlalu berat. Asupan gizinya juga sudah tentu harus dijaga dengan baik.  Untuk mengurus putri keduanya ini, Pras sudah melonggarkan aturan ketat yang dulu pernah dibuatnya. Karena tidak mungkin, kalau istrinya yang masih dalam tahap pemulihan itu, harus mengurus dua anak sekaligus.  Oleh sebab itu, Pras menugaskan Lusi sepenuhnya, untuk menjaga Qaishar. Sedangkan untuk putrinya, Pras masih mencari baby sitter yang
Read more

Good Girl

Pras bersedekap tegak. Kedua kakinya terbuka sejajar dengan bahu. Menatap putri yang terlihat lebih mungil, jika dibandingkan dengan Qaishar dahulu kala. Jelas saja semua jauh berbeda, putranya dilahirkan ketika usianya sudah cukup bulan dan normal. Sedangkan putrinya, terlahir ketika usianya belum cukup bulan dan prematur. Namun, bukan di situ letak masalahnya. Namu, lidahnya terkadang merasa kelu, ketika harus memanggil nama putrinya. “Kenapa dilihatin aja?” tanya Sinar setelah keluar dari kamar mandi dan sudah terlihat sangat segar. Meskipun kondisi hatinya masih merasa kesal karena masalah nama putrinya. “Pindahin ke box bayi.” “Nar …” “Hm!” “Aku manggil Binar, bukan Sinar.” Suara berat itu berujar datar, tanpa menolehkan kepalanya pada sang istri sama sekali. Tatapannya tetap tertuju pada sang putri yang masih terlelap puas seusai mandi sore. Sinar yang masih kesal itu, langsung mendatangi Pras. Berhenti di depan sang suami dan me
Read more

A Great Marriage

Ketenangan dua insan yang tengah terlelap itu, kini terusik karena suara gedoran pintu yang sangat berisik dan tidak kunjung henti. Belum lagi, teriakan dari suara-suara kecil itu, terdengar saling bersautan dan terus memanggil-mangil dari luar sana. “Mas, lepasin!” hardik Sinar, seraya memukul lengan Pras yang semakin memeluk erat tubuh polosnya. Hawa sejuk dari pendingin ruangan, semakin membuat Pras enggan menjauh dari tubuh sang istri, meski suara nan berisik itu semakin memekakkan telinga. “Ayah ...” “Endaa …” Suara-suara menggemaskan itu, semakin semangat memanggil keduanya dari balik pintu. “Maas!” Pras berdecak kecil, lalu melepaskan tangannya. Meraih remote yang berada di nakas untuk menyalakan seluruh penerangan di kamar mereka. Sinar bergegas bangkit dan memungut lingerie yang tergeletak di lantai. Mengambil kaos dan celana pendek Pras, dan melemparkannya pada pria itu. “Buruan pake,” titah Sinar yang masih m
Read more

Season 2

Holaa ... Bab ini gak pake koin ya, alias free. Yang nungguin season 2, Insya Allah dipost mulai senin. Itu pun kalau masih ada yang nungguin. Hweehee ... Moga masih ada yaa, Amin .... Saia curcol dikit boleh donk ya. Tantangannya tuh kalau bikin sequel gini, khawatirnya gak se-greget yang pertama. Tapi, moga-moga aja bisa greget juga yah. Paling gak, saia harap bisalah ya, nyamain cerita sebelumnya, meskipun plotnya dibikin dadakan. Satu lagi, buat pembaca baru yang masih tanya dan bingung. My Dearest Cahaya benar-benar gak ada hubungannya dengan My Arrogan Lawyer. MDC itu, sequel dari cerita di sebelah yang nama tokohnya sama yaitu Sinar sama Pras. Jadi, mo'on maap kalau sempat membuat bingung. Untuk semua atensinya, saia ucapkan thankiiizz muuucchh ...   Kisseeddd ...
Read more

S2~Bahagia

Sinar berdecak kecil dengan wajah memberengut, ketika membelitkan dasi di leher Pras. Sebentar lagi suaminya itu akan berangkat ke kantor. Namun, sisa-sisa perdebatan keluarga semalam, masih saja menggantung di sanubari. “Sudahlah, Nar. Gak usah dipikirkan.” Setelah bertahun-tahun mereka menikah, tidak perubahan yang signifikan pada diri Pras. Ia masih saja memanggil Sinar dengan namanya saja jika sedang berdua, dan akan memanggil sayang, jika tengah ada maunya. “Gimana gak dipikirin,” decaknya sekali lagi. “Aku dulu, umur segitu udah mau punya anak dua, eh, udah punya anak dua apa belum ya?” tanya Sinar pada diri sendiri, sembari mengingat kembali dan menghitung-hitung usianya, ketika melahirkan anak kedua. “Itu karena jodohmu cepat, makanya umur segitu sudah punya anak dua,” papar Pras lalu menepuk kepala Sinar satu kali. “Harusnya Qai yang kamu buru buat nikah dan bawa calonnya ke sini, bukan adeknya.” Sinar menurunkan kerah baju sang suami, setela
Read more

Sang Pengacara

Pump heel setinggi tujuh senti itu, memasuki lobi hotel dengan tergesa. Tatapannya tajam, tidak lepas memandang punggung dua orang berbeda kelamin, yang kini berlalu menuju lift. Berhenti di depan meja resepsionis sembari mengeluarkan ponsel dari saku blazernya. Membuka benda canggih itu dengan terburu, lalu menyodorkannya pada wanita yang berdiri cantik di balik meja.“Orang ini, check in di kamar dan lantai berapa?” tanyanya tanpa berbasa basi, tapi, kali ini sudah terkesan santai.Sang resepsionis dengan name tag bertuliskan Sunny itu, melihat sekilas pada ponsel yang disodorkan kepadanya. “Maaf Ibu, kami tidak bisa memberikan—”“Oke!” putusnya yang paham dengan hal tersebut. Menarik kembali ponselnya lalu menelepon seseorang. “Aku lagi Palace High, ada kasus dan resepsionismu gak bisa diajak kerja sama. Kirim manajermu ke sini, aku tunggu sepuluh menit.”Wanita itu langsung mengakhiri pembicaraan d
Read more

Tersengal

Menunggu sekitar sepuluh menit di depan kamar yang bertuliskan angka 1069, barulah jemari lentik itu mengetuk pintunya. “Room service!” ujarnya dengan telunjuk tangan kiri menutup peep hole yang berada di depannya. Cukup lama ia menunggu, hingga melihat handle pintu akhirnya bergerak ke bawah. “Selamat sore, Pak Endy Hasan,” sapanya dengan teramat sopan dan formal. Seperti ketika mereka berjumpa di pengadilan ketika sidang di gelar. Tidak ada senyum, hanya wajah datar tanpa ekpresi, yang ditujukan pada pria yang membuka pintu hanya sebesar tubuhnya saja. Endy menghela kasar karena kesenangannya telah tersela. Endy pun yakin, kalau wanita di depannya kini sengaja menutup peep hole yang terpasang di pintu. Agar, ia tidak bisa melihat siapa pun yang berada di baliknya. “Ah, ada Ibu Sur—” “MAI!” putusnya dengan cepat untuk meralat ucapan Endy. Ia teramat kesal jika ada yang memanggilnya dengan sebutan ‘Ibu Suri’. Hal itu terkait dengan arti dari kata ters
Read more

Kasta

Mai memasuki lift masih dengan langkah yang terhuyung, sembari menenteng kedua pump heelnya di tangan kiri. Setelah menekan tombol yang langsung mengarah ke basement, punggung Mai langsung merosot lega. Terduduk dan kembali menikmati gumpalan udara bebas, yang akhirnya bisa ia hirup dengan tenang.Aksinya kali ini benar-benar nekat. Padahal, Mai hanya tidak sengaja melihat Endy keluar dari sebuah pusat perbelanjaan. Namun, saat ia melihat Endy menggandeng seorang wanita, di situlah Mai mulai bertindak dengan mengambil beberapa foto dan mengikuti sendiri pria tersebut hingga ke hotel.Tidak pernah menyangka, kalau nyawanya hampir saja menjadi taruhan. Namun, dengan semua bukti yang ia dapat kali ini, Mai tentunya bisa membawanya ke pengadilan dan memenangkan satu kasus lagi.“Mbak Mai?” tegur seorang pria yang saat ini berdiri di luar lift yang pintunya ternyata sudah terbuka.Mai pun mengangkat wajah kuyunya. Menatap seorang pria yang selalu s
Read more

Good Job, Baby Girl

Baru saja Mai melangkahkan kakinya masuk ke ruang keluarga, satu tangan besar sudah langsung menyambut dan merangkulnya dengan gemas. Tidak perlu menoleh, dari baunya saja, Mai sudah tahu siapa yang saat ini berada di sebelahnya.Mai pun seketika berdecak. Menyingkirkan tangan besar itu, lalu mundur satu langkah. “Gendong ke kamar, aku capek!”“Ingat umur Mai! Kamu tuh bukan anak kecil lagi. Masih aja minta gendong,” dumel Qai, tapi tetap saja ia berjongkok di depan sang adik yang memang terlihat tampak lelah. “Mending, berhenti aja jadi pengacara. Di rumah aja kayak enda ngawasi saham perusahaan dari jauh.”Mai mencebik dengan tajam di belakang sang kakak. Tanpa segan, ia langsung menjatuhkan tubuhnya dipunggung Qai dan mengalungkan tangannya dengan erat pada leher pria itu. Memilih diam dan tidak ingin menanggapi ucapan Qai yang menurutnya tidak penting itu.Baru lima langkah Qai membawa tubuh Mai di punggungnya, Sina
Read more

Mengakhiri Perdebatan

Sinar menatap kesal pada Pras yang baru saja masuk ke dalam kamar. Setelah makan malam, suminya itu sibuk berada di ruang kerjanya bersama Mai. Sedangkan Qai, sudah pasti berada di depan teve tengah bermain game, dengan mengajak salah satu pelayan pria yang ada di rumah. Sebelum bergelung satu selimut dengan sang istri, Pras beranjak ke kamar mandi terlebih dahulu. Setelah itu, Pras mengganti baju dengan piyama tidurnya. Sinar menyingkap selimut dan menepuk sisi kosong yang berada di sebelahnya, ketika melihat Pras baru keluar dari walk in closet. “Jangan tidur dulu, aku mau ngomong, penting!” seru Sinar yang duduk bersandar pada headboard. “Hm, mau ngomong apa?” tanya Pras setelah duduk di samping Sinar dan membalut kakinya dengan selimut yang sama. “Suruh Mai berhenti jadi pengacara,” titah Sinar menatap tajam pada Pras. “Terus, kamu itu gak bisa manjain Mai terus-terusan seperti itu, Mas. Qai kamu biar-biarin, lah Mai, apa-apa diurusin.”
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
27
DMCA.com Protection Status