Dalam buai sentuhan demi sentuhan yang menggetarkan seluruh tubuh. Otak terasa kosong, pikiran hanya berfokus pada penyatuan yang kini terjadi, sentuhan lembut, gerakan pelan sesekali menjadi brutal tidak terkendali. Edzard menatap tubuh polos di bawahnya. Dia begitu mengagumi tubuh yang sangat terasa cocok untuknya tersebut. Erangan bersahut-sahutan, menggema dalam ruang kedap suara. Hari belum terlalu larut namun, pergumulan itu sudah dimulai dari beberapa waktu lalu. Sebuah ruangan dengan tempat tidur ukuran jumbo, kasur empuk juga bad cover warna cream motif bunga-bunga. Ruangan cukup luas, ada lemari ukuran besar serta dapur di bagian lain, Edzard memilih kamar VVIP di salah satu hotel ternama.
“Kamu cantik,” ucap Edzard mengagumi wajah cantik sang istri.
“Abaaaang!” teriak Rere memanggil sang suami.
“Iya, Sayang, jangan di tahan, berteriak sesukamu, nikmati malam ini, nikmati semuany
Hai, jangan lupa tinggalkan jejak komentar ya. Love Sugar Daddy season dua juga sudah up bab terbaru ya, jangan lupa baca juga.
Pagi harinya usai menghabiskan sarapan di restoran yang berada di bangunan lantai satu hotel. Edzard mengajak sang istri untuk ke kantor, sebelumnya di perjalanan mereka berhenti di sebuah toko pakaian yang mereka lewati. Membeli sepasang jas untuk dirinya, juga satu dress warna merah menyala berbahan sifon setinggi lutut dengan lengan motif sabrina. Rere terlihat cantik dengan pakaian tersebut, keduanya terlihat serasi. Edzard mengangkat lengan, Rere tersenyum menyelipkan tangan ke lengan tersebut, keduanya saling menatap, lalu tersenyum dan masuk ke dalam lift. Sampai di lantai atas keduanya berpisah, Rere menuju meja kerjanya, tempat yang dulu ditempati Evelyn hanya di rubah lebih luas. Edzard masuk ke dalam ruangan, awalnya Edzard sudah membenahi satu meja untuk Rere di dalam ruangannya, akan tetapi itu membuat Rere tidak dapat konsentrasi, ah hati dan pikiran tidak dapat kompromi. Helen menghampiri Rere ketika Edzard sudah mas
Edzard masih memeluk sang istri, dia mengangkat kepala lalu kedua tangannya meraup wajah Rere, lelaki itu mengecup bibir sang istri yang terlihat sangat menggoda dalam polesan make up natural. Baru hendak melakukan hal yang lebih, pintu terbuka tanpa aba-aba. Sontak keduanya saling menjauh, malu. Mereka menoleh ke arah pintu, di mana kedua orang tua Edzard sudah berdiri di pintu. Mereka tersenyum manis, tanpa permisi nyelonong masuk ke dalam ruangan. Edzard mengernyitkan kening lalu memandang sang ayah yang berjalan di belakang ibunya. Sang ayah mengedikkan bahu pertanda tidak mau ikut campur urusan istrinya, seolah kode tersebut mewakili isi hati untuk mengatakan ‘aku juga tidak tahu’ Edzard menghela napas panjang dan berat. “Hai, Sayang, Ibu bawakan makan siang untuk kalian,” ujar sang ibu mengangkat rantan yang dia tenteng sedari tadi. Edzard dan Rere saling pandang lalu tersenyum, mere
Kenzo baru duduk lemas di dekat pusara Nayla, dia menyeka mata yang mulai berkaca. Perpisahan yang begitu menyakitkan, sudah ada beberapa bunga segar di atas pemakaman, yah, seperti biasa Kenzo menjadi orang yang kesekian kali berkunjung. Semenjak kepulangan ketika Nayla meninggal, Kenzo tidak lagi pergi ke luar negeri. Dia lebih fokus mengurus perusahaan sang papa yang sebentar lagi jatuh ke tangannya. Kenzo menjadi sosok pendiam dan lebih gila kerja sosoknya dulu si brengsek juga tukang pembuat onar, julukan tersebut mulai hilang. “Nay sampai saat ini aku masih mengingatmu,” ujar Kenzo terkekeh, menertawakan kebodohannya. Seorang Kenzo Julian, penakluk hati wanita di kota B, menjadi seorang pecundang hanya karena satu wanita bernama Nayla, sangat tidak terduga, namun itulah cinta, tidak akan ada yang masuk akal. Mengalahkan logika ketika rasa indah tersebut bersemayam. Meski belum tentu datang keb
Sedang asik bermesraan dengan sang istri sekali lagi Edzard terganggu ketukan pintu. Rere menatap sang suami dengan terkekeh. Edzard sendiri masih terlihat kesal, sepagi ini sudah banyak pengganggu. Ingin dia menarik sang istri lalu mengajaknya ke hotel saja menghabiskan waktu berdua. Namun, dia ingat kembali ketika hari senin adalah hari paling sibuk usai weekend. Baru kali ini di merasa malas untuk bekerja. Rere mengecup pipi Edzard memberi semangat kepada sang suami. “Siapa lagi pengganggu yang datang, huhft!” keluh Edzard berjalan mendekati pintu lalu membukanya. Rere merapikan dress bagian atas yang sedikit melorot ke bawah. Wanita tersebut lalu meraih nampan di atas meja. Suara pintu terbuka, derap sepatu pantoffle terdengar, seseorang melangkah masuk. Pintu kembali tertutup. Rere mengernyitkan kening menatap lelaki yang datang langsung berjalan ke sofa dan duduk dengan santainya. &nbs
Rere datang menemui Helene di pantry, dia kemudian duduk di sebuah kursi. Rere memandang ke arah Helene lalu mengulas senyum. Helene membuatkan segelas teh hangat untuk atasannya tersebut. Wanita itu masih nampak ayu dalam balutan pakaian ob sekali pun. Badannya yang berisi sebenarnya sempat membuat Rere minder, sebagian wanita yang pernah dicintai Edzard adalah wanita-wanita bertubuh sexy dengan body yang aduhai. Helene, Angel bahkan Evelyn mantan madunya yang sekarang entah di mana keberadaannya, dia tidak tahu. Mengingat Rere bertubuh mungil, dengan body mungil tubuhnya. Dia menggigit bibir bawah, menahan kesal yang entah kenapa tiba-tiba hinggap di benak. Ada rasa takut sang suami akan jatuh cinta kepada wanita lain di kantor yang lebih sintal dan sexy. Membayangkan saja membuat Rere muak. Helene mengernyitkan kening merasa bingung terhadap apa yang dia perhatikan. Wajah manja Rere memerah dengan bibir mengerucut ke depan.
Kenzo dengan cepat mengerjakan pekerjaan kantornya. Antara bahagia dan kebingungan masih melanda, seakan seperti mimpi. Pernyataan Helene, mengejutkan, namun dia juga sempat berpikir demikian. Mengingat wajah imut, tampan anak kecil bernama Rafael tersebut sangat mirip dengan dirinya. Kenzo gegas pergi ke luar kantor setelah itu, melajukan mobil ke arah jalan raya. Senyum terkembang di bibir, hati yang seolah pernah mati kini kembali hidup, ada anak yang dia tidak ketahui keberadaan sebelumnya. Sangat bahagia, sudah pasti. Mengingat banyak kenangan manis bersama Nayla, kemudian terhempas sebuah perpisahan selamanya. "Astaga, aku memiliki anak," ujarnya bahagia, lelaki tersebut tertawa kecil. Dengan cepat Kenzo melajukan mobil ke arah kantor milik Edzard, dia sempat melirik ke arah sepeda motor Helene, masih terparkir di sana. Lelaki itu lebih memilih menunggu Helene di parkiran. Dia menutup mata, mengingat
Kenzo tiba-tiba menghentikan laju mobil di depan salah satu gedung pusat perbelanjaan. Helen menoleh ke arah lelaki tersebut lalu mengernyitkan kening. Kenzo tersenyum, lalu melepas sabuk pengaman miliknya dan juga milik Helene. Wanita tersebut menatap ke arah Kenzo dengan tatapan kebingungan. "Mengapa kita berhenti di sini?" tanya Helene. "Beli baju untuk Rafael, anak kita," ujar Kenzo tersenyum. "Sejak kapan Rafa menjadi anak kita, dia anakku, hanya aku," tegas Helene. "Ada benihku yang masuk ke dalam milikmu, sehingga menjadi Rafael, Helene. Darahku mengalir padanya," desis Kenzo mengacungkan jari tangan ke arah bagian bawah lalu ke dada Helene. Wanita itu menelan saliva, mengingat tatapan mata menggoda. Wajah tampan rupawan yang membuat Helene terpana. Helene mengingat masa lalu, di mana dia begitu luruh pada b
Ruang tengah, di mana dinding bercat putih, ada sofa sudut terbentang, cukup besar. Hordeng warna putih bersih menutup jendela, di mana di luar sana sudah nampak gelap gulita. Suara tawa sesekali terdengar, ketika tayangan tv yang menyiarkan siaran talkshow berbumbu komedi. Edzard bersama Devan sang ayah, tengah menikmati teh panas di sofa paling ujung. Sedangkan nyonya Devan dan Rere duduk di paling tengah. Rere menoleh ke arah ibu mertua lalu ke arah sang suami, lelaki gagah itu sibuk berbincang masalah pekerjaan. Yah, di waktu yang tidak ada pembahasan lain selain pekerjaan ketika bingung hendak ngobrol tentang apa. Suara bel pintu terdengar nyaring, keluarga Devan sedang berkumpul usai makan malam bersama itu saling pandang. Waktu yang berlalu lebih berharga, sedikit saja mereka masih meluangkan waktu untuk bersama. Kehilangan membuat mereka lebih menghargai waktu kebersamaan. Seorang wanita paruh baya, salah satu asisten rumah tangga ma