Semua Bab Dating with Celebrity: Bab 91 - Bab 100

175 Bab

Meragu [2]

Kata-kata Kendra itu membuat temannya tergelak.“He-eh. Saking banyaknya yang pengin kukasih tahu sama kamu dan kemarin-kemarin sempat terlupa,” balas Neala membela diri. “Selain tentunya karena kesibukan kita yang makin hebat saja. Harus fokus pada pekerjaan agar rating Dating with Celebrity  tetap ada di atas. Jadinya malah lupa mau bergosip denganmu.”“Aku sepertinya ketinggalan berita panas terus, ya?” Kendra geleng-geleng kepala. “Jadi, Judith bilang apa soal aku dan Maxim?”“Cuma pengin tahu, apa betul Maxim ke sini dan sampai memelukmu segala. Aku dan Pritha satu suara. Kami bilang, Maxim dan kamu itu berteman baik. Maxim datang untuk menghiburmu setelah tahu kalau ibumu baru meninggal. Judith juga sempat bertanya, Kendra itu yang mana orangnya karena dia lupa.”“Kami memang sepertinya tak sempat berkenalan.” Kendra mengingat-ingat.“Oh, pantas saja Judith ter
Baca selengkapnya

Meragu [3]

Ingatan Kendra berhenti pada saat Maxim memeluknya sembari mengabarkan telepon menyedihkan yang berasal dari Suster Inge. Atau ketika lelaki itu menemani Kendra seharian penuh setelah mereka kembali dari Bandung. Banyak hal yang sudah dilakukan lelaki itu untuk Kendra, meski gadis itu mungkin tak akan mengakui dengan mudah. Kemarahannya yang sempat berkuasa membuat Kendra begitu ingin membenci Maxim, tapi selalu gagal.“Seharusnya, sekarang ini aku menghabiskan waktu dengan menyumpahi Maxim yang ternyata punya waktu untuk makan malam dengan Judith, kan? Padahal, dia pernah bilang berkali-kali kalau tak tertarik pada Judith. Dia malah mengaku jatuh cinta padaku. Mungkin idealnya aku bertemu Maxim dan menonjok wajahnya,” oceh Kendra dalam hati.Meski Maxim mengacaukan hidupnya, Kendra berusaha keras agar pekerjaannya tidak ikut terpengaruh. Dia harus profesional dan meletakkan urusan pribadi di kotak khusus yang cuma bisa dibuka saat sedang sendiri. Karena Ke
Baca selengkapnya

Meragu [4]

Gadis itu ingin menolak karena tak ada yang perlu dibahas dengan Sean hanya berdua. Namun Rossa keburu memberi izin. “Silakan saja, Sean. Pakai saja ruang rapat. Kalau nanti sudah selesai, minta tolong Kendra untuk diantar ke ruangan saya, ya?” Kendra pun tak berkutik. Dia tak bisa menolak sama sekali. Tanpa membuang waktu, Kendra mempersilakan Sean mengikutinya. Gadis itu sempat meletakkan buku catatan di atas mejanya sebelum menunjukkan arah menuju ruang rapat. Di tempat itu Sean nantinya akan melihat proses seleksi lewat jendela kaca satu arah. Ah, tanpa bisa dicegah, kenangan saat bersama Maxim di ruangan itu pun membanjiri Kendra begitu rupa. Di tempat itu Maxim pernah mencium punggung tangannya dan membuat Kendra terpana di masa lalu. “Kalian bertengkar hebat, ya?” tanya Sean tanpa basa-basi, setelah Kendra menutup pintu. “Maxim kacau sekali, bisanya cuma memarahi semua orang yang ada di dekatnya. Dia sih tidak bercerita detail. Tahu sendiri betapa ting
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [1]

Setelah Sean selesai mengikuti acara audisi yang berjalan lancar tanpa gangguan berarti, lelaki itu kembali menemui Kendra. Beralasan minta diantar hingga ke mobilnya, Sean membuat Kendra meninggalkan kubikelnya. Setelah berjam-jam berjuang menenangkan diri setelah mengobrol dengan Sean tadi, Kendra tahu upayanya sia-sia saja. Karena tampaknya Sean memutuskan untuk kembali membahas tentang sepupunya.“Ken, tolong jangan menyerah, ya? Maxim kadang memang begitu egois dan menyebalkan. Kalau ada kata-katanya yang membuatmu kesal dan marah, tolong lupakan saja. Maxim lebih ahli bicara dengan kalimat judes ketimbang merayu. Kamu pasti tahu soal itu, kan?” oceh Sean.Mereka berdua berjalan bersisian, melewati ruang tunggu The Matchmaker. Suara dan ekspresi Sean tampak serius. Tak ada jejak canda yang biasa terlihat pada pria ini. Kendra sendiri pun merasa sesak napas karena terlalu banyak perbincangan yang menyebut nama Maxim hari ini.“Kenapa kamu b
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [2]

“Saya baik-baik saja, Tante. Memang saya baru sembuh dari sakit, masih agak demam,” dusta Kendra sembari berusaha tersenyum lebar. Tangan kanannya memegang pipi. Perempuan paruh baya itu manggut-manggut.“Oh! Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Saya sempat cemas, takut kamu sakit karena tadi sempat bicara sendiri.”Kendra bergumam tak jelas sembari mengomeli diri sendiri dalam hati. Perempuan itu mungkin mengira bahwa dirinya tidak waras. Mendadak cemas karena membayangkan akan segera bertemu Maxim, Kendra memilih turun di lantai sembilan. Jantungnya berdentam-dentam hingga dada gadis itu terasa nyeri. Dia mengabaikan tatapan keheranan perempuan paruh baya tadi saat melihat Kendra mendadak menekan tombol angka sembilan.Begitu keluar dari lift, Kendra menatap ke sekeliling. Lantai sembilan bukanlah tempat ideal untuk menenangkan diri karena dihuni sederet kantor dengan orang-orang berlalu-lalang lumayan ramai. Akhirnya, Kendra kembali me
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [3]

Ketika Judith menutup pintu, mau tak mau Kendra harus mundur. Dia terpaksa menunda niatnya untuk segera bertemu dengan Maxim.“Betul, Mbak. Saya memang bekerja di The Matchmaker. Saya, Kendra. Apa kabar Mbak Judith?” Kendra menjabat tangan perempuan di depannya. Sekejap, Kendra mengira bahwa Judith tampak tegang saat dia menyebutkan nama. Namun sesaat kemudian dia memutuskan bahwa itu hanya ilusi optik. Judith tersenyum lebar di depan Kendra.“Kamu mau bertemu siapa? Maxim, ya?” tembaknya tanpa basa-basi.Kendra mengangguk. “Iya, betul. Saya dan Maxim ada sedikit urusan.”“Oh, begitu. Tapi urusannya bisa ditunda sebentar, kan? Saya mau mengajakmu minum kopi. Saya kan belum pernah berterima kasih padamu. Maxim sudah pernah bercerita kalau kamu yang punya jasa besar mempertemukan kami,” cerocos Judith. “Cuma minum kopi, kok! Tidak akan lama. Lagi pula, Maxim belum akan pulang. Tadi dia bilang, ada banyak
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [4]

“Saya beruntung karena bisa ikut Dating with Celebrity, lho! Karena sebelumnya saya sama sekali tidak tertarik pada acara semacam itu. Siapa sangka, malah bertemu dengan Maxim? Memang ya, kita bisa bertemu seseorang dengan cara yang tak terduga.”Judith terus berceloteh, tidak memberi kesempatan gadis di sebelahnya untuk merespons. Dalam hitungan detik, entah berapa kali nama Maxim digemakan. Terlihat jelas bahwa Judith sangat menyukai lelaki itu. Bahkan, Kendra takkan heran jika Judith sudah berada dalam tahap jatuh cinta pada Maxim. Kendra merasa pengar sebagai impaknya. Perutnya pun terasa melilit.“Saya memang ceroboh karena bisa-bisanya melupakan jasamu, Ken. Eh, iya, memangnya apa sih yang terjadi antara Maxim dengan Rossa? Dia sih tidak menjelaskan detail. Tapi yang saya tangkap, Maxim sempat kesal dengan Mbak Rossa,” oceh Judith lagi.Pintu lift terbuka di lantai dasar. Judith kembali menggandeng lengan kiri Kendra sembar
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [5]

“Saya dan Maxim itu sudah kenal lama lho, Ken. Kami dulu satu SMA, Maxim itu kakak kelas saya. Sejak dulu orangnya memang begitu, misterius dan terkesan dingin. Tapi memang cowok seperti itu yang saya suka. Para playboy malah membuat saya muak,” gurau Judith. Perempuan itu mulai menyesap kopinya.Fakta itu mengejutkan Kendra karena seingatnya Maxim tak pernah membahas tentang Judith yang sudah dikenalnya cukup lama. Ataukah Kendra tanpa sengaja melewatkan poin itu karena terlalu sibuk bertengkar dengan Maxim?“Selama ini masih saling kontak dengan Maxim, Mbak?” Kendra sengaja tak berkomentar bahwa dia tak tahu Judith dan Maxim adalah teman lama.“Setelah tamat SMA, sudah tak pernah lagi, Ken. Saya sempat mencari tahu soal Maxim tapi teman-teman pun tak punya banyak informasi tentang dia. Sampai kemudian saya melihat Maxim terpilih menjadi Bujangan Paling Diidamkan versi majalah The Bachelor. Dan tahu-tahu dia ikut acara
Baca selengkapnya

Mencari Jawaban [6]

“Omong-omong soal kesibukan, kadang memang agak sulit mencari waktu supaya bisa sama-sama nyaman. Giliran saya punya waktu, Maxim malah sibuk. Begitu juga sebaliknya. Tapi, kalau ingin hubungan kami langgeng, memang harus banyak bersabar. Dan berkorban, tentunya. Di atas semuanya, seperti yang saya bilang tadi, Maxim luar biasa perhatian. Mungkin untuk orang lain itu hal yang sederhana, tapi buat saya berbeda. Dia rajin menelepon untuk mengingatkan agar saya tidak telat makan. Bahkan hampir setiap hari saya dibangunkan oleh telepon Maxim. Saya merasa diperlakukan dengan begitu istimewa.” Perempuan itu tergelak halus, membuat dada Kendra terasa ditusuk-tusuk.“Wah, Maxim perhatian sekali ya, Mbak,” komentar Kendra dengan lidah terasa kebas. Gadis itu berdoa mati-matian semoga Tuhan menolongnya dan membuat ekspresi wajahnya tak berubah sama sekali.“Betul. Makanya saya benar-benar merasa beruntung karena kami bertemu lagi walau awalnya lewat
Baca selengkapnya

Cinta Itu Merumitkan Hidup [1]

Kendra tidak pernah tahu jika patah hati seperti itu rasanya. Sakitnya luar biasa. Pahit dan membuat dunia mendadak gelap. Mengganggu segala sisi kehidupan, mengaduk-aduk konsentrasi hingga menjadi remah-remah yang menakutkan. Belum lagi rasa tersiksa karena tidak mungkin bertemu lagi dengan orang yang dirindukan, atas nama harga diri dan gengsi. Oh Tuhan, betapa cinta itu merumitkan hidup.Melewatkan malam pertama setelah pertemuannya dengan Judith adalah hari yang luar biasa berat untuk Kendra. Dia benar-benar tidak mampu memejamkan mata hingga pagi. Air mata gadis itu tak berhenti mengalir dan menimbulkan sakit kepala parah setelah berjam-jam. Belum lagi mata yang membengkak karenanya. Meski sama sekali tak ingin menangis, nyatanya Kendra gagal mencegah air matanya tumpah.“Kenapa kamu mengoceh kalau sudah jatuh cinta padaku? Padahal, nyatanya kamu malah bersama Judith? Harusnya, kamu tidak pernah bicara soal itu. Karena cuma mengacaukan hidupku, tahu! Berarti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
18
DMCA.com Protection Status