Semua Bab CEO Mencari Cinta: Bab 111 - Bab 120
273 Bab
Siapa?
“Sepertinya, aku pernah bertemu beberapa kali. Hanya saja, pacarnya tidak tahu orangnya. Makanya aku tanya. Nanti kita salah ngebunuh orang malah berabe,” tukas Baron. Mereka melaju`  dengan cepat ke arah rumah Basuki sang sopir Galih yang beberapa waktu lalu sudah mengantarkan Galih saat terjadi insiden di depan gedung dinas pendidikan. Rumah sederhana dengan model gaya leter L terlihat oleh mereka. “Basuki ... Basuki,” teriak Baron sambil mengetok pintu. “Ada apa? Teriak-teriak kayak nangkep maling. Ada apa?” tanya Basuki. Mereka duduk di depan rumah yang disediakan bangku panjang dari bambu. “Ini gawat, Bas. Lo kemarin nganter si bos ‘kan?” tanya Baron. “Iya, gawat kenapa?” “Lo malah balik nanya. Lo tahu kagak orang kemaren yang di tembak si bos?” &ldquo
Baca selengkapnya
Kita Intai
Seperti beberapa waktu, saat dia ingin mengeksekusi target buruannya, dia malah terkena apes terjebur di parit dan terseret arus sampai beberapa meter. Untung saja, tertolong akar tanaman untuk pegangan. Jadi, dia tidak sampai terseret jauh. “Tapi, lo yakin aman?” tanya Basuki masih belum percaya. Pasalnya, dia teringat saat dulu jadi copet pasar. Dia digebugi habis-habisan. Untung saja, ada Galih yang menolong. Mereka kembali menyusun eksekusi. Mereka akan melakukan eksekusi di depan dinas pendidikan tempat kemarin bosnya melakukan eksekusi pada istrinya sendiri. Ralat, mungkinkah? Basuki tiba-tiba mengingat peristiwa kemarin. Bahwa bosnya itu berteriak tentang lelaki yang ditolong oleh istri bosnya, yang berakibat istrinya tersebut terkena tembakan di punggung. “Aku sepertinya ingat. Lelaki itu satu kantor dengan istri bos. Dia bekerja di kantor itu juga. Dia yang kemarin diselamatkan oleh bu bos. Itu
Baca selengkapnya
Tikus-Tikus Got
Mereka terkantuk-kantuk menunggu Ilham yang belum juga kunjung datang. Sekarang sudah pukul lima sore. Mereka masih menunggu di tempat itu. Sesekali mereka memainkan games di gawainya, karena merasa bosan. Sedang memainkan gawainya, tiba-tiba terlihat seorang lelaki tinggi putih lewat di depan pos satpam. Dia terlihat berbicara pada satpam tersebut. Selain itu, kantor itu dijaga ketat oleh beberapa pria berseragam. “Bar, itu ... itu orangnya. Dia memasuki mobil. Cepat!” Mereka mengikuti mobil sport warna hitam yang melaju kencang. Berulang kali mereka menabrak mobil lain untuk bisa mengejar lari sang mobil sport. Ah, tidak didalam mobil itu bukan Ilham, tapi Adit sang asisten. Basuki tidak begitu mengingat rupa Ilham, karena waktu itu dia di dalam mobil. Dia hanya ingat beberapa kali Ilham mengenakan mobil sport itu. Rupanya, mereka memilih lawan yang salah. Aditia bukan  anak krece kemarin sore yang dapat dengan mudah di he
Baca selengkapnya
Lo Hati-Hati
Mereka mengintai di area parkiran. Namun, setelah berkeliling beberapa kali, naas tidak menemukan mobil yang di maksud. Mereka berkeliling beberapa kali, sampai dicurigai satpam akan mencuri mobil. “Saya perhatikan kalian berkeliling. Mau ngapain?” tanya Satpam. “Tidak ada. Saya hanya mencari seseorang,” jawab Basuki. “Pak satpam, ada lelaki menggunakan mobil sport mahal baru saja parkir di sini, lihat nggak?” tanya Baron. “Ah, saya lihat banyak mobil. Tapi tidak ada mobil sport yang kalain maksud,” jawab satpam. Mereka saling pandang. Berarti, target memang tidak masuk kemari. Mereka kembali lagi memasuki mobil mereka. Setelah itu, tancap gas pergi dari rumah sakit itu. Aditia yang mengintip dari balik tembok tersenyum meremehkan lelaki itu melenggang ke arah lobi untuk menunggu Ilham tururn. Dia sudah menghubungi bosnya itu. Beber
Baca selengkapnya
Aku Tidak Gila
“Oke, terima kasih. Kamu boleh kembali. Kamu juga hati-hati. Aku mengandalkanmu,” ucap Ilham. Mereka berpisah dengan punggung yang bertolak belakang. Ilham kembali ke atas, sedangkan Aditia keluar untuk kembali ke Jakarta mengurus beberapa keperluan perusahaan milik Ilham. Lelaki dengan rambut lurus itu langsung menuju ke ruangan Tias, untuk menemani sang kekasihnya itu. Dia langsung menaiki lift, saat pintu lift terbuka. Lift berjalan dengan cepat, menuju ke lantai lima. Dia berjalan sangat cepat agar sampai di ruangan Tias. “Jangan ... kumohon ... lepaskan dia ....” Tias berteriak sambil matanya masih terpejam. Ilham berlari untuk menyambangi kekasihnya itu.  “Tias, Sayang. Bangun. Yas.” Ilham mengguncang tubuh Tias sangat kencang sehingga wanita itu terbangun dan kaget. Lelaki itu memeluk kekasihnya itu. Tias meringis merasakan perih di area punggungnya. Bekas operasi itu masih menganga, bahkan ter
Baca selengkapnya
Aku Suapin Ya?
“Aku nggak gila, Mas,” cibik Tias. Wanita itu sedikit kesal pada diri Ilham. “Siapa yang bilang kamu gila? Konsultasi dengan dokter kejiwaan tidak harus kita gila, Sayang. Kamu sering mimpi buruk. Berarti kamu butuh penanganan. Karena aku tidak ingin kamu gila, makanya aku mengundangnya.” Ilham membujuk wanita itu. Akan tetapi, Tias masih merasa kesal. Dia mmebalik wajahnya hingga menghadap ke tembok. “Sayang, menghadap kemari, Dong. Marah, ya?”  bujuk Ilham. “Tinggalkan aku, Mas. Aku pingin sendiri,” pinta Tias. “Baiklah. Aku akan meninggalkanmu sepuluh menit saja. Selesaikan ngambekmu,” Ilham mencium belakang kepala Tias. Sejujurnya, dia mulai lelah posisi tengkurap seperti itu. Akan tetapi, sakit pada punggungnya yang mengharuskan dia berbaring dengan tengkurap. “Ah, sakit banget lagi. Kenapa kamu harus men
Baca selengkapnya
Mimpi Itu Selalu Sama
“Masuk!” Ilham menyuruh sang pengetuk untuk masuk. Terlihat seorang wanita muda yang cantik jelita mengenakan hijap berwarna hijau pucuk daun. Bajunya agak longgar dengan celana kulot panjang. Wanita itu mengenakan sepatu fantofel berhak sepuluh senti kira-kira.   “Apa kabar bapak dan ibu,” sapa wanita itu. Wanita cantik berkerudung itu berjalan mendekat ke arah ranjang.   “Apa kabar ibu Tias? Lama tidak ketemu, ya?” sapa dokter Dian Carolina.   “Dokter? Jadi anda?” tukas Tias.   “Ah, kita ‘kan sudah lama kenal? Jangan formal, ya? Panggil nama saja. Saya dengar kamu ketembak? Kok bisa? Boleh cerita?” Dokter Dian Carolina mulai mendekati Tias. Dia akan mendiaknosa lebih dalam penyebabnya. Kalau dulu, dia memang menangani Tias. Waktu itu dokter mengira bahwa Tias terkena trauma karena kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Namun, ternyata lain. Bukan hanya itu.   “Kapan, ya terakh
Baca selengkapnya
Siapa Itu?
“Aku tidak tahu, Dok. Aku benar-benar bingung. Mimpi itu selalu datang dan sama,” ungkap Tias. “Sama? Maksudnya?” tanya dokter cantik tersebut. “Maksudnya, mimpi itu sama. Ada wanita di aniaya seorang laki-laki, kemudian ... au ....” Tias tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya. Dia memgang kepalanya karena bayangan dari kejadian itu sungguh nyata. Carolina mengernyitkan dahinya. Sepertinya, ada hal yang pernah terjadi sebelumnya, hingga wanita itu mengalami trauma yang sangat dalam. “Tias, tidak perlu terlalu keras. Hus ... jangan dipaksakan kalau kau sakit mengingatnya,” tukas Carolina. Dia memeluk Tias, dengan tangan lembutnya dia mengelus kepala Tias. Carolina mengalami polidaktilae jemarinya berjumlah enam. Meski begitu, keadaannya itu tidak membuat aktifitasnya terganggu. Tias lama-lama tertidur di pelukan Carolina.Wanita itu terlelap dengan damai.
Baca selengkapnya
Tias Diculik
“Baik, Dok. Saya akan berusaha semampu saya. Saya terima kasih sudah di bantu. Kapan jadwal dia konsultasi lagi?” tanya Ilham sambil jalan dan mengantar dokter cantik itu keluar dari ruangan itu. Dia mengantar dokter cantik itu ke parkiran, karena Tias tertidur. Setidaknya, ada informasi tambahan saat mereka bisa mengobrol sambil jalan. Banyak yang masih akan ditanyakan Ilham kepada dokter wanita cantik itu mengenai keadaan Tias. “Siapa itu? Aku pernah kenal seperti ....” Ilham berlari ke atas setelah menyadari bahwa lelaki itu adalah orang yang dikenalnya. Dia mengingat, bahwa lelaki itu adalah seseorang yang pernah membegalnya. Diantara semua kejadian yang dia alami, berarti ada hubungannya. Penembakan di depan kedinasan saat pertama dia bertugas, penjagalan, penembakan Tias ketiga masalah itu adalah satu dalang. Jika benar, siapa sebenarnya Galih? Ilham tidak sabar menunggu lift terbuka. Dia langsung berlari ke rua
Baca selengkapnya
Diam
Ilham dan orang tinggi tegap itu bertarung sengit. Bahkan beberapa kali dia terkena tendangan di perutnya. Namun, Ilham sudah terlatih sehingga sekeras apapun terkena tendangan, masih bisa bertahan. Bantuan datang. Anak buah Ilham datang tapi sudah terlambat. Baron sudah membawa Tias, dalam keadaan pingsan, karena rupanya mereka membiusnya. Ilham berteriak untuk mengejar mobil jep warna hijau. Salah satu orang turun dari mobil untuk membantu Ilham bertarung. Sedangkan yang lain mengikuti instruksi untuk mengejar mobil jep warna hijau.  Setelah bantuan datang, lelaki yang bertarung dengan Ilham tadi dapat dilumpuhkan. Dia terkapar. Ilham memegang kepala belakangnya untuk menanyainya, kemana Tias akan dibawa, untuk jaga-jaga jika pengejaran tadi tidak menuai hasil. “Kamu sudah terkapar, bahkan teman-temanmu sudah kabur meninggalkanmu sendiri. Baiknya katakan, atau peluru ini akan menembus pelipismu! Kemana Tiasku akan kau bawa, cepa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
28
DMCA.com Protection Status