Home / Romansa / Imperfect Partner / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Imperfect Partner: Chapter 11 - Chapter 20

50 Chapters

Chapter 11

Setelah memastikan mobil yang ditumpangi orang tuanya meninggalkan halaman rumah, Deanita segera mencari Bi Asih dan menyuruhnya mengeluarkan barang-barang milik Diandra dari kamarnya. Tanpa sepengetahuan ibunya dan atas izin Bi Asih, ia menyembunyikan semua barang milik Diandra di kamar asisten rumah tangganya tersebut. Ia sengaja menolak ajakan ibunya yang memintanya ikut berkunjung ke rumah sang nenek.“Bi, masukkan semuanya ke bagasi mobilku ya,” pinta Deanita kepada Bi Asih.Bi Asih mengangguk. “Kalau boleh Bibi tahu, barang-barang milik Non Dee akan Nona mau bawa ke mana?” tanyanya penuh keberanian.Walau Deanita dan Diandra diketahuinya selama ini tidak pernah terlibat perseteruan secara langsung, tapi Bi Asih tetap mewaspadai jika putri sulung keluarga Sinatra mempunyai niat terselubung.“Mau aku antarkan ke rumah Dee, Bi,” Deanita menjawabnya sambil membaca pesan di ponselnya. “Bibi mencurigaiku?” tebaknya setelah mengalihkan perhatian dari ponselnya
Read more

Chapter 12

Deanita langsung keluar setelah mobil yang dikendarai Hans terparkir di halaman rumah neneknya. Ia bertanya kepada Pak Bayu yang tengah mengobrol bersama Pak Budi mengenai kedatangan orang tuanya. Ia merasa sedikit lega setelah mengetahui ternyata orang tuanya belum terlalu lama sampai di rumah sang nenek. Pak Bayu juga mengatakan jika tadi orang tuanya mampir ke rumah sakit, untuk menjenguk sahabatnya yang tengah dirawat.Tidak mau membuang waktu, Deanita diikuti Hans dan Lavenia bergegas memasuki rumah sang nenek. Ketiganya mengernyit ketika menyadari ketegangan tengah terjadi di dalam rumah. Mereka tersentak saat mendengar pertanyaan Diandra yang diajukan dengan nada datar.“Lalu siapa orang tua kandungku, Ma?” tanya Diandra. Jarum-jarum tak kasatmata seolah berlomba ingin menusuk dadanya.“Aku bukan ibumu, jadi hentikan panggilan menjijikkan itu!” protes Yuri sambil menatap Diandra penuh peringatan. “Berikan saja panggilan Mama untuk wanita murahan yang telah m
Read more

Chapter 13

Setelah berulang kali mencoba, Diandra tetap kesulitan memejamkan mata. Sekelebat kejadian yang telah dilaluinya hari ini muncul silih berganti memenuhi benaknya. Dengan hati-hati ia menuruni ranjang agar tidak membangunkan Helena yang sudah terlelap di sampingnya. Meski angin malam kurang bagus untuk kondisinya yang tengah berbadan dua, tapi ia tetap ingin keluar rumah untuk menghirup udara segar. Diandra melapisi piama tidurnya dengan sweater rajut dan menggunakan beanie hat untuk menghalau udara dingin menusuk tubuhnya saat berada di luar rumah.“Mau ke mana?” Hans yang baru keluar dari kamarnya melihat Diandra berjalan menuju pintu utama di rumah sang nenek.Diandra seketika menghentikan langkah kakinya saat tiba-tiba mendengar suara dari belakang tubuhnya. Ia mengetahui pemilik suara yang bertanya padanya tersebut. “Keluar,” jawabnya tanpa menoleh.“Aku antar. Sudah malam.” Hans menghampiri tempat Diandra berdiri. “Jangan besar kepala dulu. Aku hanya tidak mau
Read more

Chapter 14

Allona mengunjungi rumah yang ditempati Hans dan Diandra, ia sangat mengkhawatirkan keadaan menantunya tersebut. Saat mengetahui Diandra masih terlelap di kamarnya, ia melarang Bi Harum membangunkannya. Sambil menunggu Diandra bangun, Allona membantu Bi Harum membuat hidangan untuk makan malam.“Bi, Hans di kamarnya?” Allona menanyakan keberadaan putranya sambil mencincang daging ayam sebelum digiling.“Tuan belum pulang, Nyonya,” jawab Bi Harum usai menyerut wortel.Setelah mengetahui keberadaan Hans, Allona menyuruh Bi Harum membuat telur dadar, sedangkan ia akan menggiling daging ayam yang sudah selesai dicincang. Ia akan membuat rolade ayam wortel untuk makan malam mereka.***Diandra terlihat lebih segar seusai mandi, meski wajah pucat dan mata sembapnya masih terlihat jelas. Langkah kakinya yang hendak ke dapur memelan saat melihat Allona sedang menata hidangan di atas meja makan. Ia tersenyum tipis ketika Allona menyadari kehadirannya.“Sud
Read more

Chapter 15

Atas permintaan keras kepala Allona, Hans terpaksa harus menginap di rumah sakit selama sepuluh hari hingga jahitannya dilepas. Bahkan, setelah jahitannya dilepas pun Allona tetap meminta Hans untuk mengontrolnya ke rumah sakit. Allona hanya ingin memastikan luka Hans akibat tusukan tersebut mendapat penanganan yang tepat dari tim medis.Selama sepuluh hari Hans dirawat, sekali pun Diandra tidak pernah menjenguknya di rumah sakit. Allona yang mengetahuinya tidak bisa memberikan komentar. Ia memaklumi keabsenan Diandra, apalagi selama ini perlakuan dan sikap Hans sangat buruk padanya. Untuk meminimalkan rasa khawatirnya saat malam hari, Allona memerintahkan Pak Amin tinggal di rumah Hans bersama Diandra dan Bi Harum. Ia terpaksa melakukannya karena Diandra menolak ketika diminta pindah ke kediaman Narathama selama Hans dirawat.Selama dirawat, Hans mengerjakan semua pekerjaan kantornya di rumah sakit, kecuali memimpin rapat. Ia terpaksa membuat Damar repot karena harus bo
Read more

Chapter 16

Untuk mengantisipasi pertengkaran yang terjadi antara Hans dengan Diandra, Allona meminta keduanya berangkat menuju tempat acara dari kediaman Narathama. Ia merencanakan berangkat bersama-sama meski menumpangi mobil yang berbeda. Awalnya Hans menolak karena dianggap membuang-buang waktu, tapi Allona tetap bersikeras, sehingga mau tak mau ia pun terpaksa menurutinya.Kini mereka sudah tiba di tempat acara. Mereka sengaja tiba lebih awal karena bertindak sebagai tuan rumah. Berselang beberapa menit, undangan pun mulai berdatangan dan memberikan ucapan selamat kepada Hans serta Allona. Demi kesopanan, Diandra terpaksa memasang senyum palsu dan berdiri di samping Hans ikut berbasa-basi menyapa para undangan yang hadir.Hampir semua undangan memuji penampilan Hans dan Diandra yang terlihat sangat serasi, terlebih keduanya masih tergolong pengantin baru. Long dress hitam bergaya vintage dan berbahan lace terlihat sangat cocok melekat pada tubuh berisi Diandra. Tatanan rambutny
Read more

Chapter 17

Bi Harum terkejut sekaligus khawatir melihat Hans dan Diandra duduk bersama menikmati sarapan masing-masing, sebab baru pertama kali pemandangan ini disaksikannya sejak sepasang majikannya tersebut menikah. Selama berada di rumah ini, ia hampir tidak pernah melihat Hans dan Diandra bertengkar secara langsung. Berbeda seperti yang pernah dilihatnya langsung beberapa kali di kediaman Narathama. Bi Harum takut jika harus melihat kemarahan pasangan suami istri tersebut, terlebih tidak adanya Allona yang menjadi penengah. “Apakah jenis kelaminnya sudah diketahui?” Hans memecah keheningan di sela-sela kegiatannya menikmati nasi goreng seafood kesukaannya. Diandra menghentikan kegiatannya mengunyah dan beralih menatap Hans intens. “Kenapa sejak kemarin kamu terus saja menanyakan tentang anakku? Dulu, jangankan menanyakannya, keberadaannya pun biasanya tidak pernah kamu pedulikan,” ucapnya sarkastis. &ldquo
Read more

Chapter 18

Hans menepuk keningnya setelah menyadari dokumen pentingnya tertinggal di meja kerjanya, di rumah. Ia tidak mungkin menyuruh Damar untuk mengambilnya ke rumah, karena asistennya tersebut tengah mewakilinya menghadiri beberapa rapat. Ia sendiri juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya yang masih menumpuk di atas meja kerjanya. Ia ingin menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum berangkat ke Jepang besok malam bersama Damar. Dengan berat hati ia harus meminta Bi Harum mengantarkannya ke kantor. “Bi, tolong ke kamarku dan ambil tumpukan map yang ada di atas meja kerjaku,” beri tahu Hans setelah Bi Harum menjawab panggilannya. “Tidak, Bi. Damar sedang sibuk. Tolong Bibi yang mengantarkannya ke sini ya, ” pinta Hans sopan. “Terima kasih, Bi,” sambungnya setelah Bi Harum mengiyakannya. Setelah menaruh ponselnya di atas meja, Hans menyandarkan punggungnya pada kursi kebesarannya sambil memejam
Read more

Chapter 19

Pagi ini Diandra menikmati sarapannya seorang diri, sebab Hans belum bangun dari tidurnya. Ia sudah memberi tahu Bi Harum mengenai kepindahan mereka ke kediaman Narathama selama Hans pergi ke Jepang. Diandra juga mengatakan akan ke kediaman Narathama setelah Hans selesai berkemas, jadi ia minta supaya Bi Harum bersiap-siap terlebih dulu usai menuntaskan pekerjaannya. Ketika Hans baru tiba di ruang makan, Diandra sudah menyelesaikan sarapannya. “Sudah selesai?” tanyanya berbasa-basi. “Sudah,” Diandra menjawab setelah berdiri. “Tunggu,” tahan Hans sehingga Diandra mengurungkan langkah kakinya. “Aku belum menyapanya,” sambungnya. “Pagi, Nak. Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak? Tidur Papa juga sangat nyenyak,” ucap Hans yang tengah menyejajarkan tubuhnya pada perut Diandra. Untung saja Bi Harum sudah ke kamarnya untuk berkem
Read more

Chapter 20

Walau sudah seminggu berlalu, hingga kini Deanita masih tidak menyangka jika perbuatan ibunya di masa lalu sangat murahan dan licik. Bahkan, lebih murahan dari tindakan Diandra yang sengaja menghancurkan hubungannya dengan Hans. Ia sudah mengetahui kejadian sebenarnya mengenai pertengkaran yang dimaksud ibunya tersebut saat sarapan dari mulut ayahnya langsung. Apalagi sebelumnya ia sempat menanyakan kepada Bi Asih, yang saat itu berada di rumah sekaligus menjadi saksi pertengkaran orang tuanya. Deanita terenyak dan sangat terpukul, saat akhirnya untuk pertama kali mendengar penuturan ayahnya tentang perbuatan ibunya di masa lalu. Ia merasa sangat malu dan kecewa mempunyai ibu seperti Yuri. Seorang ibu yang rela melakukan perbuatan murahan dan licik hanya untuk memenuhi hasrat keegoisannya. Jika kini ayahnya akan menceraikan ibunya, ia akan mendukungnya. Deanita berdiri di balkon kamarnya sambil mengingat kejadian seminggu lalu yang membuat h
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status