Merasa cukup mengatakan apa yang harus dia katakan. Arinda melihat lagi arloji miliknya. Sudah hampir jam enam, sudah satu jam setengah dia di dalam. Kedua temannya tidak boleh ikut karena prosedur rumah sakit. Memilih untuk menunggu di luar, Reta dan Frielza membiarkan Arinda masuk dan bicara nyaman berdua dengan ayahnya. Mereka tidak ingin temannya yang manja tapi tak pernah menangis di hadapan mereka itu canggung, karena keduanya yakin pasti Arinda akan mengadu dan mengeluarkan semua kesedihan yang di rasakannya. "Arin pulang dulu, ya, Ayah. Secepatnya Arin akan datang lagi." Ucapan Arinda kembali terdengar di telinganya, ayahnya bingung, anaknya pulang kemana? Apakah ke rumahnya? Tapi, jika benar di rumahnya, kenapa ada nada kesedihan di nada suaranya? "Pulanglah, Nak. Istirahatlah, Ayah akan segera bangun. Jaga diri kamu sampai Ayah sadar nanti, ya?" Menyahuti ucapan putrinya, Ayahnya hanya bisa bicara dalam hati. Dirasaka
Last Updated : 2021-06-13 Read more