“Kamu tidak keberatan dengan kontraknya, kan?” tanya Kendra, agak harap-harap cemas. Dia benar-benar merasa lega saat Sean menggeleng sebelum membubuhkan tanda tangan pada dokumen yang diperlukan.
“Semuanya sudah oke, kok! Berarti selanjutnya aku hanya perlu datang ke kantor The Matchmaker untuk menghadiri acara seleksi peserta, kan?” tanya Sean, mencari penegasan.
“Betul,” komentar Kendra. “Setelah ada tanggal yang pasti, silakan kontak aku. Lebih cepat lebih baik, supaya semuanya bisa disiapkan dengan baik. Selain itu, kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungiku, ya?”
“Sip,” sahut Sean. “Kamu mau buru-buru pulang ya, Ken? Tidak mau makan malam dulu?” Sean menyerahkan kontrak yang sudah ditandatanganinya sambil menatap Kendra.
Tawaran yang menggiurkan itu terpaksa ditolak oleh Kendra. Karena dia belum siap untuk bertemu dengan Maxim jika nekat makan malam dengan Sean. Itu kemungkinan yang bisa saja terjadi, kan?
“Aku masih punya ban
Sepeninggal Kendra, Maxim cuma duduk membatu di sofa ruang kerjanya tanpa melakukan apa pun. Lelaki itu merasa kepialu. Maxim nyaris tak sanggup menahan rasa nyeri yang menyerang kepalanya. Apa yang baru saja dia lakukan? Mengapa semuanya berantakan? Padahal, seharusnya itu menjadi momen romantis antara dirinya dan Kendra.Ah, mungkin itu harus diralat. Tak ada yang bisa dianggap sebagai momen romantis. Itu karena Maxim begitu kacau saat mengungkapkan perasaannya pada Kendra. Dia mencintai Kendra, itu tak bisa lagi dibantah. Berbulan-bulan Maxim menyembunyikan perasaannya yang justru kian menguat saja setiap harinya. Dia bahkan sudah memutuskan untuk menyimpan semua afeksinya untuk diri sendiri.Alasannya simpel saja. Maxim tak mau hubungannya dengan Kendra malah berantakan. Karena dia tak tahu pasti perasaan gadis itu. Maxim sungguh takut ditolak. Apalagi setelah Kendra terus mendorongnya untuk mendekat ke arah Judith, entah gadis itu menyadarinya atau tidak.B
“Aku cuma mampir sebentar karena ada perlu,” sahut Sean, mengabaikan kata-kata Maxim. “Aku punya info penting. Sebentar lagi Kendra akan datang ke kantorku. Apa kamu tidak tertarik untuk....”Maxim tahu Sean bermaksud baik. Namun dia hanya menukas tajam, “Tidak, terima kasih.” Tangan kanan Maxim membuat gerakan mengusir.“Kamu menyerah? Cuma begitu upayamu untuk mendapatkan Kendra? Sebenarnya, kamu betul-betul jatuh cinta pda Kendra atau tidak, sih?”Maxim mendengkus kesal. “Ini terakhir kali aku membahas soal ini, ya. Setelah ini, kalau kamu berani-berani menyebut namanya, aku akan memutilasimu.” Maxim menatap sepupunya sungguh-sungguh. “Aku tidak tertarik melakukan apa pun untuk membuatnya berubah pikiran. Demi Tuhan, dia sudah menolakku! Apa itu tidak cukup? Aku tidak akan mempermalukan diri sendiri.”Sean membalas dengan tak kalah galak. “Aku kan sudah bilang, mungkin dia be
“Kamu ke Buana Bayi untuk bertemu denganku? Ada perlu, ya?” tanya Maxim tanpa basa-basi. Judith berpura-pura cemberut mendengar ucapannya.“Ish, kamu sama sekali tidak ramah. Pertanyaanku soal kabarmu pun belum dijawab. Tapi aku maklum karena kamu memang orangnya begitu. Aku memang lebih suka laki-laki yang tak suka banyak basa-basi- Max. Tidak genit juga,” kicau Judith. Perempuan itu berdiri lagi. “Aku titip tasku dulu, ya? Aku mau pesan kopi. Kamu mau sesuatu?”Maxim menggeleng tanpa semangat. “Tidak, terima kasih.”Judith meninggalkan kursinya, Maxim pun kembali menumpukan perhatian pada pintu masuk. Dia bertanya-tanya sendiri apakah tadi sudah melewatkan sesuatu? Mungkinkah Kendra sudah datang tapi dia tak melihat gadis itu karena mendadak Judith muncul di depannya dan membuat perhatian Maxim teralihkan?Lelaki itu kian gusar saja. Apalagi karena setelah menunggu bermenit-menit, dia masih tak melihat bat
Maxim tidak tahu apakah ucapannya tergolong cukup sopan atau malah terdengar kasar. Saat ini, konsentrasinya terbagi dua karena dia tetap berusaha mencari bayangan Kendra di antara orang yang lalu lalang di lobi itu.Judith menghela napas, terlihat berusaha keras untuk menenangkan diri. Maxim yakin, perempuan ini akan meledak dan memakinya. Setelah menunggu selama beberapa detik, Maxim harus menelan kekecewaan. Karena kini Judith malah terlihat rileks. Bagi Maxim, itu adalah sesuatu yang aneh.“Terima kasih karena kamu sudah jujur. Aku menghargainya. Aku lebih suka orang yang bicara apa adanya ketimbang berbohong cuma untuk membuatku merasa senang.” Judith sudah bisa tersenyum kembali ke arah Maxim. Lelaki itu melongo.“Dith, aku....”Kata-kata Maxim terputus karena Judith meminta izin untuk menjawab panggilan di ponselnya. Maxim cuma mengangguk, membiarkan Judith meninggalkan kursinya sekali lagi. Kini, Maxim bisa lebih fokus pada
Setelah berhari-hari lewat, Kendra kehabisan kata untuk terus mencela Maxim. Yang mengejutkan, gadis itu kini menyadari bahwa dia sangat merindukan pria itu. Ada banyak hal yang membuatnya teringat Maxim dalam berbagai kesempatan.Tiap kali menulis, dia mendadak teringat kekagetan bercampur kekaguman Maxim akan kemampuan Kendra menggunakan kedua tangannya dengan sama baik. Jika melihat jeruk, dia pun akan terkenang saat mereka berada di Bandung. Hal-hal seperti itu begitu sering terjadi dan menyiksa Kendra.“Astaga! Kenapa aku malah terlalu sering teringat padamu, sih? Padahal, kamu saat ini mungkin sudah melupakanku,” bisik Kendra pada dirinya sendiri dengan perasaan sedih.“Hei, kenapa malah komat-kamit sambil memelototi foto-foto calon kandidat? Kamu sedang membaca mantra supaya menemukan calon yang cocok untuk Sean atau apa?” usik Neala yang sudah berdiri di sebelah kiri Kendra.“Iya, begitulah kira-kira,” canda Ken
Kata-kata Kendra itu membuat temannya tergelak.“He-eh. Saking banyaknya yang pengin kukasih tahu sama kamu dan kemarin-kemarin sempat terlupa,” balas Neala membela diri. “Selain tentunya karena kesibukan kita yang makin hebat saja. Harus fokus pada pekerjaan agar rating Dating with Celebrity tetap ada di atas. Jadinya malah lupa mau bergosip denganmu.”“Aku sepertinya ketinggalan berita panas terus, ya?” Kendra geleng-geleng kepala. “Jadi, Judith bilang apa soal aku dan Maxim?”“Cuma pengin tahu, apa betul Maxim ke sini dan sampai memelukmu segala. Aku dan Pritha satu suara. Kami bilang, Maxim dan kamu itu berteman baik. Maxim datang untuk menghiburmu setelah tahu kalau ibumu baru meninggal. Judith juga sempat bertanya, Kendra itu yang mana orangnya karena dia lupa.”“Kami memang sepertinya tak sempat berkenalan.” Kendra mengingat-ingat.“Oh, pantas saja Judith ter
Ingatan Kendra berhenti pada saat Maxim memeluknya sembari mengabarkan telepon menyedihkan yang berasal dari Suster Inge. Atau ketika lelaki itu menemani Kendra seharian penuh setelah mereka kembali dari Bandung. Banyak hal yang sudah dilakukan lelaki itu untuk Kendra, meski gadis itu mungkin tak akan mengakui dengan mudah. Kemarahannya yang sempat berkuasa membuat Kendra begitu ingin membenci Maxim, tapi selalu gagal.“Seharusnya, sekarang ini aku menghabiskan waktu dengan menyumpahi Maxim yang ternyata punya waktu untuk makan malam dengan Judith, kan? Padahal, dia pernah bilang berkali-kali kalau tak tertarik pada Judith. Dia malah mengaku jatuh cinta padaku. Mungkin idealnya aku bertemu Maxim dan menonjok wajahnya,” oceh Kendra dalam hati.Meski Maxim mengacaukan hidupnya, Kendra berusaha keras agar pekerjaannya tidak ikut terpengaruh. Dia harus profesional dan meletakkan urusan pribadi di kotak khusus yang cuma bisa dibuka saat sedang sendiri. Karena Ke
Gadis itu ingin menolak karena tak ada yang perlu dibahas dengan Sean hanya berdua. Namun Rossa keburu memberi izin. “Silakan saja, Sean. Pakai saja ruang rapat. Kalau nanti sudah selesai, minta tolong Kendra untuk diantar ke ruangan saya, ya?” Kendra pun tak berkutik. Dia tak bisa menolak sama sekali. Tanpa membuang waktu, Kendra mempersilakan Sean mengikutinya. Gadis itu sempat meletakkan buku catatan di atas mejanya sebelum menunjukkan arah menuju ruang rapat. Di tempat itu Sean nantinya akan melihat proses seleksi lewat jendela kaca satu arah. Ah, tanpa bisa dicegah, kenangan saat bersama Maxim di ruangan itu pun membanjiri Kendra begitu rupa. Di tempat itu Maxim pernah mencium punggung tangannya dan membuat Kendra terpana di masa lalu. “Kalian bertengkar hebat, ya?” tanya Sean tanpa basa-basi, setelah Kendra menutup pintu. “Maxim kacau sekali, bisanya cuma memarahi semua orang yang ada di dekatnya. Dia sih tidak bercerita detail. Tahu sendiri betapa ting
Seperti dugaan Sean, Maxim meradang sepulang dari Singapura dan mendapati kekasihnya sudah berkantor di tempat Sean. Lelaki itu berusaha keras membuat Kendra mempertimbangkan tawaran untuk bergabung di Buana Bayi. Ketika ditolak, Maxim mulai mengomel. Dia bahkan merasa bahwa Kendra sok idealis. Juga pemilik The Matchmaker yang sudah membuat keputusan tidak masuk akal. Bla bla bla.Kendra sampai merasa pelipisnya berdenyut. Padahal, gadis itu sudah berjuang untuk memberi tahu Maxim dengan bahasa seringan mungkin. Dia pun sengaja menunda mengabari sang kekasih setelah Maxim kembali bekerja di hari Senin. Kendra mendatangi ruang kerja Maxim setelah jam kantor usai.Awalnya, Maxim begitu senang karena pacarnya datang berkunjung. Namun begitu diberi tahu bahwa Kendra sudah empat hari bekerja di kantor Sean, Maxim pun langsung menunjukkan kekesalannya. Lelaki itu juga tak senang karena Kendra tak mengatakan apa pun saat didesak Rossa untuk mengundurkan diri. Sean yang menyus
Kendra terpana mendengar kata-kata Sean barusan. “Kamu ... apa?”Sean tidak buru-buru menjawab. Lelaki itu bersandar di kursinya dengan gaya santai. “Sebelumnya, aku cuma bilang kalau aku melakukan ini bukan karena Maxim. Tapi karena kamu sendiri, Ken.”Kendra yang tak paham maksud lelaki itu, mengerutkan glabelanya. “Maksudmu?”“Begini. Selama kamu mewakili The Matchmaker, aku menilai bahwa kamu adalah orang yang berkomitmen pada pekerjaan. Punya kemauan keras juga. Contoh nyata yang tak terbantahkan adalah bagaimana kamu bisa membujuk Maxim sehingga akhirnya bersedia mengikuti acara kencan yang masih diejeknya sebagai acara norak sampai detik ini. Buatku, itu adalah poin plus, Ken.”“Aku boleh menganggap itu sebagai pujian?” gurau Kendra.“Tentu saja! Karena itu memang pujian, kok!” sahut Sean. “Nah, sekarang kita sampai pada poin utamanya, yaitu tawaran pekerjaan yang
“Oke. Memangnya kamu kira aku ini laki-laki bawel yang akan melapor ini-itu pada Maxim? Nanti juga dia akan tahu,” kata Sean. “Tapi memang berita ini bikin aku kaget setengah mati. Tidak menyangka ada drama baru hanya karena kamu dan Maxim berpacaran. Lalu, masih ditambah lagi dengan Aiden. Ck ck ck.” Sean geleng-geleng kepala.“Itu bukan salahku,” Kendra membela diri, merujuk pada Aiden.Sean menyeringai. “Kamu ternyata penuh pesona ya, Ken. Aku tak bisa membayangkan seperti apa reaksi Maxim kalau dia tahu bahwa ada laki-laki kelas kakap yang jadi pesaingnya. Siap-siap saja diikuti pengawal pribadi yang akan memastikan kamu tidak diganggu oleh laki-laki mana pun,” guraunya.Kendra mencebik tapi akhirnya dia malah tertawa. Gadis itu merasa geli membayangkan Maxim yang pencemburu itu mengetahui jika ada pria lain yang menyukai Kendra. Namun di sisi lain, Kendra tahu Maxim sudah berjuang untuk sedikit berubah sehingg
Pertanyaan Sean itu mengagetkan Kendra. Tadinya dia mengira lelaki itu menelepon cuma untuk menganggunya karena Maxim sedang berada di Singapura. Atau sekadar memamerkan hubungan dengan pasangan kencan pilihan Sean di acara Dating with Celebrity yang masih berlanjut hingga kini.“Kamu tahu dari mana?” Kendra balik bertanya. Dia merasa heran karena Sean bisa mengetahui informasi itu.“Bisakah kamu datang ke kantorku, Ken? Kurang nyaman kalau harus bicara di telepon. Sementara sepuluh menit lagi aku harus bertemu dengan salah satu klien,” pinta Sean. “Aku punya waktu luang di atas jam tiga.”Kendra menjawab tanpa pikir panjang, “Oke. Aku akan ke kantormu. Mumpung sedang jadi pengangguran dan tak punya jadwal meeting dengan klien,” guraunya.“Sip, kutunggu ya, Ken.”“Eh iya, tolong jangan dulu ngomong apa pun soal ini pada Maxim ya, Sean,” sergah Kendra sebelum l
Setelah meninggalkan mantan kantornya, Kendra langsung pulang. Dia sempat mampir ke supermarket untuk berbelanja beberapa kebutuhan. Gadis itu juga membeli camilan dalam jumlah lumayan banyak. Mungkin dia akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan bersantai di depan televisi sembari menikmati aneka makanan kecil.Selama ini, Kendra memang ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan disiplin ilmunya. Namun, itu menjadi cita-cita yang sengaja ditangguhkannya. Hingga detik ini, Kendra sama sekali belum serius berusaha untuk mencari pekerjaan lain di luar The Matchmaker. Akan tetapi hari ini dia harus menghadapi kenyataan yang sama sekali tak pernah terbayangkan. Jauh lebih mudah berimajinasi bahwa dirinya akan meninggalkan The Matchmaker atas keinginan sendiri, bukan karena dipaksa untuk membuat pilihan.Membayangkan dia sudah resmi menjadi pengangguran, Kendra pun menjadi luar biasa cemas. Mendadak, masa depannya terlihat buram dan gelap. Apa yang akan dilakukann
Kendra meninggalkan kantor The Matchmaker dengan kehebohan di belakangnya. Karena gadis itu memang tak menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Dia tak mau kelak pengunduran dirinya malah diikuti dengan tuduhan ini-itu yang sama sekali tak benar. Karena tentunya Kendra tak lagi ada di biro jodoh itu untuk membela diri.Paling tidak, Kendra merasa berhak memberi tahu kebenaran versi dirinya. Terserah saja jika dianggap sikapnya kekanakan. Apakah setelah ini Rossa akan berkoar-koar tentang versinya yang bisa saja berbeda, itu masalah lain. Kendra tak mau memikirkan hal itu dan memusingkan sesuatu yang tak bisa dikontrolnya.“Kamu betul-betul harus mengundurkan diri?” Neala masih tak percaya. Kendra sengaja mengajak Neala dan Pritha ke ruang rapat supaya mereka bisa bicara bertiga dengan leluasa. Gadis itu merasa berutang penjelasan pada keduanya, orang-orang terdekat Kendra di The Matchmaker.“Iya. Untuk apa aku bohong?” komentar Kendra dengan
Keluar dari ruangan Rossa, kepala Kendra terasa berputar. Dia berharap semuanya cuma mimpi buruk yang kebetulan datang bertandang tanpa aba-aba. Akan tetapi, Kendra tahu yang ini bukan mimpi.Demi menenangkan diri, gadis itu buru-buru menuju toilet yang bersebelahan dengan pantri. Dia butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan dilakukan saat ini. Langsung pulang atau menunggu hingga jam kerja berakhir? Masing-masing ada risikonya.Jika Kendra langsung pulang, pasti dia akan menghadapi banyak pertanyaan dari rekan sejawatnya. Padahal, Kendra merasa saat ini dia butuh ruang untuk bernapas. Karena ada banyak sekali kejutan yang didapatnya hari ini. Bertubi-tubi pula.Sementara jika gadis itu menunggu hingga jam kantor berakhir dan berpura-pura tak terjadi sesuatu, sisa hari ini mungkin akan berjalan lancar dan aman. Dia bisa menghindari hujan pertanyaan mengapa harus mengundurkan diri hari ini. Kecuali Rossa memutuskan untuk meminta Kendra meninggalkan kantor secep
Tubuh Kendra menegang selama beberapa sekon. Dia menatap Rossa dengan kening berkerut. “Ini serius, Mbak?” Kendra mencari tahu. “Saya harus putus dari Maxim?”“Tidak ada yang mengharuskan,” sahut Rossa cepat. “Tadi kan saya cuma bertanya. Kalau saya memintamu putus dari Maxim, bagaimana? Apa kamu bersedia?”Kendra menjawab di detik yang sama, “Tidak, Mbak. Maaf. Saya tidak melihat alasan kenapa saya dan Maxim harus putus. Kami tidak melanggar kontrak apa pun. Selain itu secara etika, saya juga tidak merasa ada masalah. Karena saya dan Maxim berpacaran berbulan-bulan setelah syuting Dating with Celebrity selesai. Tidak ada ‘cinta lokasi’ selama saya mengurusi Maxim sebagai klien kita.” Kendra membuat tanda petik di udara.Rossa beranjak dari tempat duduknya. Perempuan itu melangkah ke arah kulkas kecil di sudut ruang kerjanya. Rossa mengambil dua kaleng soda. Salah satunya diserahkan
Rossa tersenyum masam. “Tapi versi Judith tidak seperti itu. Kamu menjadi orang ketiga yang membuat hubungannya dengan Maxim menjadi jauh. Intinya, Judith mengkritik keras kebijakan-kebijakan The Matchmaker sehingga ada klien yang akhirnya malah berpacaran dengan pegawai di sini dan meninggalkan pasangan kencan yang sudah dipilih. Menurut kamu, mendengar tuduhan semacam itu dilontarkan oleh salah satu peserta kencan sekaligus sponsor acara Dating with Celebrity, apa yang harus saya lakukan?”Pertanyaan Rossa itu sungguh sulit untuk dijawab. Karena bukan kapasitas Kendra untuk mengajari perempuan itu apa yang harus dilakukan atau sebaliknya. Namun kalimat-kalimat bosnya yang menempatkan Kendra sebagai si penggoda, menyedot konsentrasi gadis itu lebih besar. Dia mustahil diam saja tanpa membela diri.“Tuduhan Judith sama sekali tidak benar, Mbak. Saya tak pernah menjadi orang ketiga yang merusak hubungannya dengan Maxim. Seperti yang saya bilang tadi, k