Home / Romansa / Godaan Memikat Lelaki Penguasa / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Godaan Memikat Lelaki Penguasa: Chapter 101 - Chapter 110

247 Chapters

101.Rere Koma

    Edzard terduduk lemas melihat sang istri berbaring tak berdaya, dia menggenggam erat tangan sang istri dengan penuh kasih. Rasa takut melanda hatinya, kedua orang tua Rere sudah Edzard suruh pulang untuk istirahat terlebih dahulu. Edzard mengecup telapak tanga Rere, wajahnya terlihat leleh, Edzard sendiri yang membantu mengangkat keranda juga menguburkan jenazah sang adik bersama Akbar. Tegar, saat ini hanya itu hal yang coba dia lakukan. Wajah ayu sang istri terlihat memucat, ada selang di hidung untuk alat bantu pernapasannya. Ah, pemandangan yang sangat miris, bukan. Edzard lalu bangkit melihat Rere menggeliatkan tubuh, patient monitor berbunyi, gambar yang mirip sandi rumput di layar begerak semakin rendah. Edzard membelalakkan mata, dia panik dan langsung memencet tombol darurat berulang kali.      “Abang mohon Re, tetaplah bertahan,” kata Edzard. “Apa pun keadaan kamu nanti, bagaimana pun nantinya. Abang tidak akan melepaskan kamu
Read more

102.Ponsel Nayla

   Edzard juga Evelyn duduk di sebuah sofa berdampingan, sofa yang berada di seberang brankar Rere terbaring koma. Keduanya masih saling diam, Edzard merasa kebingungan, keduanya terasa canggung. Yah, mengingat apa yang sudah Edzard ucapkan tadi membuat lelaki tersebut berpikir dua kali. Benar-benar kebimbangan yang tidak terelakkan. Lelaki itu bangkit berdiri, Evelyn menatap sang suami dengan tatapan bertanya.     “Aku beli minum dan makanan dahulu,” kata Edzard.     Evelyn mengangguk, “Iya,” jawabnya singkat, dia melihat punggung sang suami yang berjalan mendekati pintu. Lelaki sekuat Edzard terlihat rapuh olehnya. Siapa saja juga akan merasakan hal sama ketika kehilangan, terlihat rapuh tanpa daya. Bukan cuma Edzard namun, Kenzo pun demikian. Apa yang terjadi adalah takdir yang tidak bisa di rubah lagi.     Edzard menutup pintu, tatapannya gamang melihat ke arah l
Read more

103.Janji

    Siang hari yang terik, dimana udara sejuk membuat pikiran menjadi lebih jernih. Di pinggir air terjun yang mengalir deras, ada cahaya melengkung warna-warni di dekat air terjun tersebut. Saat ini kami berdiri berdampingan, berdua. Menikmati kicauan burung-burung yang terbang bebas di atas seperti menembus langit. Ada beberapa kicauan burung dari pepohonan, suara riuh mereka bersautan satu sama lain, bersama bising suara deras air yang mengalir. Aku memeluk tubuhnya dengan sangat erat, hampir aku menangis mengingat apa yang akan kami hadapi setelah ini, sebuah perpisahan, yang sangat menyakitkan. Wanita itu lebih tegar dari diriku yang rapuh, mungkin dia lelah atau mungkin sudah kebal dengan rasa sakit yang aku buat untuk mereka.      Lidah terasa kelu ketika hendak mengucapkan kalimat untuk memutuskan tali pernikahan kami. Beberapa hari lalu ketika pada pagi hari usai pengembalian ponsel Nayla, oleh orang yang baik hati. Rere sadar dari
Read more

Season Dua (Rasa yang Memperdaya)

    Senja, begitu mempesona, indah tidak terkira. Senja membawa sejuta rasa, kekaguman. Bak rasa cinta yang bertengger di hati, gelayar rasa ibarat bianglala, tidak mampu terlukiskan dalam kata, kekaguman senja. Ibarat memupuk duka lara, ketika indah senja tidak mampu terukir sempurna di langit, akan berganti malam, lalu menyisakan kenangan. Senja ibarat rasa, dimana hal indah itu terlihat menawan namun, tidak dapat kita miliki, hanya dapat kita nikmati sementara. Gelebah dalam atma, itulah senja, bagi secuil rasa yang masih tersisa, menyiksa, tanpa mampu kita genggam. Rinai melanda hati, mengepung, semakin lama semakin membludak, meruap timbul ke permukaan, itulah rindu. Sisa dari senja yang telah terlewat.      Seiring waktu yang telah lalu, senja masih terlihat mengagumkan, akan tetapi, membuat sadar agar tidak berharap. Rasa suka masih ada, hanya saja berganti terbiasa menahan rindu, juga cinta yang seharusnya dilupakan. Oh, senja, inda
Read more

105.Penyatuan

    Dalam buai sentuhan demi sentuhan yang menggetarkan seluruh tubuh. Otak terasa kosong, pikiran hanya berfokus pada penyatuan yang kini terjadi, sentuhan lembut, gerakan pelan sesekali menjadi brutal tidak terkendali. Edzard menatap tubuh polos di bawahnya. Dia begitu mengagumi tubuh yang sangat terasa cocok untuknya tersebut. Erangan bersahut-sahutan, menggema dalam ruang kedap suara. Hari belum terlalu larut namun, pergumulan itu sudah dimulai dari beberapa waktu lalu. Sebuah ruangan dengan tempat tidur ukuran jumbo, kasur empuk juga bad cover warna cream motif bunga-bunga. Ruangan cukup luas, ada lemari ukuran besar serta dapur di bagian lain, Edzard memilih kamar VVIP di salah satu hotel ternama.     “Kamu cantik,” ucap Edzard mengagumi wajah cantik sang istri.     “Abaaaang!” teriak Rere memanggil sang suami.     “Iya, Sayang, jangan di tahan, berteriak sesukamu, nikmati malam ini, nikmati semuany
Read more

106.Cantik

    Pagi harinya usai menghabiskan sarapan di restoran yang berada di bangunan lantai satu hotel. Edzard mengajak sang istri untuk ke kantor, sebelumnya di perjalanan mereka berhenti di sebuah toko pakaian yang mereka lewati. Membeli sepasang jas untuk dirinya, juga satu dress warna merah menyala berbahan sifon setinggi lutut dengan lengan motif sabrina. Rere terlihat cantik dengan pakaian tersebut, keduanya terlihat serasi. Edzard mengangkat lengan, Rere tersenyum menyelipkan tangan ke lengan tersebut, keduanya saling menatap, lalu tersenyum dan masuk ke dalam lift. Sampai di lantai atas keduanya berpisah, Rere menuju meja kerjanya, tempat yang dulu ditempati Evelyn hanya di rubah lebih luas. Edzard masuk ke dalam ruangan, awalnya Edzard sudah membenahi satu meja untuk Rere di dalam ruangannya, akan tetapi itu membuat Rere tidak dapat konsentrasi, ah hati dan pikiran tidak dapat kompromi.      Helen menghampiri Rere ketika Edzard sudah mas
Read more

107.Pengganggu

    Edzard masih memeluk sang istri, dia mengangkat kepala lalu kedua tangannya meraup wajah Rere, lelaki itu mengecup bibir sang istri yang terlihat sangat menggoda dalam polesan make up natural. Baru hendak melakukan hal yang lebih, pintu terbuka tanpa aba-aba. Sontak keduanya saling menjauh, malu. Mereka menoleh ke arah pintu, di mana kedua orang tua Edzard sudah berdiri di pintu. Mereka tersenyum manis, tanpa permisi nyelonong masuk ke dalam ruangan. Edzard mengernyitkan kening lalu memandang sang ayah yang berjalan di belakang ibunya. Sang ayah mengedikkan bahu pertanda tidak mau ikut campur urusan istrinya, seolah kode tersebut mewakili isi hati untuk mengatakan ‘aku juga tidak tahu’ Edzard menghela napas panjang dan berat.    “Hai, Sayang, Ibu bawakan makan siang untuk kalian,” ujar sang ibu mengangkat rantan yang dia tenteng sedari tadi.    Edzard dan Rere saling pandang lalu tersenyum, mere
Read more

108. Bocah Ingusan?

      Kenzo baru duduk lemas di dekat pusara Nayla, dia menyeka mata yang mulai berkaca. Perpisahan yang begitu menyakitkan, sudah ada beberapa bunga segar di atas pemakaman, yah, seperti biasa Kenzo menjadi orang yang kesekian kali berkunjung. Semenjak kepulangan ketika Nayla meninggal, Kenzo tidak lagi pergi ke luar negeri. Dia lebih fokus mengurus perusahaan sang papa yang sebentar lagi jatuh ke tangannya. Kenzo menjadi sosok pendiam dan lebih gila kerja sosoknya dulu si brengsek juga tukang pembuat onar, julukan tersebut mulai hilang.     “Nay sampai saat ini aku masih mengingatmu,” ujar Kenzo terkekeh, menertawakan kebodohannya.     Seorang Kenzo Julian, penakluk hati wanita di kota B, menjadi seorang pecundang hanya karena satu wanita bernama Nayla, sangat tidak terduga, namun itulah cinta, tidak akan ada yang masuk akal. Mengalahkan logika ketika rasa indah tersebut bersemayam. Meski belum tentu datang keb
Read more

109. Siapa Anak Itu?

     Sedang asik bermesraan dengan sang istri sekali lagi Edzard terganggu ketukan pintu. Rere menatap sang suami dengan terkekeh. Edzard sendiri masih terlihat kesal, sepagi ini sudah banyak pengganggu. Ingin dia menarik sang istri lalu mengajaknya ke hotel saja menghabiskan waktu berdua. Namun, dia ingat kembali ketika hari senin adalah hari paling sibuk usai weekend. Baru kali ini di merasa malas untuk bekerja. Rere mengecup pipi Edzard memberi semangat kepada sang suami.     “Siapa lagi pengganggu yang datang, huhft!” keluh Edzard berjalan mendekati pintu lalu membukanya.     Rere merapikan dress bagian atas yang sedikit melorot ke bawah. Wanita tersebut lalu meraih nampan di atas meja. Suara pintu terbuka, derap sepatu pantoffle terdengar, seseorang melangkah masuk. Pintu kembali tertutup. Rere mengernyitkan kening menatap lelaki yang datang langsung berjalan ke sofa dan duduk dengan santainya.  &nbs
Read more

110. Hanya Upik Abu

   Rere datang menemui Helene di pantry, dia kemudian duduk di sebuah kursi. Rere memandang ke arah Helene lalu mengulas senyum. Helene membuatkan segelas teh hangat untuk atasannya tersebut. Wanita itu masih nampak ayu dalam balutan pakaian ob sekali pun. Badannya yang berisi sebenarnya sempat membuat Rere minder, sebagian wanita yang pernah dicintai Edzard adalah wanita-wanita bertubuh sexy dengan body yang aduhai. Helene, Angel bahkan Evelyn mantan madunya yang sekarang entah di mana keberadaannya, dia tidak tahu.      Mengingat Rere bertubuh mungil, dengan body mungil tubuhnya. Dia menggigit bibir bawah, menahan kesal yang entah kenapa tiba-tiba hinggap di benak. Ada rasa takut sang suami akan jatuh cinta kepada wanita lain di kantor yang lebih sintal dan sexy. Membayangkan saja membuat Rere muak. Helene mengernyitkan kening merasa bingung terhadap apa yang dia perhatikan. Wajah manja Rere memerah dengan bibir mengerucut ke depan.  
Read more
PREV
1
...
910111213
...
25
DMCA.com Protection Status