Diandra Calistha, wanita semampai yang merupakan putri bungsu dari keluarga Sinatra. Dee–sapaannya, sudah menyelesaikan kuliahnya di jurusan fashion design, dan kini tengah menjadi seorang freelancer di sebuah butik. Diandra memutuskan meninggalkan rumah karena muak terhadap perlakuan tidak adil orang tuanya, seolah di mata mereka hanya seorang Deanita Aurora Sinatra yang berhak menerima kasih sayang.
Mendapat perlakuan seperti itu dari orang tuanya ternyata membuat Diandra tumbuh menjadi anak pemberontak dan keras kepala. Ia sering mendatangi kelab malam untuk bersenang-senang dan mengalihkan pikirannya dari situasi memuakkan di rumahnya. Bahkan, ia sering pulang dalam keadaan mabuk. Untungnya setelah keluar dari kediaman keluarganya, perlahan tapi pasti sikap dan kebiasaannya berubah. Bahkan, ia menjadi sosok yang mandiri dan tidak pernah lagi mengunjungi kelab malam untuk bersenang-senang atau sekadar mencari hiburan.Perubahan sikap Diandra tentu saja ada campur tangan sosok yang membimbing dan mengarahkannya. Sosok yang pada akhirnya membuat Diandra jatuh cinta, yaitu Wira Arthawan. Laki-laki yang merupakan kakak sepupu dari Sonya Lestari, sahabatnya sendiri. Laki-laki yang sebelum mengembuskan napas terakhirnya berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta. Laki-laki yang selalu memberikannya nasihat dan kenyamanan di hari-hari sulitnya. Bahkan, laki-laki tersebut tidak segan menegurnya.
Diandra sangat terpukul ketika sebuah kecelakaan tragis merenggut nyawa Wira. Ia merasa dunianya runtuh karena sosok yang selama ini menjadi pelindungnya dan sangat berperan penting dalam hidupnya terbujur kaku. Kehilangan itulah yang menjadi dasar utama Diandra membalas dendam kepada perenggut nyawa kekasihnya tersebut dengan cara menjebaknya.
Dengan bantuan Helena yang merupakan sahabatnya dan Wira, ia pun menjalankan rencananya. Ternyata aksi balas dendamnya tersebut tidak memberikan hasil yang menguntungkan untuknya, melainkan malah membuatnya terjebak dalam tali pernikahan bersama perenggut nyawa sang kekasih.
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Dee?” Helena bertanya saat melihat Diandra melamun sambil berlinang air mata. “Minumlah dulu.” Ia mengangsurkan segelas jus alpukat kepada Diandra yang kini terlihat mengusap dengan kasar air matanya.
Keluar dari restoran di hotel tadi, Diandra langsung menghentikan taksi yang sedang menurunkan penumpang. Untuk menenangkan pikirannya, ia lebih memilih mendatangi rumah Helena daripada Sonya. Tentu saja alasannya karena Sonya kini sedang bekerja di bagian administrasi di rumah sakit tempat Wira bertugas dulu. Ia ikut senang saat mengetahui Sonya diterima bekerja di rumah sakit tersebut meski belum diwisuda. Berbeda dengan Sonya, Helena kini telah membuka salon sederhana di rumah yang pernah ia tempati. Diandra yang pergi tanpa membawa uang terpaksa meminta Helena untuk membayari ongkos taksinya. Bahkan, ponselnya pun masih tertinggal di kamar hotel tempatnya menginap.
“Sudah, jangan menangis lagi, Dee,” Helena menenangkan meski Diandra tidak menjawab pertanyaannya tadi. Ia tidak ingin melihat sahabatnya tersebut semakin bersedih.
“Len, di mana Bi Mira?” Setelah berhasil mengendalikan emosinya, Diandra mengalihkan pikirannya yang tengah mengenang kebersamaannya dengan Wira.
“Ke pasar,” jawab Helena sebelum menyeruput jus jeruknya. Meski merasa iba melihat keadaan Diandra, tapi ia mencoba untuk menyamarkannya. “Andai saja Sonya mengabaikan perdamaian yang ditawarkan pihak Hans, hidup Diandra pasti tidak akan seperti sekarang,” batinnya menyayangkan sikap Sonya.
“Len, aku numpang istirahat sebentar di sini ya,” pinta Diandra sebelum menghabiskan jus alpukat buatan Helena.
Helena tersadar dari lamunannya setelah mendengar permintaan Diandra. “Silakan, Dee. Istirahat saja di kamarmu yang dulu. Tidak usah sungkan-sungkan, anggap saja di sini rumahmu juga,” suruhnya.
“Baiklah,” Diandra mengiyakan dan langsung menuju kamar yang dimaksud Helena.
Semenjak hamil Diandra memang lebih cepat merasa lelah, apalagi kejadian saat sarapan tadi sangat menguras emosi dan pikirannya. Andai tadi ia menanggalkan kesopanannya dan tidak menghormati kehadiran ibu mertuanya, bisa dipastikan kuku tangannya telah difungsikan untuk mencakar wajah Hans.
•••
Hans memarkirkan mobilnya di halaman rumah yang baru dibelinya seminggu lalu. Rumah sederhana dan berlantai dua yang akan ia tempati bersama Diandra. Ia memang sengaja mencari rumah yang tidak terlalu banyak penduduknya dan lingkungan di sekitarnya sepi. Untuk sementara ia akan meminta bantuan Bi Harum–salah satu asisten rumah tangga di kediaman ibunya.
“Bi, taruh ini di kamar tidur untuk tamu,” perintah Hans sambil mengulurkan paper bag berisi pakaian dan ponsel Diandra yang ditinggalkan oleh wanita tersebut di kamar hotel.
Awalnya Hans tidak memedulikan apa pun yang berkaitan dengan Diandra, tapi sebelum meninggalkan hotel ibunya memeriksa kamarnya dan memberikan barang-barang milik wanita tersebut kepadanya.
“Baik, Tuan,” jawab Bi Harum patuh. “Ngomong-ngomong, di mana Nyonya Diandra, Tuan?” tanyanya ketika menyadari tidak melihat keberadaan anggota baru di keluarga Narathama.
Bi Harum langsung menunduk ketika Hans menjawab pertanyaannya dengan tatapan menusuk. “Bibi permisi, Tuan,” ucapnya gugup dan membungkuk.
“Lakukan saja yang menjadi pekerjaan Bibi,” perintah Hans tegas sebelum menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Sesampainya Hans di kamar pribadinya, ia langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang. Ia mengucek matanya beberapa kali ketika menatap langit-langit kamarnya dan melihat bayangan Deanita di sana. Kini wanita itu sedang berada di Singapura menemani ibunya yang tengah menjalani pengobatan akibat terkena serangan jantung setelah mengetahui Diandra berbadan dua. Yurisa Putria Sinatra, wanita yang kini menjadi ibu mertuanya memang diketahui sebelumnya mempunyai riwayat hipertensi. Ia mengambil ponselnya dan mengusap layarnya yang memperlihatkan foto Deanita.
Untuk menjernihkan pikirannya kembali, Hans akan mengguyur tubuhnya di dalam kamar mandi. Niatnya yang sebelumnya ingin ke kantor setelah waktu makan siang pun dimajukannya. Ia lebih memilih pergi ke kantor dan menyibukkan diri dengan pekerjaannya, daripada menuruti permintaan sang ibu yang menyuruhnya mencari keberadaan Diandra.
•••
Waktu dirasa sangat cepat berlalu oleh Hans. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah memeriksa laporan pemberian sekretarisnya usai rapat siang tadi. Setelah melihat arloji mewah yang melingkari pergelangan tangannya, ia berdiri dari kursi kebesarannya dan mengambil kunci mobilnya di atas meja. Sebelum pulang ke rumah barunya, Hans ingin menyambangi warung soto ceker yang beberapa hari ini telah menjadi langganannya. Belakangan ini Hans selalu menginginkan menu makanan berbahan dasar ceker, padahal sebelumnya ia sangat tidak menyukainya. Bukan hanya itu, ia juga sering kelaparan ketika tengah malam. Bahkan, kini hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat air liurnya hendak menetes.
Hans pernah mencuri dengar obrolan para pekerja di rumah ibunya yang sedang membicarakan perubahannya. Selain masalah makanan, Hans juga sering mual-mual dan pening ketika bangun tidur. Bahkan, ia kerap kali memuntahkan kembali makanan yang disantapnya. Menurut para pekerja di rumah ibunya, katanya ia sedang mengalami ngidam dan morning sickness. Sebuah fase yang umumnya dialami oleh wanita hamil. Hans marah mengetahui dirinya mengalami fase tersebut, karena hal itu sangat merugikan dan menyiksanya.
Awalnya sang ibu membuatkannya teh mint untuk meredakan rasa mualnya, sayangnya tidak mempan. Berbeda ketika melihat Lavenia meminum air lemon hangat, ia sangat tergoda dengan irisan buah tersebut yang ada di dalam gelas. Setelah meminta irisian buah lemon tersebut kepada sang adik dan langsung menyesapnya, ternyata rasa mualnya berangsur mereda. Sejak saat itulah, ia akan memakan irisan lemon segar ketika rasa mual beraksi menyerangnya.
Melihat tidak ada tempat kosong di warung soto ceker yang didatanginya, Hans memutuskan untuk membungkus makanan tersebut dan akan menikmatinya di rumah. Karena nafsu makannya belakangan ini meningkat drastis, jadi ia membeli dua porsi soto ceker untuk dirinya sendiri. Setelah pemilik warung memberikan pesanannya, ia bergegas memasuki mobil dan mengendarainya menuju rumah barunya.
Setelah kurang lebih lima belas menit berkendara, akhirnya Hans tiba di rumah dan kedatangannya disambut ekspresi khawatir yang tercetak jelas pada wajah Bi Harum. “Ada apa, Bi?” tanyanya saat memasuki rumah.
“Hm, Tuan,” ucap Bi Harum hati-hati karena takut membuat majikannya marah. “Tadi Nyonya Allona menelepon Bibi dan menanyakan keberadaan Nyonya Diandra,” beri tahunya setelah Hans memberi isyarat untuk melanjutkan.
Hans menyugar kasar rambutnya ketika melupakan keberadaan Diandra. “Shit!” umpatnya karena menyadari Diandra pergi tanpa membawa ponsel sehingga dengan terpaksa kini ia harus mencarinya.
Jantung Bi Harum berdetak kencang ketika mendengar umpatan Hans. Ia hanya menunduk karena tidak berani melihat wajah Hans yang tengah marah. Meski mengetahui umpatan Hans tidak dialamatkan padanya, tapi Bi Harum tetap saja ketakutan. Menurutnya, Hans akan terlihat sangat menakutkan ketika dalam keadaan marah. Setelah mendengar suara mobil menjauh, Bi Harum baru berani mengangkat wajahnya.
“Semoga saja bukan aku yang akan dipekerjakan di rumah ini,” harap Bi Harum sambil mengelus dada.
•••
Hans langsung menuju rumah Helena setelah Felix memberitahukan alamatnya. Entah apa yang mendasarinya, pikirannya sangat kuat mengatakan jika Diandra sedang berada di sana. Ia memelankan laju mobilnya ketika sudah memasuki blok yang diberitahukan. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Hans melihat mantan simpanan sahabatnya tengah menutup pintu pagar dan ia pun menambah kecepatan mobilnya.
Tepat di depan pagar Hans membunyikan klakson mobil untuk menarik perhatian wanita yang hendak kembali ke dalam rumah. Ia turun dari mobil saat melihat Helena kembali menghampiri pagar. “Cepat suruh wanita itu keluar,” perintahnya tanpa basa-basi. “Sekarang!” sambungnya arogan.
Helena mendengkus setelah mengenali orang yang berbicara sangat tidak sopan padanya. “Siapa yang Anda maksud, Tuan?” tanyanya balik dengan sinis.
“Jangan pura-pura tidak mengerti siapa orang yang aku maksud. Jangan sampai aku menerobos masuk rumahmu dan menemukan wanita itu sendiri,” ancam Hans dan menatap nyalang Helena.
“Silakan saja lakukan, Tuan, dan aku tidak akan segan-segan meneriakimu sebagai maling,” balas Helena sambil menyeringai.
Tanpa Helena dan Hans sadari, Diandra memerhatikan keduanya dari dalam rumah melalui jendela. Merasa mengenali laki-laki berpostur tinggi yang sedang berbicara dengan Helena, ia pun menghampiri keduanya. Ia tidak ingin jika kedatangan laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu membuat keributan di rumah Helena, sehingga mengganggu penghuni lain.
“Baguslah. Akhirnya kamu keluar juga tanpa perlu aku seret paksa,” Hans mendesis ketika melihat Diandra berjalan di belakang tubuh Helena. “Pulang!” sambungnya dingin tanpa menghiraukan reaksi geram Helena karena mendengar perkataan kurang ajarnya.
Diandra memberikan isyarat kepada Helena agar tidak menanggapi perkataan Hans. Bukannya ia takut atau terintimidasi dengan perkataan sadis suaminya itu, tapi saat ini situasinya tidak tepat untuk beradu mulut. Ia hanya tidak ingin menciptakan keributan di rumah Helena dan menarik perhatian para tetangga di sekitarnya.
“Aku pulang dulu, Len,” Diandra berpamitan sebelum membuka pintu depan mobil Hans.
“Keparat!” umpat Helena saat Hans tersenyum mengejek sebelum memasuki mobil.
Diandra sangat ingin meneriaki Hans, bila perlu sampai membuat telinga laki-laki tersebut tuli karena langsung menancap pedal gasnya, padahal ia baru duduk dan belum memakai seatbelt.
Meski dilanda rasa takut karena Hans mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, terlebih sekarang ia dalam keadaan hamil, tapi Diandra berusaha untuk tetap tenang.
“Pantas saja nyawa kekasihku melayang, ternyata seperti ini cara mengemudi orang yang menabraknya,” sindir Diandra dengan jelas.
Seketika Hans mengurangi laju mobilnya ketika mendengar sindiran wanita di sampingnya yang tengah duduk sambil melihat jalanan dengan tatapan kosong. Jeritan Deanita dan suara benturan keras kini menggema di benaknya, sehingga membuatnya langsung menepikan mobil. Ia mematikan mesin mobil, kemudian menjatuhkan kepalanya pada kemudi.
Ingatannya kembali berputar pada kejadian sebelum mobilnya kehilangan kontrol dan menabrak seorang pengendara sepeda motor. Saat itu ia dan Deanita baru pulang dari menghadiri ulang tahun Felix yang diadakan secara sederhana di sebuah kafe. Di dalam mobil mereka terlibat perdebatan, pemicunya karena Hans cemburu melihat keakraban Deanita yang berinteraksi dengan mantan kekasihnya di kafe. Memang pertemuan Deanita dan sang mantan tanpa unsur kesengajaan, tapi tetap saja melihat keakraban mereka membuat hati Hans dibakar cemburu.
Deanita yang menilai kecemburuan Hans kali ini sudah melewati batas, terus saja menasihatinya. Bahkan, Deanita berulang kali menegaskan jika hubungannya dengan sang mantan hanyalah sekadar teman biasa. Kepala Hans bukannya mendingin setelah mendengar nasihat dan penjelasan bertubi-tubi dari Deanita, melainkan malah membuat amarahnya semakin menjadi-jadi. Untuk melampiaskan amarahnya, Hans mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sehingga membuat Deanita ketakutan.
Meski jalan yang mereka lalui cukup sepi, hal itu tidak membuat ketakutan Deanita berkurang. Ketika Hans menyalip mobil di depannya, cahaya lampu mobil yang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan membuat matanya silau, sehingga ia kehilangan kontrol dan membanting kemudi. Bersamaan dengan itu Hans mendengar jeritan Deanita sekaligus suara mobilnya menabrak sesuatu. Hans tidak sempat memeriksa apa yang ditabrak mobilnya, sebab ia pun mulai kehilangan kesadaran.
Karena semua barang-barangnya masih di rumah Helena, Diandra terpaksa mengenakan kembali pakaiannya yang kemarin malam setelah mandi. Diandra tersenyum tipis kepada Bi Harum yang menyadari kehadirannya. Kemarin malam ia tidak sempat berbasa-basi dengan wanita paruh baya yang kini tengah berkutat di dapur menyiapkan sarapan.“Bagaimana tidurnya, Nyonya? Bibi harap nyenyak ya.” Dengan ramah Bi Harum mulai mencari bahan obrolan.“Nyenyak, Bi,” Diandra menjawabnya tidak kalah ramah. “Bi, panggil saja aku Dee. Aku tidak pantas dipanggil Nyonya,” pintanya sebelum mengisi gelasnya dengan air putih.Bi Harum menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Bibi tidak berani, Nyonya,” beri tahunya.Diandra hanya mengendikkan bahu menanggapinya. “Terserah Bibi saja kalau begitu,” balasnya tidak peduli.“Jangan marah ya, Nyonya,” Bi Harum meminta permakluman.Diandra tersenyum kecil mendengar permintaan Bi Harum. “Kalau begitu panggil aku senyaman Bibi saja. Oh ya
Setelah kejadian menguras emosi beberapa hari lalu di taman, Diandra merasa sedikit lebih lega. Hubungannya dengan Deanita pun berangsur membaik, meski masih sedikit dingin. Bahkan, untuk memperbaiki hubungannya, Deanita berjanji akan mewakili orang tuanya menghadiri acara wisudanya. Saat Deanita menyampaikan janjinya, Diandra hanya menanggapi dengan bersikap apatis. Padahal di lubuk hatinya, ia sangat berharap sang kakak menepati janjinya.Diandra meregangkan ke atas kedua tangannya ketika selesai memeriksa desain gaun malam yang akan diperlihatkan dan dipresentasikannya besok siang kepada Mbak Santhi, pemilik butik tempatnya bekerja sebagai freelancer. Diandra mendesah ketika menyadari air di gelasnya telah habis, padahal ia sedang haus. Ia juga menghela napas berat saat melihat jam meja digital di samping kotak pensilnya yang memperlihatkan angka satu. Dengan malas ia merapikan meja kerjanya sebelum berdiri dan keluar kamar. Ia ingin ke dapur untuk minum air sekaligus mengi
Damar mengernyit saat mendengar permintaan atasannya yang sangat tidak biasa. Ia diminta membeli bunga mawar berwarna pink sebanyak 99 tangkai. Andai saja Damar tidak mengetahui kondisi Hans yang tengah dipengaruhi oleh hormon kehamilan Diandra, sudah pasti ia akan menertawakan atasannya tersebut. Selain menjadi atasannya, Hans juga merupakan sahabatnya. Persahabatannya memang tidak sedekat antara hubungan Hans dengan Felix, mengingat perbedaan status mereka.Damar menyadari jelas posisi dan statusnya. Ia hanyalah seorang anak asisten rumah tangga yang sangat beruntung diizinkan tinggal di kediaman keluarga Narathama. Sebelumnya ia tinggal bersama ayahnya yang menderita gagal ginjal di sebuah kontrakan kecil, sedangkan ibunya bekerja di kediaman orang tua Hans sebagai asisten rumah tangga. Awalnya orang tua Hans beberapa kali meminta ayahnya agar bersedia tinggal di salah satu paviliun keluarga Narathama yang letaknya di belakang kediaman utama, tapi sang ayah menolaknya karen
Di tengah-tengah aktivitasnya menonton televisi di kamar setelah menyelesaikan pekerjaan kantor yang dibawanya ke rumah, Hans kembali merasakan perutnya lapar. Dengan malas Hans beranjak dari posisi nyamannya di atas ranjang. Ia berniat ke dapur mencari camilan untuk mengganjal rasa laparnya, karena tidak mungkin membangunkan Bi Harum yang sedang beristirahat, apalagi kini sudah tengah malam.Hans tersenyum ketika tiba di dapur dan membuka kulkas karena menemukan kotak makanan berukuran tanggung berisi potongan-potongan nugget yang siap digoreng. Ia yakin nugget tersebut sengaja dibuat Bi Harum seperti yang sering dilakukannya di kediaman Narathama. Tanpa membuang waktu, Hans langsung memanaskan minyak dan mengeluarkan kotak tersebut dari kulkas. Ia akan menggoreng semuanya agar rasa laparnya hilang.“Aku kira nugget udang, ternyata ayam,” Hans bergumam saat mencicipi nugget yang sudah ditiriskan. “Tapi enak juga,” komentarnya.Setelah semua nugget tersebut matang
Diandra tidak memusingkan pertemuannya yang tanpa sengaja dengan Hans dan Deanita di kafe seminggu lalu. Ia dan Hans pun tidak pernah berkomunikasi meski tinggal di atap yang sama. Untungnya Bi Harum tidak jadi kembali ke kediaman Narathama, setelah Allona marah besar mengetahui keputusan Hans. Selain itu, Allona juga kecewa padanya karena tidak memberitahukan mengenai acara wisudanya.Diandra tengah memeriksa kembali barang yang akan dibawanya ke kediaman Narathama sambil menunggu kedatangan Lavenia menjemputnya. Karena Hans sedang ada perjalanan bisnis ke Jepang selama beberapa hari ke depan, jadi Diandra diminta tinggal di kediaman Narathama oleh Allona. Awalnya ia menolak permintaan Allona, mengingat di rumah sudah ada Bi Harum yang akan menemaninya. Namun, akhirnya ia menyanggupinya setelah mendengar Allona meminta Lavenia menemaninya. Selain itu, Bi Harum juga diminta ikut ke kediaman Narathama untuk sementara waktu.“Nyonya, Nona Ve sudah datang,” Bi Harum memberi
Hans menginstruksikan Damar agar langsung menuju kediaman Narathama setelah mereka tiba di bandara. Ia akan memberikan oleh-oleh yang sudah dibelinya terlebih dulu kepada ibu dan adiknya, sekaligus ingin makan siang bersama. Selain itu, ia juga ingin memberi kabar menggembirakan kepada keluarganya tersebut mengenai hasil pertemuannya di Jepang. Setelah berhasil melebarkan sayap perusahaannya di Singapura dan Thailand, kini usahanya dalam merambah Jepang pun sudah membuahkan hasil seperti yang diharapkan.“Dam, nanti kamu bicarakan saja dengan Mama mengenai konsep pesta perusahaan tahun ini. Apa pun konsep yang Mama mau, aku akan menyetujuinya,” ujar Hans sambil melihat keluar jendela.“Baik, Tuan,” jawab Damar. Ia mengernyit ketika melihat mulut Pak Amin, sopir di kediaman Narathama berbicara tanpa bersuara. Seperti menyampaikan sesuatu padanya, tapi takut diketahui Hans. “Apa yang ingin dikatakannya?” batinnya bertanya-tanya.“Dam, nanti tolong temui Dea dan berik
Merasa jenuh dengan suasana tempat tinggalnya, Diandra berencana berkunjung ke rumah neneknya dan menginap di sana selama beberapa hari. Ia sangat merindukan udara sejuk di sekitar rumah neneknya yang memang berada di dataran tinggi, lebih tepatnya di Puncak, Bogor. Awalnya Diandra akan pergi sendirian, tapi saat ia memberitahukan rencananya kepada Helena, sahabatnya tersebut ingin mengantar dan menemaninya. Meski sempat menolak, tapi pada akhirnya Diandra mengizinkan setelah Helena bersikukuh ingin mengantar dan menemaninya. Andaikan hari libur, ia juga ingin mengajak Mayra dan Sonya, agar mereka sama-sama bisa menikmati sejuknya udara pegunungan.“Bi, aku berangkat dulu ya,” Diandra berpamitan setelah Helena menjemputnya.“Hati-hati, Nyonya. Kabari Bibi jika Nyonya sudah sampai,” pinta Bi Harum sebelum Diandra memasuki mobil Helena.Diandra mengangguk dan tersenyum. “Nanti pulangnya aku belikan Bibi oleh-oleh,” ucapnya sambil melambaikan tangannya setelah berada
Diandra meletakkan buket bunga mawar putih yang dirangkainya sendiri di atas makam milik Rossaline Lidya. Ternyata neneknya tadi meminta ditemani berkunjung ke tempat peristirahatan terakhir mendiang tantenya. Bunga mawar putih tersebut dipetiknya langsung dari kebun milik neneknya sendiri. Diandra merasa dari dulu hingga kini kebun tersebut tetap sama, yaitu hanya dipenuhi oleh bunga mawar putih. Ia memang mengetahui alasan sang nenek mengisi kebunnya hanya dengan bunga mawar putih, tidak lain karena mendiang tantenya sangat menyukai bunga tersebut. Selain di tempat peristirahatan terakhir milik tantenya, Diandra juga meletakkan bunga mawar putih tersebut di makam kakeknya, yang letaknya bersebelahan.Setelah menyapa anggota keluarganya yang telah lebih dulu menghadap Sang Pencipta, Diandra mengajak neneknya kembali pulang. Selain karena sudah cukup sore, rintik-rintik hujan yang mengenai kulit mereka pun menjadi alasan Diandra bergegas meninggalkan area pemakaman.“Dee
Kehamilan kedua Diandra kini telah berusia tujuh bulan. Jika sesuai dengan perkiraan dokter, maka dua bulan lagi Diandra akan melahirkan anak keduanya. Diandra merasakan perbedaan yang sangat mencolok antara kehamilannya yang sekarang dengan sewaktu mengandung Hara. Saat mengandung Hara dulu, ia masih bisa leluasa bergerak walau kandungannya sudah tergolong tua. Namun, kini yang terjadi adalah kebalikannya. Selain nafsu makannya yang meningkat drastis, ia pun sekarang tergolong pemalas, termasuk dalam urusan berdandan. Jika saat mengandung Hara dulu Diandra sangat suka menggunakandressbermotif, tapi tidak dengan sekarang. Pada kehamilannya sekarang ia lebih suka dan nyaman menggunakanjumpsuittanpa motif. Warna-warna yang lebih diminatinya kini pun warna netral, terutamanavy.Kehamilan Diandra kini juga membuatnya sungguh berat membuka mata, apalagi beranjak dari ranjang. Bahkan, sekarang ia sangat mudah sekali mengantuk
Setelah permintaan maaf Hans saat Hara demam, hubungan Diandra dengan suaminya tersebut kembali seperti sedia kala. Kini sudah dua bulan Diandra dan Hans mempekerjakan seorangbabysitteruntuk Hara, sejauh ini kinerjanya pun terlihat memuaskan. Walau Hara terlihat nyaman dengan Fitri,babysitter-nya, tapi Diandra dan Hans tetap ikut mengawasi putrinya tersebut. Dengan adanya Fitri, Diandra menjadi sangat terbantu. Contohnya saat mengajak Hara bertemu dengan klien, karena sudah ada Fitri yang akan menemani anaknya tersebut. Namun, hari ini Diandra terpaksa harus membawa Hara ke kantor suaminya karena Fitri tengah pulang kampung, sedangkan dirinya ada pertemuan penting dengan salah satu klien eksklusifCatharina Queen.Setelah usai bertemu dengan klien dan menyelesaikan urusan lainnya, Diandra langsung melajukan mobilnya kembali ke kantor Hans guna menjemput Hara. Ia sangat berharap Hara tidak merecoki Papanya b
Sejauh ini liburan Hans bersama Diandra dan Hara di pulau Lombok berjalan lancar. Hans sangat menikmati setiap kebersamaannya dengan istri dan sang anak. Dari bangun tidur hingga matanya terpejam kembali, ia bersama istri dan anaknya tak pernah berjauhan. Selain itu, Hans juga berhasil membujuk Diandra agar mempekerjakan seorangbabysitteruntuk Hara. Setelah kembali ke Jakarta nanti, ia dan Diandra akan mendatangi yayasan penyalurbabysitteryang terdidik serta terlatih untuk dipekerjakan. Selama enam hari berada di Lombok Hans bersama keluarga kecilnya sudah banyak mengunjungi tempat wisata, tentu saja yang aman untuk Hara. Selesai makan siang nanti ia sudah harus mengajak istri dan anaknya kembali ke Jakarta, mengingat waktu liburan mereka telah usai.Berhubung Hara telah bangun, Hans dan Diandra akan mengajak buah hatinya tersebut berenang sambil menikmatifloating breakfast. Hans memang sengaja mencari vil
Diandra tak pernah mengetahui cerita rumah tangganya akan seperti apa dan bagaimana. Yang ia lakukan hanyalah menjalani sekaligus menikmati setiap kebersamaan dengan suami, anak, dan keluarganya. Dalam hidupnya kini tak ada yang lebih penting dari kebersamaannya dengan suami dan anaknya. Walau mendapat dukungan penuh dari Hans untuk dirinya menjadi wanita karier, tapi ia tetap harus memprioritaskan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu. Kedua tugas tersebut sudah menjadi harga mati dalam hidupnya, terutama tumbuh kembang sang buah hati. Ia tidak ingin keegoisan menghancurkan keharmonisan rumah tangganya, merenggut tawa bahagia sang anak dan suaminya.Diandra terkejut sesaat ketika sepasang tangan tiba-tiba meremas penuh kelembutan kedua pundaknya. Ia menerima kecupan di bibirnya setelah mendongak untuk melihat wajah suami tercintanya di belakang tubuhnya yang sedang berkutat dengansketchbook. Diandra memejamkan mata saat menerima pijatan lembut d
Tidak terasa sudah enam bulan Diandra dan Hans menjadi pasangan suami istri yang sesungguhnya. Walau Hans dan Diandra sepakat menunda memberikan adik kepada Hara, bukan berarti tidak ada agenda percintaan dalam hari-hari mereka menjalani kehidupan sebagai suami istri. Sejak itu pula Hans membuat kamar pribadinya bersama Diandra menjadi kedap suara.Seperti sekarang, cucuran keringat telah membasahi tubuh Diandra dan Hans setelah keduanya berhasil meraih puncak pelepasan bersama, sekaligus menyudahi kegiatan panas mereka dalam menggapai kenikmatan. Lenguhan pelan Diandra terdengar saat Hans memutuskan untuk melepas penyatuan bagian bawah tubuh mereka secara perlahan. Hans menghela napas, kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping sang istri. Dengan sisa tenaganya, Hans menarik tubuh Diandra dan membawa ke dalam dekapannya. Tidak lupa ia juga mendaratkan kecupan penuh kelembutan di kening dan bibir sang istri, sebagai ungkapan rasa terima kasihnya atasservice
Berhubung hari ini Hans tidak pergi ke kantor, ia mengambil alih tugas Diandra dalam mengurus Hara. Seusai memandikan dan mendandani Hara, ia menemani sang buah hati bermain sambil menunggu kedatangan istrinya dari membeli kebutuhan rumah tangga bersama Lavenia. Awalnya, ia menawarkan diri ingin mengantar sekaligus menemani Diandra berbelanja, tapi tawarannya tersebut ditolak oleh istrinya dengan alasan Hara tidak ada yang menjaga di rumah. Sebenarnya Hara bisa saja mereka ajak, tapi Hans lebih memilih mengalah dan menuruti keinginan sang istri daripada berdebat hanya karena hal sepele.Meski sudah mendapatkan haknya sebagai seorang suami dari Diandra, Hans tetap memegang teguh komitmennya. Ia tidak akan pernah memaksakan keinginannya kepada sang istri. Buktinya, ia menyetujui saat Diandra mengutarakan niatnya ingin memakai kontrasepsi sebagai upaya dalam menunda kehamilan. Bahkan, ia sendiri yang mengantar sang istri ke rumah sakit dan ikut menemui dokter untuk berkonsultasi
Diandra menatap pantulan tubuhnya yang telah berbalutlingeriejenischemisepada cermin di kamar mandi. Meski pada awalnya sederet keraguan dan pemberontakkan memenuhi benaknya atas hadiah yang akan ia berikan kepada Hans, tapi akhirnya Diandra berani mengambil keputusan setelah memantapkan hatinya. Oleh karena itu, tanpa membuang waktu lagi kemarin ia langsung pergi keoutletkhususlingerie, dan pilihannya jatuh pada pakaian sensual yang kini dikenakannya.Sebelum keluar dari kamar mandi dan beralih menuju dapur, Diandra mengenakannight robe-nya kembali untuk melapisilingerieyang membalut tubuhnya. Sesampainya di dapur, ia mengambilcakeulang tahun yang telah disiapkannya tadi, kemudian menyalakan beberapa lilin di atasnya. Ia melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati menuju ruang kerja sang suami agar api pada lilin tetap menyala.Meliha
Hans segera membuka mata, saat merasakan tempat tidur di sebelahnya kosong. Walau penerangan di kamarnya terbatas, ia tidak memerlukan waktu lama untuk menemukan keberadaan sang istri. Hans mengambil ponsel yang ia letakkan pada nakas di sampingnya untuk melihat jam sebelum menuruni ranjang dan berjalan menuju balkon, tempat istrinya sedang berdiri sambil bersidekap. Tidak lupa ia membawa selimut untuk Diandra.Setelah menggeser pintu dan menyibakkan tirai yang menjadi pemisah antara kamar tidur dengan balkon, Hans langsung menyampirkan selimut pada pundak Diandra. Ia memeluk tubuh sang istri dari belakang supaya lebih hangat. Ia semakin mengeratkan pelukannya ketika tidak mendapat perlawanan atau penolakan dari Diandra.“Kenapa bangun, hm?” Diandra memukul punggung tangan Hans karena bibir suaminya tersebut mulai berulah menggodanya, dengan mengendus dan mengecup berulang kali leher mulusnya.“Karena a
Diandra dan Hans sangat menikmati perannya menjadi orang tua. Keduanya pun kompak dalam pola pengasuhan Hara. Seiring pertumbuhannya, selain menjadi lebih cerewet, kini Hara juga semakin aktif dalam bergerak sehingga membuat Diandra dan Hans meningkatkan pengawasannya terhadap aktivitas sang buah hati.Walau merasa lelah setelah berkutat dengan tumpukan pekerjaannya di kantor, saat berada di rumah Hans akan selalu meluangkan waktunya sebentar untuk berinteraksi bersama Hara. Bahkan, karena saking lelahnya, Hans sering ketiduran ketika tengah menemani anaknya bermain. Alhasil, hal tersebut kadang membuat sang buah hati menjadi kesal sendiri karena merasa terabaikan.Ketika memasuki kamar tidur Hara, Diandra terkejut sekaligus terharu melihat pemandangan di hadapannya. Ia mendapati Hans duduk di lantai dan bersandar pada pinggiran ranjang sambil memeluk Hara di pangkuannya. Suami dan anaknya tersebut juga terlihat sama-sama sudah memejamkan ma