“Hush! Sama sekali bukan gara-gara kamu,” bantah Maxim. Lelaki itu nyaris membuka mulut untuk memberi tahu Kendra tentang apa yang dirasakan Maxim sebenarnya. Namun dia mengurungkan niatnya. Apalagi, ini bukan saat yang tepat. “Sudah kubilang jangan lagi membahas soal Judith atau acara Dating with Celebrity,” Maxim mengingatkan. “Sekali lagi kamu menyebut namanya, aku akan mengutukmu menjadi batu.”
“Oke. Maaf, aku lupa,” balas Kendra. Dia tertawa kecil.“Ancamanmu mengerikan.”
Setelah menyalami pasangan pengantin baru yang mengira Maxim adalah kekasih Kendra, gadis itu memberi isyarat agar mereka meninggalkan hajatan yang masih terus dibanjiri tamu itu. Maxim mengangguk tanda setuju.
“Maaf ya, kamu terpaksa kuseret ke pesta pernikahan untuk makan siang. Aku bisa melihat kekesalanmu. Kamu cemberut terus.” Kendra menyeringai, sama sekali tidak tampak menyesal. Namun Maxim bisa melihat jika keri
Kendra benar-benar merasa terhibur tiap kali mengingat ekspresi shock yang ditunjukkan Maxim kemarin. Diajak makan di pesta pernikahan dengan pakaian kasual saja sudah membuat pria itu luar biasa kaget. Lalu digenapi dengan menjelajahi toko loak yang barang-barangnya berasal dari kado yang tak disukai. Entah bagian mana yang lebih mengejutkan Maxim. Toko loak atau asal barang yang dijual di sana.Kendati demikian, Kendra lega karena Maxim tidak mengajukan protes berarti. Lelaki itu bersabar menunggunya memindai tiap rak dan etalase dengan tatapan tajam dan menyelidik. Hingga Kendra mendapatkan sebuah mafela atau syal bercorak abstrak yang cantik dan sebuah pemutar MP3 yang bahkan tidak pernah dijual di pasar Indonesia.“Kamu ingin sesuatu? Aku yang akan mentraktirmu,” goda Kendra. “Tadi kan aku sudah bilang, akan membelikanmu sesuatu. Silakan pilih apa yang kamu suka, Max.”Sebagai respons, Maxim buru-buru menggeleng. “Teri
Neala memeluknya sambil berbisik lirih. “Oke, aku tak akan membuatmu menangis. Aku senang kamu sudah bekerja kembali. Tadinya, aku pengin ke rumahmu, tapi takut kamu masih di Bandung. Mau menelepon pun takut malah mengganggu,” urainya.“Aku cuma menginap satu malam di Bandung, La. Tak lama setelah Ibu dimakamkan, aku kembali ke Jakarta. Tidak ada gunanya juga berlama-lama di sana. Mending aku pulang.”“Jadi, ibumu dimakamkan di Bandung, Ken?” tanya Pritha.“Iya. Itu permintaan ayah dan kedua kakakku. Kalau aku, jujur saja, lebih suka Ibu dimakamkan di Jakarta. Supaya tak terlalu jauh kalau aku ingin berziarah. Tapi aku kalah suara. Jadi, pada akhirnya terpaksa mengalah. Selain itu, aku juga harus realistis dan tidak egois. Sebab memang kondisinya akan lebih repot kalau Ibu harus dibawa ke sini.”Hening selama berdetik-detik hingga Neala mengajukan pertanyaan. “Oh ya, aku sungguh penasaran. Bagaimana ra
Balasan Maxim datang kurang dari setengah menit kemudian.Tidak usah mencemaskan hal-hal yang bukan urusanmu. Apa kamu mau kukutuk jadi batu? Kamu sudah sarapan? Hari ini benar-benar sudah bekerja lagi?Kendra mengetikkan balasan untuk Maxim. Dia mengabaikan larangan Maxim.Apa aku perlu bicara dengan Judith? Supaya dia tidak salah paham? Aku tidak enak kalau sampai kalian bertengkar.Maxim merespons dengan omelan.Untuk apa kamu bicara dengan Judith? Kalau kamu cuma mau membahas soal dia, jangan mengirimiku pesan lagi!Kendra tak bisa menahan senyum. Dia pun membalas.Galaknya! Ya sudah, aku tidak akan membahas soal Judith lagi. Tapi aku tetap saja merasa tak enak, Max. Jangan sampai kalian bertengkar karena aku.Maxim malah mengajukan pertanyaan yang belum dijawab Kendra.Kamu sudah sarapan, Ken? Sudah be
“Eh, aku penasaran tentang satu hal, Ken,” ucap Neala. “Mudah-mudahan kamu mau menjawab dan tidak tergoda untuk berbohong padaku.”Kendra masih menumpukan perhatian pada layar tablet milik Neala. Ada banyak pilihan gaun menawan yang terpampang di sana. “Kamu terlalu sering merasa penasaran. Itu tandanya, kamu berbakat menjadi presenter acara gosip. Penasaranmu tentang apa, sih?”“Kamu dan Maxim.”Itu jawaban tak terduga sekaligus mengejutkan dan membuat Kendra mengangkat wajah. Dia menoleh ke kiri untuk menatap temannya. “Kenapa dengan kami?”“Apa Maxim mengantarmu ke Bandung? Kalau melihat perhatiannya padamu, aku yakin dia tidak akan membiarkanmu menyetir ke Bandung sendirian.”“Perhatian apa?” Kendra keheranan.“Itu, dia sampai sengaja datang ke sini untuk mengabari soal ibumu. Apa menurutmu itu bukan bentuk perhatian yang besar?” Neal
“Serius?” Neala mempertimbangkan tawaran itu selama beberapa detik, sebelum akhirnya menggeleng dengan sorot mata meredup. “Kamu mau makan malam bareng Sean?”“Aku tidak tahu. Sean cuma punya waktu setelah pukul tujuh. Kenapa?”“Tidak apa-apa, cuma menebak saja. Tapi kalau bertemu Sean pukul tujuh dan dia bukan laki-laki pelit, hampir pasti kalian akan makan malam.” Neala menunjuk ke arah tabletnya dengan tatapan putus asa, bibirnya terkatup. “Aku benar-benar pengin ikut tap tak bisa. Aku iri padamu, Ken. Kamu akan bersenang-senang dengan makhluk keren dan aku terjebak dengan pekerjaan.”“Aku tidak bersenang-senang. Mbak Rossa memintaku segera membicarakan jadwal audisi pra kencan dengan Sean. Sekarang ini Sean sedang sibuk, katanya harus mengikuti rapat sejak pagi. Dia menawari untuk bertemu langsung malam ini dan aku setuju. Kurasa, itu memang keputusan yang lebih baik,” urai Kendra.
Sean mengulangi pertanyaannya dgn sabar. “Kamu dari mana, wahai aktor ternama?”Darien terkekeh geli karena ucapan sepupunya itu. “Aku baru pulang dari Medan. total, aku berada di sana hampir dua minggu. Aku dan yang lain baru selesai syuting film layar lebar. Kalau punya waktu, kalian juga harus ke sana. Makanannya luar biasa,” Darien berpromosi.Maxim mengiterupsi. Lelaki itu duduk di sebelah kiri Sean, meninggalkan pekerjaannya. Dia tahu, tak akan bisa berkonsentrasi dengan kehadiran kakak dan sepupunya yang berisik ini. Lagi pula, dia juga sudah cukup lama tdk bertemu dengan Darien. “Bukannya waktu itu kamu bilang sedang syuting di Spanyol? Kenapa sekarang tiba-tiba malah baru pulang dari Medan?”Darien menatap adiknya seakan Maxim baru saja mengucapkan pengakuan dosa yang mengejutkan. “Ya ampun, itu sebulan yang lalu, Max! Setelah itu, aku terbang ke Medan.”Maxim melongo. “Itu masih film yang sam
Toilet adalah tujuan utama Kendra begitu dia menginjakkan kaki di gedung perkantoran itu. Gadis itu berusaha merapikan penampilannya yang sudah pasti jauh dari kategori rapi. Karena itu, Kendra mencuci muka, membubuhi bedak di pipinya yang berkilat, memakai lipgloss, dan menyisir rambutnya yang berantakan.Seperti biasa, rambut bergelombangnya mengembang tak keruan karena memang cenderung sulit diatur. Kadang Kendra tergoda ingin pergi ke salon dan melakukan perawatan smoothing. Namun godaan itu ternyata hanya sebatas godaan yang tidak ingin diwujudkannya. Dia tak bisa membayangkan tampil dengan rambut lurus yang mengayun lembut tiap kali dirinya bergerak.Saat menatap bayangannya di depan cermin, Kendra mengangguk. “Oke, ini sudah lebih baik dibanding tadi,” gumamnya dalam hati. Setelah itu, dia kembali mematut diri. Baru kemudian Kendra meninggalkan toilet dengan langkah mantap.Kendra tiba di kantor Sean pukul setengah tuju
Gadis itu terpana saat mengenali wajah Maxim di sampul majalah The Bachelor bersama dua pria lain. Majalah ini sudah terbit sekitar dua bulan silam dan Kendra sama sekali belum pernah membacanya. Padahal, penampilan Maxim di majalah itulah yang membuat Rossa bersemangat menjadikannya klien di acara Dating with Celebrity.Seperti biasa, Maxim tampak menawan. Lelaki itu mengenakan setelan berwarna biru muda. Dasinya berwarna gelap. Maxim tidak berpose aneh, cuma menatap ke arah kamera dengan ekspresi datarnya yang biasa. Namun, entah bagaimana, lelaki itu terlihat lebih mirip model profesional dibanding perancang sepatu bayi. Saat itu Kendra baru memahami pesona seperti apa yang dimiliki Maxim.“Siapa sangka kalau gambar yang diambil oleh seorang fotografer profesional bisa membuatmu terlihat ... apa ya? Bergaya? Tapi tetap ada kesan misteriusnya. Pantas saja Mbak Rossa menuruti keinginanmu sepanjang bersedia ikut di acara Dating with Celebrity
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k