Home / Romansa / Dating with Celebrity / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Dating with Celebrity: Chapter 81 - Chapter 90

175 Chapters

Bahasa Sukma [4]

Kendra berusaha memilih kata-kata yang tidak akan membuat Maxim kian naik darah. Namun kepalanya seolah kosong melompong. Kendra tak bisa menemukan kalimat apa pun yang bisa dianggap cerdas. Karena itu, dia akhirnya membiarkan ucapannya meluncur begitu saja tanpa kontrol yang kuat.“Kamu melihat apa yang terjadi pada ibuku. Kamu tahu seperti apa kacaunya hidupku, keluargaku. Aku sudah berbagi banyak rahasia padamu, kan? Lalu pelan-pelan kamu mulai merasa kasihan padaku karena mungkin di matamu aku tampak begitu menderita. Aku ... hmmm ... kamu lelaki yang baik, Maxim. Berlawanan dengan kata-kataku selama ini bahwa kamu menjengkelkan. Kamu mungkin merasa ikut bertanggung jawab untuk hidupku. Dan kamu mengira itu cinta,” urai Kendra dengan suara lirih. “Ya, pasti seperti itu. Iya, kan?”Kendra berusaha menampilkan keceriaan palsu saat mengucapkan kalimat-kalimatnya. Sementara Maxim justru tampak makin bertambah kesal. Bibir lelaki itu mengerucut.
Read more

Bahasa Sukma [5]

“Aku tidak punya pengalaman banyak soal asmara. Aku belum pernah harus mengejar-ngejar seorang gadis. Aku bahkan tidak tahu bagaimana harus bersikap di depanmu. Kalau akhirnya aku cuma bisa marah, itu karena lebih mudah seperti itu. Aku tidak mungkin bisa membujuk dengan kata-kata manis. Aku cemas, kamu bisa muntah kalau mendengarku merayumu dengan kalimat-kalimat aneh yang sama sekali tak cocok dengan gayaku,” celoteh Maxim. Lelaki itu menghela napas. Keheningan mengapung di segala sudut. Dengan tangan kanan yang masih digenggam Maxim, Kendra makin kesulitan untuk mengumpulkan akal sehatnya. Apalagi saat lelaki itu meremas tangannya dengan lembut. Maxim sudah memberi impak yang mengerikan bagi tubuh dan benaknya. Gadis itu bahkan khawatir jantungnya akan meledak karena terus-menerus membuat suara dentuman nan cepat. “Kendra, jangan diam saja! Bicara sesuatu, tolonglah! Tapi, bukan kata-kata yang akan mengecewakanku, ya?” Kalimat aneh yang diucapkan Maxim itu
Read more

Bahasa Sukma [6]

“Ini sangat mengejutkan. Aku tidak pernah menduga kamu akan merasa seperti itu,” Kendra membela diri. Dia memejamkan mata sesaat. Maxim berusaha sungguh-sungguh agar suaranya tidak lagi meninggi. Dia sedang bersama Kendra yang baru saja diakui sebagai orang yang dicintainya. Kalau dia terus-menerus marah, bagaimana Kendra bisa meyakini bahwa dia memang mencintai gadis itu? Pemikiran itu yang membuat Maxim berusaha bernapas normal, untuk meredakan gejolak di dalam dadanya. “Kalaupun kamu tidak menduganya, bukan berarti tidak mungkin, kan?” Maxim menyabarkan diri. “Perasaanku, tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi beberapa hari lalu. Semuanya sudah bermula lama, tapi aku tidak menyadarinya. Dan ketika aku tahu ada sesuatu yang terjadi, aku panik. Kamu kira aku tidak berusaha membuang perasaanku? Sepertimu, aku takut kalau ini bukan sesuatu yang tulus. Aku takut ini cuma perasaan sementara. Tapi Kendra, makin aku berusaha mengabaikannya, aku makin tersiksa. Aku
Read more

Mengingkari Kata Hati [1]

Sumpah, Kendra sangat ingin membenci Maxim selamanya. Bila mungkin, dia juga berharap bisa mengulang waktu dan tidak akan pernah mengenal laki-laki menyebalkan itu. Ucapan Maxim yang menyinggung tentang Djody sudah cukup menjadi tiket agar mereka bisa bermusuhan selamanya.  Kendra bertekad untuk tidak akan memaafkan Maxim. Karena lelaki itu sudah menggunakan rahasia yang dibaginya pada Maxim menjadi senjata yang menyakiti Kendra. Bagaimana bisa? Padahal, Kendra memercayai Maxim. Andai tidak, mustahil gadis itu membiarkan Maxim tahu tentang rahasia yang selama ini disimpannya. Bahkan Neala pun tidak banyak tahu seputar kehidupan pribadi Kendra. Lagi pula, penolakannya bukan karena gadis itu menganggap Maxim akan mengkhianatinya kelak seperti yang dilakukan sang ayah. Sedikit pun Kendra tak pernah menyamakan ayahnya dengan laki-laki lain. Apalagi Maxim. Dia tahu bahwa Maxim bukan tipe pria pengkhianat. “Kenapa kamu harus menyebut-nyebut soal ayahku? Apa ka
Read more

Mengingkari Kata Hati [2]

“Kamu tidak keberatan dengan kontraknya, kan?” tanya Kendra, agak harap-harap cemas. Dia benar-benar merasa lega saat Sean menggeleng sebelum membubuhkan tanda tangan pada dokumen yang diperlukan. “Semuanya sudah oke, kok! Berarti selanjutnya aku hanya perlu datang ke kantor The Matchmaker untuk menghadiri acara seleksi peserta, kan?” tanya Sean, mencari penegasan. “Betul,” komentar Kendra. “Setelah ada tanggal yang pasti, silakan kontak aku. Lebih cepat lebih baik, supaya semuanya bisa disiapkan dengan baik. Selain itu, kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku, ya?” “Sip,” sahut Sean. “Kamu mau buru-buru pulang ya, Ken? Tidak mau makan malam dulu?” Sean menyerahkan kontrak yang sudah ditandatanganinya sambil menatap Kendra. Tawaran yang menggiurkan itu terpaksa ditolak oleh Kendra. Karena dia belum siap untuk bertemu dengan Maxim jika nekat makan malam dengan Sean. Itu kemungkinan yang bisa saja terjadi, kan? “Aku masih punya ban
Read more

Mengingkari Kata Hati [3]

Sepeninggal Kendra, Maxim cuma duduk membatu di sofa ruang kerjanya tanpa melakukan apa pun. Lelaki itu merasa kepialu. Maxim nyaris tak sanggup menahan rasa nyeri yang menyerang kepalanya. Apa yang baru saja dia lakukan? Mengapa semuanya berantakan? Padahal, seharusnya itu menjadi momen romantis antara dirinya dan Kendra.Ah, mungkin itu harus diralat. Tak ada yang bisa dianggap sebagai momen romantis. Itu karena Maxim begitu kacau saat mengungkapkan perasaannya pada Kendra. Dia mencintai Kendra, itu tak bisa lagi dibantah. Berbulan-bulan Maxim menyembunyikan perasaannya yang justru kian menguat saja setiap harinya. Dia bahkan sudah memutuskan untuk menyimpan semua afeksinya untuk diri sendiri.Alasannya simpel saja. Maxim tak mau hubungannya dengan Kendra malah berantakan. Karena dia tak tahu pasti perasaan gadis itu. Maxim sungguh takut ditolak. Apalagi setelah Kendra terus mendorongnya untuk mendekat ke arah Judith, entah gadis itu menyadarinya atau tidak.B
Read more

Mengingkari Kata Hati [4]

“Aku cuma mampir sebentar karena ada perlu,” sahut Sean, mengabaikan kata-kata Maxim. “Aku punya info penting. Sebentar lagi Kendra akan datang ke kantorku. Apa kamu tidak tertarik untuk....”Maxim tahu Sean bermaksud baik. Namun dia hanya menukas tajam, “Tidak, terima kasih.” Tangan kanan Maxim membuat gerakan mengusir.“Kamu menyerah? Cuma begitu upayamu untuk mendapatkan Kendra? Sebenarnya, kamu betul-betul jatuh cinta pda Kendra atau tidak, sih?”Maxim mendengkus kesal. “Ini terakhir kali aku membahas soal ini, ya. Setelah ini, kalau kamu berani-berani menyebut namanya, aku akan memutilasimu.” Maxim menatap sepupunya sungguh-sungguh. “Aku tidak tertarik melakukan apa pun untuk membuatnya berubah pikiran. Demi Tuhan, dia sudah menolakku! Apa itu tidak cukup? Aku tidak akan mempermalukan diri sendiri.”Sean membalas dengan tak kalah galak. “Aku kan sudah bilang, mungkin dia be
Read more

Mengingkari Kata Hati [5]

“Kamu ke Buana Bayi untuk bertemu denganku? Ada perlu, ya?” tanya Maxim tanpa basa-basi. Judith berpura-pura cemberut mendengar ucapannya.“Ish, kamu sama sekali tidak ramah. Pertanyaanku soal kabarmu pun belum dijawab. Tapi aku maklum karena kamu memang orangnya begitu. Aku memang lebih suka laki-laki yang tak suka banyak basa-basi- Max. Tidak genit juga,” kicau Judith. Perempuan itu berdiri lagi. “Aku titip tasku dulu, ya? Aku mau pesan kopi. Kamu mau sesuatu?”Maxim menggeleng tanpa semangat. “Tidak, terima kasih.”Judith meninggalkan kursinya, Maxim pun kembali menumpukan perhatian pada pintu masuk. Dia bertanya-tanya sendiri apakah tadi sudah melewatkan sesuatu? Mungkinkah Kendra sudah datang tapi dia tak melihat gadis itu karena mendadak Judith muncul di depannya dan membuat perhatian Maxim teralihkan?Lelaki itu kian gusar saja. Apalagi karena setelah menunggu bermenit-menit, dia masih tak melihat bat
Read more

Mengingkari Kata Hati [6]

Maxim tidak tahu apakah ucapannya tergolong cukup sopan atau malah terdengar kasar. Saat ini, konsentrasinya terbagi dua karena dia tetap berusaha mencari bayangan Kendra di antara orang yang lalu lalang di lobi itu.Judith menghela napas, terlihat berusaha keras untuk menenangkan diri. Maxim yakin, perempuan ini akan meledak dan memakinya. Setelah menunggu selama beberapa detik, Maxim harus menelan kekecewaan. Karena kini Judith malah terlihat rileks. Bagi Maxim, itu adalah sesuatu yang aneh.“Terima kasih karena kamu sudah jujur. Aku menghargainya. Aku lebih suka orang yang bicara apa adanya ketimbang berbohong cuma untuk membuatku merasa senang.” Judith sudah bisa tersenyum kembali ke arah Maxim. Lelaki itu melongo.“Dith, aku....”Kata-kata Maxim terputus karena Judith meminta izin untuk menjawab panggilan di ponselnya. Maxim cuma mengangguk, membiarkan Judith meninggalkan kursinya sekali lagi. Kini, Maxim bisa lebih fokus pada
Read more

Meragu [1]

Setelah berhari-hari lewat, Kendra kehabisan kata untuk terus mencela Maxim. Yang mengejutkan, gadis itu kini menyadari bahwa dia sangat merindukan pria itu. Ada banyak hal yang membuatnya teringat Maxim dalam berbagai kesempatan.Tiap kali menulis, dia mendadak teringat kekagetan bercampur kekaguman Maxim akan kemampuan Kendra menggunakan kedua tangannya dengan sama baik. Jika melihat jeruk, dia pun akan terkenang saat mereka berada di Bandung. Hal-hal seperti itu begitu sering terjadi dan menyiksa Kendra.“Astaga! Kenapa aku malah terlalu sering teringat padamu, sih? Padahal, kamu saat ini mungkin sudah melupakanku,” bisik Kendra pada dirinya sendiri dengan perasaan sedih.“Hei, kenapa malah komat-kamit sambil memelototi foto-foto calon kandidat? Kamu sedang membaca mantra supaya menemukan calon yang cocok untuk Sean atau apa?” usik Neala yang sudah berdiri di sebelah kiri Kendra.“Iya, begitulah kira-kira,” canda Ken
Read more
PREV
1
...
7891011
...
18
DMCA.com Protection Status