Kenzo tiba-tiba menghentikan laju mobil di depan salah satu gedung pusat perbelanjaan. Helen menoleh ke arah lelaki tersebut lalu mengernyitkan kening. Kenzo tersenyum, lalu melepas sabuk pengaman miliknya dan juga milik Helene. Wanita tersebut menatap ke arah Kenzo dengan tatapan kebingungan.
"Mengapa kita berhenti di sini?" tanya Helene.
"Beli baju untuk Rafael, anak kita," ujar Kenzo tersenyum.
"Sejak kapan Rafa menjadi anak kita, dia anakku, hanya aku," tegas Helene.
"Ada benihku yang masuk ke dalam milikmu, sehingga menjadi Rafael, Helene. Darahku mengalir padanya," desis Kenzo mengacungkan jari tangan ke arah bagian bawah lalu ke dada Helene.
Wanita itu menelan saliva, mengingat tatapan mata menggoda. Wajah tampan rupawan yang membuat Helene terpana. Helene mengingat masa lalu, di mana dia begitu luruh pada b
Hay, jangan lupa tinggalkan jejak komentar, terima kasih sudah mampir di Godaan Memikat, baca juga Love Sugar Daddy, sudah up ya đ
Ruang tengah, di mana dinding bercat putih, ada sofa sudut terbentang, cukup besar. Hordeng warna putih bersih menutup jendela, di mana di luar sana sudah nampak gelap gulita. Suara tawa sesekali terdengar, ketika tayangan tv yang menyiarkan siaran talkshow berbumbu komedi. Edzard bersama Devan sang ayah, tengah menikmati teh panas di sofa paling ujung. Sedangkan nyonya Devan dan Rere duduk di paling tengah. Rere menoleh ke arah ibu mertua lalu ke arah sang suami, lelaki gagah itu sibuk berbincang masalah pekerjaan. Yah, di waktu yang tidak ada pembahasan lain selain pekerjaan ketika bingung hendak ngobrol tentang apa. Suara bel pintu terdengar nyaring, keluarga Devan sedang berkumpul usai makan malam bersama itu saling pandang. Waktu yang berlalu lebih berharga, sedikit saja mereka masih meluangkan waktu untuk bersama. Kehilangan membuat mereka lebih menghargai waktu kebersamaan. Seorang wanita paruh baya, salah satu asisten rumah tangga ma
Angin malam berembus menyapa, membuat dedaunan terseok-seok. Langit hitam pekat, pancaran rembulan begitu mempesona, menyinari, cahaya itu menembus lubang ventilasi sebuah kamar. Di mana ada sepasang suami istri berbaring dengan berhadapan di sebuah ranjang. Saling menatap penuh kasih sayang. Untaian kata maaf yang wanita itu lontarkan masih terngiang jelas, di ingatan. Untuk apa sang istri meminta maaf? Begitu tanda tanya lelaki tersebut dalam benak. "Maaf karena saya belum bisa menjadi istri sempurna," jawab sang wanita mengulas senyum, sedih. "Hei, kau adalah tipe istri sempurna, Sayang. Aku sangat beruntung memilikimu," kata sang suami. "Tapi saya belum bisa memberikan Abang keturunan," terang Rere "Jangan pikirkan itu," kata Edzard. "Bang Edzard," sapa wanita tersebut, "Saya mungkin istri sempurna tapi Abang tidak me
Assalamu'alaikum, Apa kabar pembaca tersayang? Semoga sehat selalu ya. Untuk semua pembaca tersayang, mohon maaf semua, dengan berat hati author akan hiatus dulu untuk novel Godaan Memikat, kondisi badan masih sering drop, jadi tidak bisa pegang dua novel sekaligus. Sementara mau fokus ke Love Sugar Daddy yang akan segara tamat. InsyaAllah akan UP DATE kembali mulai tanggal 1 Februari, mohon pengertian, dan terima kasih banyak untuk seluruh D'Lovely KarRa, sayang kalian banyak-banyak. Jangan lupa tetap ikuti kisah Godaan Memikat dan Love Sugar Daddy selalu. Kalian bisa ikuti up date novel via sosial media author. @karra_lovely fesbuk: KarRa Sekian dan terima kasih, Salam Sayang -KarRa-
Manis, satu kata untuk perlakuan Edzard terhadap Rere. Juga penuh kasih sayang dan perhatian, sebagai seorang istri, Rere merasa bahagia, memiliki suami begitu sempurna. Memperlakukan dirinya bak seorang ratu, hanya sayang Rere merasa bahwa dia tidak cukup mengetuk pintu hati sang sua,i. mengubah nama wanita lain di hati Edzard menjadi namanya, sampai kapan hidup akan penuh kepura-puraan. Lelah, itu yang Rere rasakan, merasa lelah dengan segala perjuangannya. Mungkin ini ganjaran yang harus dia terima. Pernikahan tidak disengaja yang mereka lakukan. Rere yang sedari awal menyia-nyiakan suami sebaik Edzard, saat masih menjadi satu-satunya istri. Hati Rere masih tertambat lelaki lain, dia begitu buta akan cinta semu yang dia dan Kenzo jalin. Mengabaikan segala rasa sang suami, di depan Matanya menemui lelaki lain. Ah, sungguh pemandangan bodoh yang pernah Rere perbuat. Pernikahan pada dasarnya sesuatu yang sakral, harusnya dia tidak melakukan perbuatan bodoh s
Edzard mengentakkan kakinya tidak tenang sepanjang rapat berlangsung, pikirannya tertuju kepada sang istri. Sedang apa dan bagaimana keadaannya sekarang. Setiap kali dia menghubungi Rere yang mengangkat telepon pasti Angel. Ingin dia marah-marah kepada wanita yang satu itu. Rapat baru saja usai, anak buahnya telah keluar ruangan. Hanya Edzard yang masih tinggal. Hingga suara ketukan di pintu entah untuk ke berapa kali berbunyi. “Pak, Edzard,” sapa seorang lelaki ketika Edzard menoleh ke arah pintu. “Iya,” jawab Edzard. “Ada ….” Ucapan lelaki tersebut terhenti lantaran seseorang menyerobot masuk, menyenggol sedikit lengannya. “Hai, sobat,” sapa lelaki itu. Edzard terkekeh, “Ada apa Ken, kau terlihat bahagia sekali,” ujar Edzard menyapa tamu tidak diundangnya itu.
Pertanyaan yang dilontarkan Angel membuat Rere kembali berpikir keras, sudah cukup lama peristiwa itu terjadi. Sudah saatnya dia melupakan namun nyatanya tidak semudah itu. Saat ini mungkin Edzard akan menerima dengan lapang dada namun, bagaimana dengan esok hari. Apa Edzard akan tetap menerima hal tersebut, ketakutan Rere semakin menjadi. Wajahnya memucat seketika. âRe, kamu baik-baik saja?â tanya Angel. Rere yang sempat melamun menoleh ke arah Angel lalu mengulas senyum dan mengangguk. Angel terlihat tidak enak hati, mengingat hal yang dia tanya begitu sensitif. Wanita itu menggigit bibir bawahnya, dia gusar, membenahi letak duduk lalu berdeham. Menghela napas panjang, walau bagaimana pun, dia tidak bermaksud menyinggung Rere, melainkan ingin wanita di hadapannya itu kuat, berhasil melupakan masa lalu. âMaaf jika pertanyaanku ini sangat lancang, Re,â ujar Angel penuh hati-hati
Edzard mendengkus kesal, ingin sekali rasanya dia mencari keberadaan sang istri namun, kesibukan menghadiri rapat di beberapa tempat berbeda membuatnya mengurungkan niat. Semua rapat penting bagi kemajuan perusahaan, terutama pertemuan dengan makan malam dengan rekan bisnis dari luar kota. Sejak siang tadi sang istri sangat sulit sekali dihubungi, setiap kali tersambung. Angel yang mengangkat telepon, dia bahkan tidak memberikan waktu untuk berbincang dengan sang istri. Bukan tidak mengijinkan Rere keluar. Dia hanya ingin menanyakan kabar terhadap sang istri, bukankah itu suatu hal yang lumrah. Perasaan cemas bercampur aduk ibarat benang kusut tidak terurai dan membuat kepala pening. Edzard berulang kali menilik jam tangannya. Menunggu rekan bisnis di sebuah restoran membuat dia jenuh. Lelaki tersebut mengentak-entak kaki, terasa menyesakkan di dada. Raga ada di tempat tersebut namun, tidak untuk pikira. Dia sungguh sangat kha
Senja tiba, Rere baru pulang ke rumah bersama Angel, kedua mertuanya tidak ada di tempat. Kedua wanita tersebut baru kembali dari jalan-jalan seharian, pergi makan, ke bioskop lalu ke salon untuk perawatan, berbelanja pakaian, makan lagi dan akhirnya setelah lelah pulang ke rumah. Rere juga mulai membuka hati, mencoba percaya berbagi cerita dengan Angel. Usai kepergian Nayla yang menjadi kehilangan teramat dalam, belum ada lagi sahabat yang siap ada untuknya. Bukan tidak ada, hanya mungkin dia yang ragu untuk membuka hati dan perasaan, percaya pada seseorang. Saat ini Rere tengah mencoba lingerie yang dibelikan Angel, wanita itu memandang ke arah cermin. Mengamati pantulan dirinya, terlihat sangat sexy. Bagian kerah membentuk v, sedangkan pengait tersebut hanya seperti tali menggantung di pundak, ah malu sekali wajahnya memerah, semerah warna lingerie yang melekat di tubuhnya. Tidak ada mantel lingerie, hanya dress sexy setinggi lutut saj
Elizabeth, Larisa beserta sang suami juga Delon baru selesai sarapan. Mereka keluar restoran menatap ke arah lautan lepas sembari membicarakan hal-hal yang hendak dilakukan untuk menghabiskan siang ini. Masih ada waktu dua hari berlibur ke tempat tersebut. Senyum sumringah Larisa dan Aarav membuat iri bagi para jomlo yang lihat. Termasuk Elizabeth dan Delon, pemuda tidak sengaja yang masuk sarang macan dengan menyatakan cinta pada Caroline Zeroun. "Kalian mau ikut kami ke pulau itu?" tanya Aarav menunjukkan sebuah pulau tidak jauh dari tempat mereka. "Kami tidak mau jadi obat nyamuk," keluh Elizabeth. Aarav terkekeh, "Baiklah, kalau begitu aku akan membawa istriku sekarang, selamat bersenang-senang kalian." Tanpa kasihan Aarav mengatakan. Lelaki itu mengangkat tubuh sang istri menggendong ala bridal. Delon dan Elizabeth menggeleng, terlihat menggelikan perbuatan monster kutub utara yang sok manis. Walau sebenarnya dia sedang berusaha manis demi sang istri, nampakn
"Rafael Kenzo!" teriak Maya hilang kesabaran. "Kau, apa yang kau lakukan. Ini tidak seperti yang kita sepakati, brengsek!" pekik Maya. "Bergantilah pakaian, orang tuaku akan kemari beberapa saat lagi." Pemuda itu mengabaikan umpatan Maya. Wanita tersebut frustrasi sendiri dibuatnya. Yeah, pemuda yang bersama Maya adalah Rafael, rasa cinta pada Larisa mungkin tidak mampu dia paksa, perbedaan keyakinan menjadi jurang pemisah sebelum rasa tersebut diungkapkan, miris memang, namun apa daya. Dalam suatu kesempatan Rafael mendapati Maya berada di antara Larisa dan Aarav, jika mengikuti ego, ingin sekali membiarkan. Namun, pemuda tersebut tidak akan pernah sanggup untuk melihat Larisa menderita. Rafael dan Kenzo sama-sama pernah terluka dengan perasaan cinta berbeda keyakinan. Satu hal pasti, ketika Kenzo mendapati putranya, berhubungan dengan wanita. Sang ayah tidak langsung menghakimi, dia lebih memilih untuk melihat apa yang sebenarnya. Saran dari Kenzo hanya satu, d
Larisa dan yang lain menoleh ke arah suara, gadis cantik mengenakan dress putih tanpa lengan setinggi lutut. Rambut panjang blonde tergerai, di mana topi pantai menghias kepala. Senyum merekah mendebarkan jantung kaum adam yang melihat, tubuh mungil berkulit seputih susu membuat dunia Delon serasa terhenti. Bak disuguhkan bidadari cantik turun dari langit. "Hai, Cariline," sapa Larisa. Yah, gadis itu Caroline Zeroun, putri tunggal Axelle Zeroun dari kota B. "Boleh aku bergabung, Kak?" tanyanya. "Boleh sekali, silakan cantik," ujar Elizabeth sumringah. "Perkenalkan dia Caroline," kata Larisa. "Aku Elizabeth," ujarnya. Derit kursi berbunyi, Caroline duduk di kursi dekat Delon. Pemuda itu masih melongo, Elizabeth yang melihat menutup mulut sahabatnya. "Lap tuh iler yang hampir menetas!" kelakar Elizabeth. "Hai, bidadari cantik aku Delon," kata pemuda itu berganti mengulurkan tangan. Caroline menyambut dengan bahagia. "Sepertinya aku j
Setelah melewati beberapa pencarian atas bantuan anak buah sang papa. Elizabeth berhasil menemukan kamar hotel yang ditempati Larisa sahabatnya. Dia sedang berjalan dengan terus mengomel lantaran Larisa tidak dapat dihubungi. Ponsel mati, padahal keduanya berjanji akan sarapan bersama. Delon menatap punggung sahabatnya itu, dia paham benar Elizabeth khawatir. Sampai di kamar yang dituju gadis itu berhenti. "Akhirnya sampai juga, Larisa kamu kenapa belum turun sarapan?" omel Elizabeth membuka pintu kamar. Mata gadis itu membola, dia menutup mulut dengan kedua tangan, Delon mengernyitkan kening lalu ikut melongok ke dalam. Dia pun sama ikut terkejut. Melihat bagian dalam berantakan, Elizabeth juga Delon melangkah ke dalam. Dia mendapati ranjang bak kapal pecah, pakaian serta dalaman berserakan di lantai. Keduanya saling menatap meringis, merasa salah datang ke tempat itu. Samar terdegar erangan bersahutan dari sebuah ruang yang tertutup, keduanya menduga itu kamar mandi. E
Tangan Larisa bergerak nakal meraba pundak Aarav, wanita itu berjalan memutar untuk berdiri di hadapan sang suami. Mempertontonkan tubuh telanjangnya. Aarav menatap tajam bak serigala yang melihat mangsa. Wajah gadis itu memanas, tangannya mengepal menahan gemetar. Kedua tangan Larisa meraba bagian kemeja, mencoba meloloskan kancing yang masih melekat. Aarav memperhatikan dengan badan panas dingin, kemeja itu terlepas berkat tarikan sang istri, mempertontonkan bagian dada maskulin. âAku siap, mari lakukan. Jangan menahan lagi,â bisik Larisa mencengkeram bagian junior Aarav. Aarav melambung tinggi, seperti naik rollercoaster, sungguh perasaan luar biasa tidak terkira. Tanpa menunggu waktu lebih lama, Aarav mengangkat tubuh Larisa, merebahkan di ranjang. Memulai kembali belaian lidah dan juga bibir di area sensitif Larisa. Gadis itu berteriak, setumpuk rasa dengan jantung terpompa lebih cepat. Menantikan hal yang lebih menakjubkan dari pemanasan itu. âAku, akan melakuka
Mata Larisa berbinar melihat pemandangan di bawah laut pada sore hari. Saat ini mereka tengah berada di sebuah kapal pesiar. Langkah kakinya nampak lincah dengan sepatu cats yang dikenakan. Dress warna putih setinggi lutut menari dengan indah seirama langkah. Aarav membiarkan gadis muda itu di hadapannya. Kemudian mantik pelan saat sang istri hampir menabrak seorang anak muda. "Kau tidak apa?" tanya pemuda tampan rupawan pada Larisa. Gadis tersebut tersenyum, "Aku baik," jawabnya. Pemuda tersebut mengerutkan kening lalu tersenyum. "Kau, Kak Larisa?" tanya pemuda itu. "Iya, bagaimana kau bisa mengenalku?" tanya Larisa. 'Astaga, siapa lalat pengganggu ini?' cebiknya. "Astaga, aku juniormu di kampus Kak, senang sekali bisa berjumpa dengan Kakak Cantik," kata pemuda itu lagi. Larisa mencoba berpikir keras, dia seperti mengingat sesuatu. "Hei, Ren, apa yang kau lakukan disini? Pasti mengganggu gadis-gadis?" Seorang gadis cantik dat
Maya merasa tidak ingin masuk ke dalam apartemen tersebut. Namun, tidak ada pilihan pemuda yang mengekang pasti mencari di manapun dia berada. Tidak ada tempat untuk dia kabur sama sekali. Kabur pun hendak ke mana, tiada tempat bagi dirinya. Wanita itu menghela napas berat lalu berjalan masuk, ruangan gelap, hanya seberkas cahaya sorot lampu yang masuk dari luar. Maya meraba dinding lalu menekan tombol saklar. Dia menundukkan kepala kemudian melangkah ke dalam. "Kau malam sekali pulang." Suara bariton lelaki terdengar. Maya tidak terkejut, sudah menduga pemuda itu akan datang. "Aku ikut bos ke luar kota," jawabanya sembari melepas sepatu. Maya mendongakkan kepala, baru dia melihat wajah lelaki tersebut. Dia mengulas senyum, berjalan gemulai ke arah sofa lalu duduk di pangkuan sang pemuda. "Kau cemburu?" tanya Maya. Pemuda itu menatap sarkas, "Jangan bercanda," sanggahnya. "Jangan khawatir, pak tua itu mampu menjaga diri dengan baik, kau t
Malam hari di kediaman Aarav. Larisa duduk di ruang tamu dengan perasaan gundah gulana, berulang kali bangkit dari sofa lalu kembali duduk, terkadang mondar-mandir mirip setrika. Apa yang dikatakan Elizabeth tadi siang begitu mengganggu, membuat berpikir keras. Bagaimana jika sang suami memang berselingkuh, sekretaris pribadinya bertubuh sintal, nan sexy, dada menggelembung, cantik nan elegan, ah wanita itu sesuai tipe ideal Aarav. Larisa melirik ke bawah, tubuhnya kerempeng, dada kecil. Sepersekian detik gadis itu membandingkan tubuh dia dan sekertaris, membuat kepala berdenyut nyeri. Dia menguatkan diri mengatakan tidak mencintai sang suami. Namun, berbanding terbalik dengan hati yang tidak karuan, cemas. âMengapa aku jadi kepikiran, membandingkan hal tidka pentingâ keluh Larisa. Dia menyibakkan rambut panjang ke belakang. Kembali bangkit dari kursi untuk kesekian kali, kakinya melangkah ke arah jendela, menyibak tirai warna coklat bermotif bunga-bunga besar, mempe
Sore hari sekitar pukul empat, usai menempuh perjalanan kurang lebih satu jam Aarav sampai di kota B. mobil yang membawanya berhenti di parkiran sebuah hotel. Lelaki tersebut keluar dari mobil saat sang sopir membukakan pintu, dia duduk di bagian belakang, sedangkan Maya ada di depan bersama sopir. âMaaf Pak, pertemuan akan dilakukan pukul tujuh malam, boleh saya pergi sebentar. Saya janji akan kembali kesini sebelum pukul tujuh,â kata Maya mencegah Aarav melangkah. Tubuh maskulin itu berbalik, âKau mau mengunjungi ibumu?â tanya Aarav mengingat permintaan Maya tadi. Maya tersenyum seraya menjawab, âIya, Pak.â âIstirahat sebentar, aku juga mau mandi dahulu. Akan aku antar nanti,â kata Aarav yang langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Maya. Wanita tersebut mengurungkan niat, dia kembali mengatupkan bibir yang sempat terbuka hendak mengucap. Yah, apa yang dilakukan Aarav, jika sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menolak. Maya mengekor A