Home / Romansa / Godaan Memikat Lelaki Penguasa / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Godaan Memikat Lelaki Penguasa: Chapter 91 - Chapter 100

247 Chapters

91.Wanita di Kantor Edzard

    Rere langsung saja memeluk sang suami, tidak peduli tatapan beberapa karyawan yang masih berada di tempat. Wanita itu menyembunyikan wajah dalam dekap hangat dada sang suami. Aroma parfum tercium, mengusik pada indra penciumannya. Edzard yang sempat terkejut ketika tiba-tiba Rere memeluknya, mengulas senyum. Lelaki bertubuh tinggi itu mengelus manja rambut panjang terurai Rere. Dia mengira-ngira apa yang sebenarnya sang istri pikirkan, Edzard mengernyikan kening lalu menghela napas, sekuat apa pun dia berpikir tetap tidak menemukan jawaban yang dicari. Edzard mengusap punggung sang istri, pasalnya pelukan Rere semakin erat. Dia menyipitkan mata, lalu mengedarkan pandang ke beberapa arah dimana anak buahnya memperhatikan dengan malu-malu. Edzard terkekeh lalu menggeleng, tingkah imut Rere benar-benar membuat para wanita iri.       “Kenapa, Sayang?” tanya Edzard lirih. Rere hanya menggelengkan kepala. “ya sudah kita Kembali ke ruang
Read more

92. Masih Ada Luka

    Keadaan Edzard semakin memprihatinkan, tidak merasakan sakit, tapi selalu merasa mual, ah sangat menjengkelkan bukan. Badan terasa lemas terkuras habis, bahkan saat pertemuan dengan klien di kafe yang berada di bawah kantornya, Edzard beberapa kali bolak-balik ke kamar mandi. Badannya di papah asisten sang ayah yang dia telepon sebelum jam pulang kantor usai. Mereka sempat mampir ke klinik kesehatan, tidak ada tanda-tanda sakit serius. Edzard masih di papah asisten sang ayah menaiki anak tangga pelan-pelan menuju kamar yang ditempati Rere. Tidak mungkin Edzard dengan keadaan yang demikian mengganggu Evelyn yang masih tahap pemulihan.      “Kepalaku terasa berat,” keluh Edzard merebahkan tubuh di atas ranjang.       “Sabar, Bang,” ujar Rere membuka sepatu milik sang suami.       Dengan telaten Rere melepas jas yang masih menempel di tubuh suaminya, derik pintu terdengar, R
Read more

93. Sadar Diri

    Edzard memeluk sang istri dengan sayang, dia menyibakkan rambut Rere ke arah samping kanan bagian depan, menghirup aroma wangi sabun yang menguar dari tubuh istrinya. Edzard benar-benar menyukai aroma tubuh itu, dia menciumi bagian leher belakang. Rere memejamkan mata menikmati setiap sentuhan yang Edzard berikan kepadanya. Ah, sangat manis terasa Edzard semakin gencar mencumbu, Rere mencengkeram erat handuk bagian depan yang dia pakai. Sedang menghayati setiap inci tubuh mulus sang istri, tiba-tiba perutnya kembali bergejolak. Edzard menghentikan aksinya lalu segera berlari ke kamar mandi. Rere mengernyitkan kening melihat apa yang tengah terjadi pada sang suami. Khawatir pasti sangat, wanita itu lalu mengenakan pakaiann dan langsung memanggil dokter pribadi. Edzard terlihat keluar dari kamar mandi dengan loyo. Rambut basah, tubuh berotot itu terlihat sangat menggoda, hanya saja bibir pucat sang suami membuat Rere kembali ke alam sadar. Dia mendekat ke arah sang
Read more

94. Nestapa Istri Kedua

      Banyak hal yang menjadi misteri dalam setiap hidup yang terjadi, penuh kejutan dalam suka maupun duka, sedu sedan tak bertepi. Haruskah menerjang ombak kepedihan sepanjang jalan hidup? Evelyn menangis tersedu memeluk potret dirinya dan sang suami. Terasa berat dan menyesakkan, dia hanya mampu berdiri di tempat yang sama tanpa dapat melakukan apa-apa, terombang-ambing lautan masalah yang tidak pernah terselesaikan. Waktu bersamaan Edzard masuk ke dalam kamar, dia segera menghampiri Evelyn. Wajah lelaki tersebut nampak khawatir, dia kebingungan melihat sang istri keduanya menangis.       “Sayang, kau baik-baik saja?” tanya Edzard duduk di samping sang istri. Lelaki tersebut meraih Evelyn dalam pelukan, lalu menarik bingkai yang dipeluk Evelyn sejak tadi. Edzard melirik potret itu sebentar. Ah, betapa bodohnya, saking bahagia atas kehamilan Rere, Edzard tidak sadar membiarkan Evelyn sendirian. “Maafkan aku Sayang, maaf, ma
Read more

95.Makan Malam

    Malam di sebuah resto nuansa alam, dengan hiasan lampu menyala. Mereka mengambil tempat duduk di pelataran, dimana pemandangan indah terlihat jelas, lampu kelap-kelip bersinar. Makanan kampung terhidang di meja kayu, ada ayam goreng, tempe dan tahu penyet, juga tumis kangkung. Rere menatap dengan tatapan biasa, membuat Edzard dan juga Evelyn terbengong.      “Kenapa, Sayang?” tanya Edzard menatap Rere.      “Abang, Abang tahu kan jika saya bisa memasak makanan sepeti ini?” pekik Rere.      “Iya, kamu pandai memasak,” kata Edzard tersenyum.      “Terusn kenapa kita makan di sini, Bang?” kata Rere.      “Re, bukannya ini resto favorit kamu?” tanya Evelyn mengernyitkan kening.      “Iya Mbak Eve, tapi saya nggak selera makan disini, saya bisa kok memasak itu semua. Ini namanya mubazir uang,” cerocos Re
Read more

96.Rere Hamil

     Sampai di rumah suasana terasa sepi, keluarga Edzard sudah bergegas kembali ke rumah masing-masing. Rere menaiki tangga satu demi satu, rasa hamp[a menyeruak ketika dia sendirian. Tidak mungkin Rere menyuruh Nayla untuk bermalam, menemaninya lantaran dua minggu lagi dia akan menikah. Yah, menikah dengan Akbar, sebuah pesta meriah hendak diselenggarakan di sebuah gedung milik keluarga Julian. Sebagai hadiah pernikahan dari Kenzo. Rere lantas mengingat pernikahannya dahulu, yah sebuah ijab yang ala kadarnya tanpa pesta. Terpenting sah secara hukum dan juga agama, mengingat pernikahan dia dan juga Edzard dulu merupakan permintaan dari sang nenek. Mendadak Rere merindukan sosok tua yang selalu menemani, sosok yang selalu memanjakannya, ah nasib badan. Wanita tua tersebut bahkan harus berpulang sebelum sang cucu memberikannya cicit. Rere menghapus air mata yang luruh dia masuk ke dalam kamar lalu merebahkan diri ke atas ranjang. Rere terlelap sebentar sebelum akh
Read more

97. Gelebah yang Masih Ada

     Malam menjelang Edzard terbangun dari tidurnya, Rere masih terlelap dalam pelukannya. Lelaki tersebut tidak tega untuk meninggalkan istri pertamanya tetapi, mengingat ada Evelyn yang juga harus dia jaga perasaannya. Edzard lalu menyingkap pelan sekali tangan Rere yang melingkar di perutnya agar tidak mengganggu lelapnya. Edzard beringsut bangkit, dia mengulas senyum memperhatikan setiap inci wajah Rere yan tertidur, ah, sangat manis, batinnya. Dia mengelus rambut Rere dengan sayang lalu mencium kening dan pipinya. Membenahi letak selimut untuk menutup tubuh mungil itu. Edzard gegas turun dari ranjang, dia meraup wajahnya. Langkah kaki itu kembali terhenti ketika berada di depan pintu kamar. Sekali lagi Edzard menatap ke arah ranjang. Rere meringkuk sendirian, dadanya terasa sesak tidak terkira.      “Maaf, sayang,” kata Edzard lalu membuka pintu dan keluar dari kamar menuju ke kamar istri keduanya.     Peman
Read more

98.Cemas

   Rere masuk ke dalam ruangan, terlihat Nayla tengah memeluk sebuah bingkai foto sembari menangis tersedu di sudut ranjang. Wanita muda itu berjalan mendekat ke arah sahabatnya. Dia meraih bingkai foto yang sedari tadi Nayla peluk. Nayla melepas bingkai tersebut, untuk kemudian menghapus linangan air mata. Rere melihat potret tersebut lalu tersenyum, Nayla membalas dengan senyum masam. Kenangan pahit yang harus dia jalani ketika mencintai orang yang tidak dapat kita raih. Semua rasa sakit itu mendadak ada, meski sejauh ini keduanya bertahan. Rere duduk di dekat Nayla, dia meletakkan bingkai tersebut di ranjang. Rere kemudian memeluk sang sahabat.     “Mengapa kamu menangis, Nay?” tanya Rere.     “Antara bahagia juga khawatir Re, aku bahagia karena akan menikah dengan lelaki yang aku cintai. Akan tetapi, aku khawatir dengan Kenzo. Dia baik-baik saja kan?” tanya Nayla masih sesegukan.&nb
Read more

99.Kecelakaan

      Sebuah mobil warna merah cerah berjalan keluar dari pintu gerbang sebuah kediaman. Mobil tersebut melaju tidak cukup kencang, berjalan menyusuri jalanan raya yang masih cukup lengang tidak seperti hari biasa. Pagi yang mendadak gerimis padahal baru saja cerah. Daun-daun di pinggir jalan yang tumbuh besar, kokoh bergoyang tersapu angin, yang ikut membawa pergi dedaunan kering. Gedung-gedung pencakar langit itu terlihat megah selintas. Beberapa orang berlarian menerjang gerimis. Mungkin mereka terburu-buru karena banyak urusan. Melewati tikungan jalan, dari arah berlawanan seorang wanita berlari menyeberang jalan. Mobil warna merah tersebut kehilangan kendali lantaran menghindari si penyeberang jalan, dia banting stir ke arah sebaliknya. Mobil tersebut oleng dan dari arah depan ada sebuah mobil bak terbuka yang memuat barang, penuh tertutup terpal warna biru di bagian belakang. Melaju kencang, kejadian begitu cepat dan mendadak, sama-sama terkejut. Bruak
Read more

100.Mencoba Ikhlas

    Kematian, sesuatu yang pasti akan terjadi, hanya saja ketika takdir itu terjadi tanpa kita sadari sebelumnya, rasa sakit yang merasuk semakin membelenggu, mengepung dada, sesak. Kehilangan menjadi duka yang meluruh lantakan segala keegoisan. Tersisa air mata, sendu, juga lara, tiba-tiba datang tanpa peringatan sebelumnya. Kenangan-kenangan indah menyembul bermain di pikiran. Tangisan membahana di kediaman Devan, rumah hangat yang selalu ceria. Berkali-kali nyonya Devan pingsan hingga harus di infus di rumah.     Evelyn menatap denga air mata yang seolah tidak pernah surut. Memandang jasad yang kini terbujur kaku. Suara teriakan dari arah depan menambah gaduh. Semua turut berduka cita atas kepergian Nayla yang begitu cepat. Tanpa tanda-tanda sebelumnya. Bahkan beberapa menit sebelum kecelakaan Nayla masih sempat menelepon Akbar, tunangannya, gadis itu memberikan kabar kepada calon suaminya jika sang kakak memberikan hadiah sebuah cafe yang te
Read more
PREV
1
...
89101112
...
25
DMCA.com Protection Status