Semua Bab Dating with Celebrity: Bab 61 - Bab 70

175 Bab

Sehari Bersamamu [2]

Kendra bersiul mendengar kalimat lelaki itu. “Coba ya Max, kalau kamu setiap saat bisa bersikap seperti ini. Dalam arti, tidak suka marah tanpa alasan jelas. Kita pasti tidak akan bertengkar dan bisa hidup damai. Aku dan kamu juga tidak membuang-buang energi karena adu mulut berkali-kali.”“Hmm,” balas Maxim tak jelas.“Eh, iya, ada satu hal yang membuatku penasaran. Sebenarnya, ada apa sih dengan Bandung? Kamu selalu bersikap menyenangkan selama kita di sana. Dan saat ini, Maxim Yang Menyenangkan masih bertahan setelah kita kembali ke Jakarta,” kicau Kendra lagi.Maxim kesulitan menemukan kata-kata untuk merespons, dan itu membuat Kendra merasa senang. Karena biasanya Maxim pasti bisa menemukan kalimat untuk membalasnya. Seringnya, versi ketus yang bisa membuat sakit hati. Untung saja hati Kendra bisa digolongkan sebagai jenis yang kebal dan tangguh, sehingga tak mudah terluka karena lelaki ini. Meski Kendra sendiri tidak tah
Baca selengkapnya

Sehari Bersamamu [3]

Kendra tertawa penuh kemenangan. Dia tidak mengira jika si kaku Maxim bisa membuatnya gembira hari ini. Dia bahkan sudah tertawa beberapa kali. Ini hal yang bagus mengingat apa yang baru saja dialami oleh Kendra.“Kalau untuk satu orang saja aku harus menghabiskan banyak energi seperti itu, kalikan dengan tiga. Atau sepuluh. Menyulitkan sekali pastinya. Lalu masih ada Mbak Rossa yang tidak mau menerima berita negatif. Semua yang ditugaskan padaku harus diselesaikan sesuai harapannya. Mbak Rossa itu bisa dibilang mirip diktator.” Gadis itu menempelkan telunjuk kanannya di bibir. “Ssst, awas saja kalau kamu sampai membocorkan obrolan kita ini pada orang lain,” ancam Kendra dengan mimik pura-pura serius.“Jadi, di kantor kamu sering dimarahi?” Maxim ingin tahu.Kendra mengangguk mantap. Katanya, “Iya, sama kamu dan Mbak Rossa.”Maxim mengatupkan bibirnya. Kendra merasa geli melihat pria itu sedang berjuang untu
Baca selengkapnya

Sehari Bersamamu [4]

Kendra senang dengan kehadiran Maxim di rumahnya. Pria itu –entah menyadarinya atau tidak- membuat bebannya tak seberat yang diduga Kendra. Meski Maxim kesulitan untuk bercanda dengan lepas dan mungkin lupa menyembunyikan ekspresi masamnya yang masih muncul. Namun setidaknya lelaki itu tidak lagi mengomel atau marah tanpa memberi penjelasan apa pun.“Max, mumpung libur, aku mau mengajakmu ke suatu tempat.” Kendra tiba-tiba teringat satu tujuan yang dulu sering dikunjungi. Sayang, belakangan dia tak pernah lagi singgah ke sana karena alasan pekerjaan. Kendra sekarang nyaris tak punya waktu karena disibukkan oleh setumpuk tugas di The Matchmaker.“Kamu mau mengajakku berlibur?” Mata Maxim tampak berbinar.Kendra tertawa. “Kamu sudah lama tak pernah liburan, ya?”“He-eh,” aku Maxim.“Duh, kasihan! Pantas saja Bapak Maxim begitu bersemangat. Nantilah kalau aku sudah kaya, baru aku akan membaya
Baca selengkapnya

Sehari Bersamamu [5]

“Kita cuma memakai kaus dan celana jeans.” Itu upaya terakhir Maxim untuk membuat Kendra berpikir jernih. “Ini bukan pakaian yang pantas untuk datang ke acara pernikahan, Ken. Takutnya, tuan rumah malah tersinggung karena tamunya berpakaian seperti ini.”Gadis itu malah mendekat untuk menggandeng lengan kiri Maxim. Kendra pasti tidak tahu jika apa yang dilakukannya itu sudah membuat jantung Maxim jumpalitan dengan gerakan mengerikan.  Namun, anehnya, lelaki itu malah merasa senang. Apalagi Kendra melakukannya di depan umum. Setidaknya, cukup impas untuk membuatnya menebalkan muka. Minimal untuk saat itu.“Tetanggaku akan maklum kok, Max! Mereka adalah orang-orang pengertian yang tidak akan meributkan masalah sepele. Jadi, kamu tidak perlu merasa malu.”Setelah mencatatkan namanya di buku tamu dan memasukkan amplop ke dalam kotak khusus, Kendra menarik tangan Maxim lagi. “Kita makan dulu sekarang. Baru setel
Baca selengkapnya

Sehari Bersamamu [6]

“Hush! Sama sekali bukan gara-gara kamu,” bantah Maxim. Lelaki itu nyaris membuka mulut untuk memberi tahu Kendra tentang apa yang dirasakan Maxim sebenarnya. Namun dia mengurungkan niatnya. Apalagi, ini bukan saat yang tepat. “Sudah kubilang jangan lagi membahas soal Judith atau acara Dating with Celebrity,” Maxim mengingatkan. “Sekali lagi kamu menyebut namanya, aku akan mengutukmu menjadi batu.”“Oke. Maaf, aku lupa,” balas Kendra. Dia tertawa kecil.“Ancamanmu mengerikan.”Setelah menyalami pasangan pengantin baru yang mengira Maxim adalah kekasih Kendra, gadis itu memberi isyarat agar mereka meninggalkan hajatan yang masih terus dibanjiri tamu itu. Maxim mengangguk tanda setuju.“Maaf ya, kamu terpaksa kuseret ke pesta pernikahan untuk makan siang. Aku bisa melihat kekesalanmu. Kamu cemberut terus.” Kendra menyeringai, sama sekali tidak tampak menyesal. Namun Maxim bisa melihat jika keri
Baca selengkapnya

Kamuflase Rasa Hati [1]

Kendra benar-benar merasa terhibur tiap kali mengingat ekspresi shock yang ditunjukkan Maxim kemarin. Diajak makan di pesta pernikahan dengan pakaian kasual saja sudah membuat pria itu luar biasa kaget. Lalu digenapi dengan menjelajahi toko loak yang barang-barangnya berasal dari kado yang tak disukai. Entah bagian mana yang lebih mengejutkan Maxim. Toko loak atau asal barang yang dijual di sana.Kendati demikian, Kendra lega karena Maxim tidak mengajukan protes berarti. Lelaki itu bersabar menunggunya memindai tiap rak dan etalase dengan tatapan tajam dan menyelidik. Hingga Kendra mendapatkan sebuah mafela atau syal bercorak abstrak yang cantik dan sebuah pemutar MP3 yang bahkan tidak pernah dijual di pasar Indonesia.“Kamu ingin sesuatu? Aku yang akan mentraktirmu,” goda Kendra. “Tadi kan aku sudah bilang, akan membelikanmu sesuatu. Silakan pilih apa yang kamu suka, Max.”Sebagai respons, Maxim buru-buru menggeleng. “Teri
Baca selengkapnya

Kamuflase Rasa Hati [2]

Neala memeluknya sambil berbisik lirih. “Oke, aku tak akan membuatmu menangis. Aku senang kamu sudah bekerja kembali. Tadinya, aku pengin ke rumahmu, tapi takut kamu masih di Bandung. Mau menelepon pun takut malah mengganggu,” urainya.“Aku cuma menginap satu malam di Bandung, La. Tak lama setelah Ibu dimakamkan, aku kembali ke Jakarta. Tidak ada gunanya juga berlama-lama di sana. Mending aku pulang.”“Jadi, ibumu dimakamkan di Bandung, Ken?” tanya Pritha.“Iya. Itu permintaan ayah dan kedua kakakku. Kalau aku, jujur saja, lebih suka Ibu dimakamkan di Jakarta. Supaya tak terlalu jauh kalau aku ingin berziarah. Tapi aku kalah suara. Jadi, pada akhirnya terpaksa mengalah. Selain itu, aku juga harus realistis dan tidak egois. Sebab memang kondisinya akan lebih repot kalau Ibu harus dibawa ke sini.”Hening selama berdetik-detik hingga Neala mengajukan pertanyaan. “Oh ya, aku sungguh penasaran. Bagaimana ra
Baca selengkapnya

Kamuflase Rasa Hati [3]

Balasan Maxim datang kurang dari setengah menit kemudian.Tidak usah mencemaskan hal-hal yang bukan urusanmu. Apa kamu mau kukutuk jadi batu? Kamu sudah sarapan? Hari ini benar-benar sudah bekerja lagi?Kendra mengetikkan balasan untuk Maxim. Dia mengabaikan larangan Maxim.Apa aku perlu bicara dengan Judith? Supaya dia tidak salah paham? Aku tidak enak kalau sampai kalian bertengkar.Maxim merespons dengan omelan.Untuk apa kamu bicara dengan Judith? Kalau kamu cuma mau membahas soal dia, jangan mengirimiku pesan lagi!Kendra tak bisa menahan senyum. Dia pun membalas.Galaknya! Ya sudah, aku tidak akan membahas soal Judith lagi. Tapi aku tetap saja merasa tak enak, Max. Jangan sampai kalian bertengkar karena aku.Maxim malah mengajukan pertanyaan yang belum dijawab Kendra.Kamu sudah sarapan, Ken? Sudah be
Baca selengkapnya

Kamuflase Rasa Hati [4]

“Eh, aku penasaran tentang satu hal, Ken,” ucap Neala. “Mudah-mudahan kamu mau menjawab dan tidak tergoda untuk berbohong padaku.”Kendra masih menumpukan perhatian pada layar tablet milik Neala. Ada banyak pilihan gaun menawan yang terpampang di sana. “Kamu terlalu sering merasa penasaran. Itu tandanya, kamu berbakat menjadi presenter acara gosip. Penasaranmu tentang apa, sih?”“Kamu dan Maxim.”Itu jawaban tak terduga sekaligus mengejutkan dan membuat Kendra mengangkat wajah. Dia menoleh ke kiri untuk menatap temannya. “Kenapa dengan kami?”“Apa Maxim mengantarmu ke Bandung? Kalau melihat perhatiannya padamu, aku yakin dia tidak akan membiarkanmu menyetir ke Bandung sendirian.”“Perhatian apa?” Kendra keheranan.“Itu, dia sampai sengaja datang ke sini untuk mengabari soal ibumu. Apa menurutmu itu bukan bentuk perhatian yang besar?” Neal
Baca selengkapnya

Kamuflase Rasa Hati [5]

“Serius?” Neala mempertimbangkan tawaran itu selama beberapa detik, sebelum akhirnya menggeleng dengan sorot mata meredup. “Kamu mau makan malam bareng Sean?”“Aku tidak tahu. Sean cuma punya waktu setelah pukul tujuh. Kenapa?”“Tidak apa-apa, cuma menebak saja. Tapi kalau bertemu Sean pukul tujuh dan dia bukan laki-laki pelit, hampir pasti kalian akan makan malam.” Neala menunjuk ke arah tabletnya dengan tatapan putus asa, bibirnya terkatup. “Aku benar-benar pengin ikut tap tak bisa. Aku iri padamu, Ken. Kamu akan bersenang-senang dengan makhluk keren dan aku terjebak dengan pekerjaan.”“Aku tidak bersenang-senang. Mbak Rossa memintaku segera membicarakan jadwal audisi pra kencan dengan Sean. Sekarang ini Sean sedang sibuk, katanya harus mengikuti rapat sejak pagi. Dia menawari untuk bertemu langsung malam ini dan aku setuju. Kurasa, itu memang keputusan yang lebih baik,” urai Kendra.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
18
DMCA.com Protection Status