Semua Bab CEO Mencari Cinta: Bab 121 - Bab 130
273 Bab
Sisi Lain Ilham
“Bos, apa tali ini tidak bisa disingkirkan dari tubuhku?” tanya Jabrik. “Diam! Atau kuhabisi kau!” bentak Ilham. “Ya, nasib jadi bawahan. Ngak di sini, nggak di sana selalu dibentak-bentak.” Ilham tidak menggubris perkataan Jabrik dia terus saja menghubungi orang-orangnya yang sedang melakukan pengejaran. Dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada wanitanya itu. Mereka tidak menjawab telepon Ilham. Lelaki berparas tampan itu menjadi gusar. Rasanya, dia ingin memakan orang saat ini. Kepalanya ingin meledak. Lelaki itu duduk di depan sambil sesekali menjambak rambutnya untuk meredakan kegusarannya. Sedangkan Aditia duduk di depan para keparat itu, untuk menjaganya. Tidak lama, pihak kepolisian datang untuk menjemput tawanan. “Lapor! Saya Putra, anggota kepolisian di bawah kapolresta AKBP Mario Alviano. Beliau mengutu
Baca selengkapnya
Alasan Di Balik Kejahatan
“Bos, terima kasih,” teriak Jabrik sambil terus tersenyum. Polisi membawa mereka menuju ke dalam mobil untuk di bawa ke penjara. Meskipun akan menjalani hari-hari penuh dengan kedinginan dan membosankan, Jabrik tidak masalah selama adik-adiknya ada yang memberi makan. Lelaki itu tersenyum puas, kemudian bersandar di dandaran mobil. Ilham melambaikan tangan ketika mobil itu mulai berjalan.Ilham memasuki rumah lagi, disusul Aditia dibelakangnya. Setelah sampai di ruang tamu, mereka duduk di sofa warna biru laut. Ilham menghempaskan nafasnya sangat berat. Satu masalah seleai. Tapi, sampai sekarang belumada kabar dari anak buahnya ataupun Mario. Dia sedikit gusar.“Dit, kamu cari keluarga Jabrik. Beri santunan. Kalau perlu, beri mereka jalan agar bisa mandiri tanpa kakaknya. Dia akan agak lama di penjara,” titah Ilham. Lelaki itu mengangguk kemudian keluar dan melajukan mobilnya. Jalanan malam yang sedikit lengang menjadikan dia dapat menyetir
Baca selengkapnya
Kebaikan Ilham
“Ah, nama saya Aditia. Saya teman Jabrik. Kebetulan dia ada tugas, jadi meminta saya untuk mengunjungi adiknya,” bohong Aditia. Dia terpaksa berbohong jika tidak ingin kena masalah. Sebab, pekerjaan Jabrik memang tidak layak. Kalau dia bilang Jabrik di penjara, kemungkinan akan fatal. Sebab mungkin saja masyarakat akan menilai jika Jabrik kriminal, sehingga berdampak pada kedua adiknya. Wanita itu terlihat mengangguk. “Dimana pak lurah perkotaan henteu sumping wengi tadi wengi, Bu lurah?” tanya mang Ujang. “Ka bumi camat henteu terang aya uleman ti siang ayeuna,” jawab wanita itu. Aditia hanya tersenyum saja, meskipun tidak mengerti yang di katakan. “Sebentar, saya teleponkan suami saya biar cepat pulang,” tukas wanita itu. Lagi-lagi, wanita itu meninggalkan mereka. Terdengar suara bisik-bisik dari dalam saat wanita itu pamit menelpon. Sedangkan Aditia berbincang dengan man
Baca selengkapnya
Solusi Terbaik
“Rokok mas, mang Ujang,” tawar lurah tersebut.   “Tidak, saya tidak merokok terima kasih,” tolak Aditia, “terus, solusinya bagaimana, Pak. Saya memang tidak memiliki bukti apapun,” lanjut Aditia.   Hening, hening membayangi sudut ruangan itu. Hanya kepulan asap yang menggerayangi ruangan itu, sehingga berpadu dengan lampu ruangan yang sedikit meremang. Lampu gantung dengan pengikat tali khas jaman bahela. Namun masih nyentrik di gunakan. Jika dulu menggunakan lilin atau lampu sentir, sekarang sudah di modif menggunakan listrik.   “Begini saja. Untuk sementara, kita bawa ke panti asuhan. Jika mas Adit ingin mengadopsinya, langsung ke panti saja dengan surat adopsi secara lengkap,” pungkas pak lurah.   “Boleh saya bertemu mereka?” pinta Aditia.   “Tentu. Bu ... bu ....” Seorang wanita keluar dari balik pintu.   “Aya naon, Pak?” Wanita itu sedikit membungkuk.
Baca selengkapnya
Menggali Kuburan Sendiri
Namun memang panti tempat yang tepat. Di sana anak-anak terdidik dan terawat. Tinggal memberikan biaya saja, sehingga pihak panti tidak mentelantarkannya. Aditia memutar musik untuk sampai ke rumahnya kembali. Menemani perjalanannya, sesekali santai sambil mendengarkan musiak sedikit melankolis. Di sisi lain, Tias yang masih terpejam sudah sampai di tempat Galih, didikuti oleh beberapa orang suruhan dari Ilham. Wanita itu terlihat di gotong oleh beberapa orang memasuki rumah itu. Anak buah Ilham mengintai dari tempat jauh. Dia hanya menyaksikan wanita itu dibawa masuk. “Tidak ada yang mengikuti kalian?” tanya Galih. “Sepertinya aman, Bos. Soalnya, pebinor itu lagi kuwalahan menghadapi Jabrik dan juga Seno.” Anak buah Galih berasumsi. “Baiklah. Tidurkan dia di tempat tidur,” titah Galih. Lelaki itu tanpa perasaan menculik Tias. Entah apa yang di pikirkan. Darah mula
Baca selengkapnya
Galih Kabur
Wisnu pemimpin penggerebekan sudah sampai di kamar dengan terlebih dulu melumpuhkan beebrapa anak buah Galih berjumlah lima orang dengan mengendap-endap dan menyetrum kelima pria itu bergantian dengan alat strum tegangan tinggi, agar tidak menimbulkan suara, sehinga membuat Galih melakukan gerakan yang membahayakan target. Dia memberikan kode bahwa dirinya sudah sampai di kamar terget. Akan tetapi mereka hanya diminta untuk siap-siap saja jangan mengambil tindakan. Wisnu mengintai menunggu Galih keluar dari ruangan itu. Sebab, jika dia beraksi saat Galih berada di samping target, ditakutkan lelaki itu akan menawan dan mengancam menggunakan tubuh Tias. Ilham memberikan kode dengan alat digital kepada anggotanya untuk meringkus kelima lelaki yang sudah terkapar itu. Dia Melanjutkan mengintai setelah pesan itu di balas oleh anggotanya. Setelah setengah hari mengintai, akhirnya Galih beranjak masuk ke kamar mandi. Wisnu mula
Baca selengkapnya
Gara-Gara Kelakar
“Ndan, tidak berusaha mencari di mana ruang rahasia rumah itu? Pasti dia bersembunyi. Soalnya, tidak mungkin dia akan bisa menerobos pertahanan kita.” Salah satu anak buah Wianu, memberikan pendapatnya. “Tidak! Kita tidak punya surat SOP untuk menggeledah. Surat kita hanya berupa penyelamatan target. Kalau kita melakukannya dan melakukan kesalahan, aku takut itu bahaya untuk karir kalian. Kita kembali saja. Yang penting, target kita sudah tercapai. Berapa orang yang mengantarkan target?” tanya Wisnu kepada anak buahnya. “Semua anak buah pak Ilham. Sepertinya lima orang, Ndan,” tukas salah satu anak buah Wisnu. “Baiklah. Berarti aman. Kita kembali sekarang.” Wisnu mengajak seluruh anak buahnya agar gencatan senjata dan kembali ke markas. Mereka menyarungkan bedil mereka kemudian menaiki mobil mereka. Mobil alphrad milik Wisnu yang di gunakan untuk operasi kali ini.&n
Baca selengkapnya
Aku Rindu Memelukmu
Dia mengemudikan lagi mobilnya sedikit melambat. Setelah sekitar sepuluh menit, sampailah di rumahnya. Seperti biasa, istrinya mulai membukakan pintu.          “Kok cepat banget, Mas. Kenapa? Apakah kamu tidak enak badan?” berondong Tias. Tangan Tias akan memegang kening galih, namun ditepis oleh Galih. “Tidak usah banyak tanya! Aku capek!” bentak Galih. Tias kaget. Mengapa suaminya bisa demikian marah? Padahal dia hanya bertanya padanya. Ini adalah awal bencana untuk mereka. Rupanya, Galih tidak cukup matang dalam berfikir. Dia masih dangkal cara berfikirnya. Meskipun saat ini usianya sudah dewasa, tapi pemikirannya bagai anak TK. Saat kejadian ini, usia pernikahan mereka sudah menginjak tujuh tahun hampir delapan tahun. Jika dihitung, usia Galih sekitar tiga puluh tahun. Usia yang matang untuk seseorang meredam emosi dan abaikan perkataan buruk orang lain. 
Baca selengkapnya
Aku Hanya Memungut
Galih terhenyak karena suara dering poselnya. Dilihat id card seseorang muncul di layarnya. “Halo, ada apa? Sudah kau bereskan?” tanya Galih. Dia berharap lelaki bodoh yang mengejar istrinya itu akan lenyap ditangan  anak buahnya. Tak apa jika bukan tangannya yang membunuhnya, yang penting sudah mati. “Sudah, dan tuntas semua,” kata seseorang di seberang sana. Bukan, ini bukan suara anak buahnya yang bicara. Siapa ini? Kalau ini bukan ... ah, sial!. “Kemana Jabrik dan Seno, hah! Dasar bajingan kamu Ilham. Belum puas kamu merebut istriku, hah?” teriak Galih. “Hus, hus, hus. Tidak perlu berteriak. Siapa yang merebut dan siapa yang direbut. Aku hanya memungut berlian yang kau campakkan. Kalau kau lelaki yang bertanggung jawab, tidak seperti itu. Kau akan membiarkan istrimu dalam perawatan. Dengarkan aku bangsat! Aku sudah bilang, pelihara istrimu. Maka aku akan merelakannya. Ta
Baca selengkapnya
Aku Akan Menjagamu
“Haus,” lirihnya. Ilham terkesiap. Dia mendengar suara lirih Tias. Lelaki itu langsung mengambil botol air mineral yang masih bersegel yang ada di nakas. Setelah bunyi krek, botol itu terbuka. Maka disodorkan pada wanita itu, dengan membantu wanita itu untuk setengah terduduk. Karena menggunakan pipa air munum, maka Tias tidak perlu kesusahan.   “Sudah, Sayang? Terima kasih untuk usahamu bertahan. Terima kasih beberapa kali menderita karena aku. Maafkan aku,” kelu Ilham. Dia mencium punggng tangan Tias. Tias tersenyum menanggapi Ilham yang ketakutan berlebihan. Dalam hatinya terselip perasaan bahagia yang tiada tara. Perasaan ini yang dahulu kala juga menyelubunginya. Akan tetapi, waktu itu dia masih sangat muda. Sedangkan saat ini, mereka sudah saling dewasa. Tentu saja orientasinya sudah berbeda.   “Kamu menangis, Mas? Tidak perlu menangis. Aku tidak apa-apa. Tapi, mengapa aku dipindahkan ke ruangan ini?” tanya Tias. Jujur saja, dia tidak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1112131415
...
28
DMCA.com Protection Status