Home / Romansa / Imperfect Partner / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Imperfect Partner: Chapter 1 - Chapter 10

50 Chapters

Chapter 1

Para undangan yang silih berganti mengucapkan selamat di acara resepsi mewah pernikahannya, ternyata tidak membuat hati Diandra bahagia. Bahkan, kini ia merasa tengah berada di mimpi terburuknya. Tidak sedikit dari para undangan yang tadi memberinya ucapan selamat menatapnya menjijikkan, seolah dirinya bangkai busuk. Terutama teman-teman Hans yang mengetahui hubungan laki-laki tersebut dengan kakaknya sendiri.Matanya berkaca-kaca ketika dari posisinya berdiri melihat kedatangan dua orang sahabatnya tengah menuju pelaminan. Tentunya untuk memberinya ucapan selamat. Air matanya semakin tidak terbendung saat salah satu wajah sahabatnya mengingatkannya pada seseorang yang sangat dicintainya. Di bagian terdalam lubuk hatinya, ia sangat merindukan laki-laki yang kini telah beristirahat dengan damai. Laki-laki yang sangat memedulikannya dan tanpa pamrih memberinya banyak cinta.“Jangan menangis di hari bersejarahmu ini, Dee,” Sonya berbisik ketika memeluk sahabat sekaligus kek
Read more

Chapter 2

Diandra Calistha, wanita semampai yang merupakan putri bungsu dari keluarga Sinatra. Dee–sapaannya, sudah menyelesaikan kuliahnya di jurusan fashion design, dan kini tengah menjadi seorang freelancer di sebuah butik. Diandra memutuskan meninggalkan rumah karena muak terhadap perlakuan tidak adil orang tuanya, seolah di mata mereka hanya seorang Deanita Aurora Sinatra yang berhak menerima kasih sayang.Mendapat perlakuan seperti itu dari orang tuanya ternyata membuat Diandra tumbuh menjadi anak pemberontak dan keras kepala. Ia sering mendatangi kelab malam untuk bersenang-senang dan mengalihkan pikirannya dari situasi memuakkan di rumahnya. Bahkan, ia sering pulang dalam keadaan mabuk. Untungnya setelah keluar dari kediaman keluarganya, perlahan tapi pasti sikap dan kebiasaannya berubah. Bahkan, ia menjadi sosok yang mandiri dan tidak pernah lagi mengunjungi kelab malam untuk bersenang-senang atau sekadar mencari hiburan.Perubahan sikap Diandra tentu saja ada campur
Read more

Chapter 3

Karena semua barang-barangnya masih di rumah Helena, Diandra terpaksa mengenakan kembali pakaiannya yang kemarin malam setelah mandi. Diandra tersenyum tipis kepada Bi Harum yang menyadari kehadirannya. Kemarin malam ia tidak sempat berbasa-basi dengan wanita paruh baya yang kini tengah berkutat di dapur menyiapkan sarapan.“Bagaimana tidurnya, Nyonya? Bibi harap nyenyak ya.” Dengan ramah Bi Harum mulai mencari bahan obrolan.“Nyenyak, Bi,” Diandra menjawabnya tidak kalah ramah. “Bi, panggil saja aku Dee. Aku tidak pantas dipanggil Nyonya,” pintanya sebelum mengisi gelasnya dengan air putih.Bi Harum menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Bibi tidak berani, Nyonya,” beri tahunya.Diandra hanya mengendikkan bahu menanggapinya. “Terserah Bibi saja kalau begitu,” balasnya tidak peduli.“Jangan marah ya, Nyonya,” Bi Harum meminta permakluman.Diandra tersenyum kecil mendengar permintaan Bi Harum. “Kalau begitu panggil aku senyaman Bibi saja. Oh ya
Read more

Chapter 4

Setelah kejadian menguras emosi beberapa hari lalu di taman, Diandra merasa sedikit lebih lega. Hubungannya dengan Deanita pun berangsur membaik, meski masih sedikit dingin. Bahkan, untuk memperbaiki hubungannya, Deanita berjanji akan mewakili orang tuanya menghadiri acara wisudanya. Saat Deanita menyampaikan janjinya, Diandra hanya menanggapi dengan bersikap apatis. Padahal di lubuk hatinya, ia sangat berharap sang kakak menepati janjinya.Diandra meregangkan ke atas kedua tangannya ketika selesai memeriksa desain gaun malam yang akan diperlihatkan dan dipresentasikannya besok siang kepada Mbak Santhi, pemilik butik tempatnya bekerja sebagai freelancer. Diandra mendesah ketika menyadari air di gelasnya telah habis, padahal ia sedang haus. Ia juga menghela napas berat saat melihat jam meja digital di samping kotak pensilnya yang memperlihatkan angka satu. Dengan malas ia merapikan meja kerjanya sebelum berdiri dan keluar kamar. Ia ingin ke dapur untuk minum air sekaligus mengi
Read more

Chapter 5

Damar mengernyit saat mendengar permintaan atasannya yang sangat tidak biasa. Ia diminta membeli bunga mawar berwarna pink sebanyak 99 tangkai. Andai saja Damar tidak mengetahui kondisi Hans yang tengah dipengaruhi oleh hormon kehamilan Diandra, sudah pasti ia akan menertawakan atasannya tersebut. Selain menjadi atasannya, Hans juga merupakan sahabatnya. Persahabatannya memang tidak sedekat antara hubungan Hans dengan Felix, mengingat perbedaan status mereka.Damar menyadari jelas posisi dan statusnya. Ia hanyalah seorang anak asisten rumah tangga yang sangat beruntung diizinkan tinggal di kediaman keluarga Narathama. Sebelumnya ia tinggal bersama ayahnya yang menderita gagal ginjal di sebuah kontrakan kecil, sedangkan ibunya bekerja di kediaman orang tua Hans sebagai asisten rumah tangga. Awalnya orang tua Hans beberapa kali meminta ayahnya agar bersedia tinggal di salah satu paviliun keluarga Narathama yang letaknya di belakang kediaman utama, tapi sang ayah menolaknya karen
Read more

Chapter 6

Di tengah-tengah aktivitasnya menonton televisi di kamar setelah menyelesaikan pekerjaan kantor yang dibawanya ke rumah, Hans kembali merasakan perutnya lapar. Dengan malas Hans beranjak dari posisi nyamannya di atas ranjang. Ia berniat ke dapur mencari camilan untuk mengganjal rasa laparnya, karena tidak mungkin membangunkan Bi Harum yang sedang beristirahat, apalagi kini sudah tengah malam.Hans tersenyum ketika tiba di dapur dan membuka kulkas karena menemukan kotak makanan berukuran tanggung berisi potongan-potongan nugget yang siap digoreng. Ia yakin nugget tersebut sengaja dibuat Bi Harum seperti yang sering dilakukannya di kediaman Narathama. Tanpa membuang waktu, Hans langsung memanaskan minyak dan mengeluarkan kotak tersebut dari kulkas. Ia akan menggoreng semuanya agar rasa laparnya hilang.“Aku kira nugget udang, ternyata ayam,” Hans bergumam saat mencicipi nugget yang sudah ditiriskan. “Tapi enak juga,” komentarnya.Setelah semua nugget tersebut matang
Read more

Chapter 7

Diandra tidak memusingkan pertemuannya yang tanpa sengaja dengan Hans dan Deanita di kafe seminggu lalu. Ia dan Hans pun tidak pernah berkomunikasi meski tinggal di atap yang sama. Untungnya Bi Harum tidak jadi kembali ke kediaman Narathama, setelah Allona marah besar mengetahui keputusan Hans. Selain itu, Allona juga kecewa padanya karena tidak memberitahukan mengenai acara wisudanya.Diandra tengah memeriksa kembali barang yang akan dibawanya ke kediaman Narathama sambil menunggu kedatangan Lavenia menjemputnya. Karena Hans sedang ada perjalanan bisnis ke Jepang selama beberapa hari ke depan, jadi Diandra diminta tinggal di kediaman Narathama oleh Allona. Awalnya ia menolak permintaan Allona, mengingat di rumah sudah ada Bi Harum yang akan menemaninya. Namun, akhirnya ia menyanggupinya setelah mendengar Allona meminta Lavenia menemaninya. Selain itu, Bi Harum juga diminta ikut ke kediaman Narathama untuk sementara waktu.“Nyonya, Nona Ve sudah datang,” Bi Harum memberi
Read more

Chapter 8

Hans menginstruksikan Damar agar langsung menuju kediaman Narathama setelah mereka tiba di bandara. Ia akan memberikan oleh-oleh yang sudah dibelinya terlebih dulu kepada ibu dan adiknya, sekaligus ingin makan siang bersama. Selain itu, ia juga ingin memberi kabar menggembirakan kepada keluarganya tersebut mengenai hasil pertemuannya di Jepang. Setelah berhasil melebarkan sayap perusahaannya di Singapura dan Thailand, kini usahanya dalam merambah Jepang pun sudah membuahkan hasil seperti yang diharapkan.“Dam, nanti kamu bicarakan saja dengan Mama mengenai konsep pesta perusahaan tahun ini. Apa pun konsep yang Mama mau, aku akan menyetujuinya,” ujar Hans sambil melihat keluar jendela.“Baik, Tuan,” jawab Damar. Ia mengernyit ketika melihat mulut Pak Amin, sopir di kediaman Narathama berbicara tanpa bersuara. Seperti menyampaikan sesuatu padanya, tapi takut diketahui Hans. “Apa yang ingin dikatakannya?” batinnya bertanya-tanya.“Dam, nanti tolong temui Dea dan berik
Read more

Chapter 9

Merasa jenuh dengan suasana tempat tinggalnya, Diandra berencana berkunjung ke rumah neneknya dan menginap di sana selama beberapa hari. Ia sangat merindukan udara sejuk di sekitar rumah neneknya yang memang berada di dataran tinggi, lebih tepatnya di Puncak, Bogor. Awalnya Diandra akan pergi sendirian, tapi saat ia memberitahukan rencananya kepada Helena, sahabatnya tersebut ingin mengantar dan menemaninya. Meski sempat menolak, tapi pada akhirnya Diandra mengizinkan setelah Helena bersikukuh ingin mengantar dan menemaninya. Andaikan hari libur, ia juga ingin mengajak Mayra dan Sonya, agar mereka sama-sama bisa menikmati sejuknya udara pegunungan.“Bi, aku berangkat dulu ya,” Diandra berpamitan setelah Helena menjemputnya.“Hati-hati, Nyonya. Kabari Bibi jika Nyonya sudah sampai,” pinta Bi Harum sebelum Diandra memasuki mobil Helena.Diandra mengangguk dan tersenyum. “Nanti pulangnya aku belikan Bibi oleh-oleh,” ucapnya sambil melambaikan tangannya setelah berada
Read more

Chapter 10

Diandra meletakkan buket bunga mawar putih yang dirangkainya sendiri di atas makam milik Rossaline Lidya. Ternyata neneknya tadi meminta ditemani berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir mendiang tantenya. Bunga mawar putih tersebut dipetiknya langsung dari kebun milik neneknya sendiri. Diandra merasa dari dulu hingga kini kebun tersebut tetap sama, yaitu hanya dipenuhi oleh bunga mawar putih. Ia memang mengetahui alasan sang nenek mengisi kebunnya hanya dengan bunga mawar putih, tidak lain karena mendiang tantenya sangat menyukai bunga tersebut. Selain di tempat peristirahatan terakhir milik tantenya, Diandra juga meletakkan bunga mawar putih tersebut di makam kakeknya, yang letaknya bersebelahan.Setelah menyapa anggota keluarganya yang telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta, Diandra mengajak neneknya kembali pulang. Selain karena sudah cukup sore, rintik-rintik hujan yang mengenai kulit mereka pun menjadi alasan Diandra bergegas meninggalkan area pemakaman.“Dee
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status