Semua Bab Andai Semua Berbeda: Bab 111 - Bab 120
237 Bab
110. Amarah Tak Tertahankan
Arnon tidak menunda lagi. Dia akan pulang lebih cepat. Dia akan minta Fea menjelaskan apa yang terjadi. Saat dia pergi, Fea bebas jalan dengan siapa yang dia mau. Bagus sekali! Tanpa berpikir panjang, Arnon membeli tiket pesawat yang paling cepat untuk dia bisa kembali pulang. Sayangnya tetap saja, harus menunggu satu hari baru dia bisa kembali tiba di rumah. Dan itu membuat dia kesal sekali.  Fea menghubunginya, mengirim pesan manis. Dia tunjukkan apa yang dia buat dengan Melia. Menu masakan yang baru dia pelajari. Fea tampak gembira dengan senyum lebar. Dia bahkan mengatakan akan memasak menu itu buat Arnon.  "Bisa kamu semanis ini padaku, Fea. Sementara kamu pergi dengan orang lain. Siapa laki-laki itu? Aku tak pernah tahu dia. Teman kerja kamu dulu?" Arnon terus berpikir. Sama sekali tidak ada ide. Sepanjang malam hingga saat dia berangkat pulang, Arnon rasanya tidak sabar lagi ingin segera sampai di rumah. Bukan untuk memeluk dan menciu
Baca selengkapnya
111. Kemarahan Semakin Meluap
Dengan rasa kesal yang setinggi gunung, Fea masuk ke rumah. Dengan cepat dia menuju dapur, meletakkan belanjaan lalu segera pergi mandi. Dia cuci mukanya lama-lama, bekas kecupan pria aneh yang dia temui. "Ahh ... kenapa bisa aku ketemu laki-laki geje itu!?" Fea terus membersihkan mukanya. "Aku harus kasih tahu Arnon, ada orang ga beres nguntit aku." Itu yang Fea pikir akhirnya. Aneh saja, dua kali dia ketemu Dio, dua kali kejadian menyebalkan terjadi. Fea hampir yakin itu bukan kebetulan. Dia harus lebih hati-hati kalau mau pergi. Sangat mungkin Dio akan datang lagi, tiba-tiba. Entah kapan, waktu Fea sedang di mana. Selesai mandi, Fea kembali ke dapur, memulai memasak. Melia mendampingi Fea, agar menu yang Fea mau sajikan pada Arnon menjadi sempurna. Sambil memasak Fea bercerita tentang Dio dan kecurigaan Fea jika ada sesuatu dengan laki-laki itu. "Hati-hati, Fe. Jangan pergi sendirian. Kamu ini bagaimanapun juga dikenal karena jadi istri Arnon. Mung
Baca selengkapnya
112. Jangan Begini, Arnon
Tubuh Fea rasanya melayang. Arnon menuduh dia berselingkuh bahkan meragukan bayi dalam perut Fea? Dia tatap Arnon dengan mata berkaca-kaca. "Aku pergi. Aku tidak mau tinggal serumah dengan wanita yang ternyata tidak setia padaku!" Arnon berbalik dan melangkah menjauh. Fea menguatkan hati dan mengejar Arnon. Dia menarik lengan Arnon, menahan langkah suaminya.  "Arnon! Jangan begini! Kita bisa bicara. Kamu harus percaya sama aku. Ini semua tidak benar!" Fea memandang Arnon dengan wajah memelas. Arnon menyentakkan tangan Fea. Matanya menyala karena ledakan emosi dari dalam dirinya. "Aku manusia bebas, Fea. Aku akan melakukan apa yang aku kamu. Aku Arnon, dan aku tidak mau terus dipermainkan. Cukup sandiwara kamu!" Arnon sama sekali tidak mau mendengar. Yang Arnon pikir, dia akan tunjukkan pada Fea seperti apa Arnon yang sebenarnya. Dia tidak mau lagi peduli semua yang Fea bilang selama ini sebagai kebaikan hidup, sebagai aturan Tuhan agar hi
Baca selengkapnya
113. Buang Pikiran Picik Kamu!
Tidak punya pilihan, Riko dan sekretaris serta asisten Arnon harus meneruskan urusan kantor. Riko mengatakan pada yang lain Arnon kurang sehat sehingga tidak mungkin datang. Meeting tetap berjalan dengan lancar. Untungnya Arnon sudah mengatakan semua hal pada Riko dan asistennya sehingga mereka tahu apa yang harus diputuskan setelah pertemuan. Usai meeting, Riko menghubungi Fea. Saat bicara di telpon, Fea menahan sedih dan tangis, tidak banyak bicara. Riko segera meluncur menuju rumah Arnon. Dia perlu tahu semua yang terjadi. Arnon bisa berantakan kalau begini. Dan Riko tidak akan tinggal diam."Fea ..." Riko menatap wanita yang sedang hamil muda di depannya. Wajah Fea kuyuh dan lesu. Matanya sembab. Riko maju beberapa langkah, dia rentangkan tangan pada Fea. Tangan terbuka itu, membuat Fea punya satu bahu lagi untuk menangis. Fea menjatuhkan badannya dalam pelukan Riko. Riko benar-benar seperti ayah yang Fea tidak punya lagi. Fea bi
Baca selengkapnya
114. Sakit Tak Tertahankan
Rumah sepi. Hampir tidak ada suara terdengar di sana. Melia sedang menyiapkan sarapan buat Fea. Sejak Arnon pergi, nafsu makan Fea turun drastis. Dia hampir tidak makan apa-apa. Jika dipaksa, dia pasti muntah. Melia berusaha mencari cara agar Fea tetap bisa makan. Melia memilih makanan cari saja yang dia siapkan, agar Fea tidak perlu mengunyah, begitu masuk mulut, akan langsung turun dalam perutnya. Di dalam kamar, Fea merasa lemas dan tidak bersemangat. Dia masih belum bisa menghubungi Arnon. Ingin mencoba lagi, ada rasa takut juga. Dia tidak mau membuat Arnon semakin marah dan meledak.  "Perutku sakit." Fea mencoba duduk, bersandar ke punggung ranjang besar tempat dia tidur bersama pria kecintaannya. Ranjang itu rasanya terlalu besar dan luas untuknya sendiri. Dia memegang perutnya yang melilit, menoleh ke sebelahnya. Kosong. Biasanya saat bangun pagi, Arnon sedang tidur meringkuk, dengan tangan memegang tangan Fea. "Arnon, kamu di mana
Baca selengkapnya
115. Maafkan Aku Lagi
Mendengar perkataan Arnon, Ardan makin emosi. Mood baik yang dia miliki hari itu melayang sudah."Aku memang culas dan jahat. Aku sangat tidak suka denganmu! Tapi aku bukan pria yang bersembunyi di balik apa yang kulakukan. Aku bukan pengecut yang tidak berani mengakui apa yang aku lakukan!" Ardan bicara dengan rasa marah.Arnon mengepalkan tangannya. Suara Ardan makin keras dia dengar di telinga."Sekali lagi aku katakan! Aku belum ada niatan bermain-main denganmu. Kalu memang ini yang terjadi, siapapun pelakunya, aku harus berterima kasih. Aku tidak perlu repot, tinggal melihat kamu menangis darah!" Ardan mengakhiri panggilan itu dengan hati panas.Arnon terdiam. Dengan tegas dan jelas, Ardan mengelak. Bukan dia yang melakukan kegilaan pada Arnon kali ini. Lalu siapa? Arnon berpikir. Dia memandang Riko yang duduk dengan tangan terlipat tak jauh darinya. Pria itu memandang pada Arnon yang terlihat kacau."Ardan tidak mengaku, Riko. Aku hampir yaki
Baca selengkapnya
116. Kabar Tak Diduga
Permintaan Arnon bisa dibilang mudah, tapi juga tidak. Riko harus bisa bergerak cepat menemukan pria yang ada di foto bersama Fea. Dia minta Arnon mengirim foto-foto itu. Lalu Riko minta waktu bicara dengan Melia. Fea sedang tidur, dia harus istirahat. Riko juga tidak ingin membuat emosi Fea tidak stabil jika harus dipusingkan soal ini. Melia mengatakan pada Riko, di mana foto Fea diambil. Untungnya Fea mengatakan semua pada Melia sehingga Melia bisa menjelaskan pada Riko. Dua tempat yang melatarbelakangi kejadian itu. Pertama di resto tempat Fea bertemu dengan Stefi, kedua, di swalayan yang tidak jauh dari rumah. Setelah semua jelas, Riko bergerak. Tugasnya bertambah. Terus berkoordinasi soal resto, juga menyingkap misteri pria di foto itu. Dia akan biarkan Arnon fokus di sisi Fea. Situasi ini, Fea sangat butuh Arnon di sampingnya. Dengan begitu Fea makin yakin, Arnon memang tidak lagi marah padanya. Yang Riko tuju pertama kali adalah Stefi. Karena Stefi ber
Baca selengkapnya
117. Pertemuan Tak Diinginkan
Jantung Arnon rasanya ingin melompat setelah membuka foto kiriman dari Briani. Di layar ponsel Arnon, terpampang foto yang membuat dia makin terkejut dan tidak percaya dengan yang dia lihat. Pria yang sama yang ada di foto bersama Fea, sedang berdiri berdampingan dengan laki-laki lain, mereka berhadapan dengan wanita yang sangat Arnon kenal, Arnella. "What!?" Dada Arnon makin beradu tak menentu. Ini sangat tidak mungkin. Pasti Briani merekayasa ini, sehingga tampak ibunya adalah biang keladi di balik kejadian Fea dan laki-laki misterius itu. Arnon segera menelpon Briani. Beberapa kali dia coba tapi tidak diangkat. Kesal, Arnon mengirim pesan. Dia minta bertemu dengan Briani untuk minta penjelasan. Jawaban pesan, Briani sedang ada meeting tidak mau diganggu. "Sial." Arnon mengumpat geram. "Sekarang kakak-kakakku yang lain juga aku perlu waspadai. Kukira dua monster itu cukup, nyatanya ..." "Maaf, Pak Arnon, Ibu Fea ingin bertemu. Dia baru saja bangun."
Baca selengkapnya
118. Arnon Kembali Meledak
Tatapan tajam Arnon menghujam Briani demi mendengar apa yang dikatakan wanita itu. Tidak mungkin rasanya percaya dengan apa yang Arnon dengar. Briani tersenyum getir. "Aku paham, Arnon. Bagaimanapun juga ibu adalah ibu. Kita akan selalu berpikir dia baik, sayang kita dan menginginkan kebahagiaan kita. Ya, sangat wajar." Briani meneruskan kalimatnya. Arnon dan Irvan memandang Briani yang mengeluarkan rokok, menyulut ujungnya lalu mulai mengisapnya perlahan. "Kurasa kamu juga akan bersikap sama." Arnon masih terus menatap tajam pada Briani. "Kamu pasti pernah tahu kisah pedih anak yang dijual ibunya. Atau ibu yang tega menyiksa anaknya hingga cacat. Realistis aja, Ar, ada ibu yang kejam. Memanh sedih kalau ternyata itu adalah ibu kita." Mengatakan itu, Briani meletakkan rokok, membuka galeri di ponsel, dia kirimkan lagi foto yang lain kepada Arnon. "Cermati gambar itu. Zoom kalau perlu, simpulkan sendiri. Jangan aku." Briani kembali melempar sen
Baca selengkapnya
119. Berhadapan dengan Pria Itu
Buat Arnon, rencana Riko harus dijalankan. Dia ingin tahu pria yang sudah mempermainkan istrinya. Kalau perlu dia gampar saja sampai terjungkal. Arnon pun memastikan dia mau ikut Riko bertemu dengan Dio. Irvan melihat situasi bisa lebih runyam. Apalagi jika Arnon tidak bisa menahan diri saat dia bertemu dengan Dio. Karena itu malam itu Irvan mengajak Arnon bicara santai, sedikit mengajak bercanda agar Arnon tidak terus pada tegangan tinggi. Dengan begitu, Iravn juga berharap, Arnon akan lebih tenang menghadapi pria yang dibayar Arnella. Pagi tiba, Arnon bangun subuh. Dia langsung menghubungi Stefi dan menanyakan kondisi Fea. Stefi masih tidur sebenarnya. Telpon dari Arnon membuat dia terkejut. Ternyata Arnon hanya sekadar tanya kabar. "Fea masih tidur. Dia baik-baik saja. Kurasa sebelum makan siang, dia sudah bisa pulang, Arnon." Stefi bicara dengan suara masih serak. "Syukurlah. Thank you sudah mau temani Fea. Pagi ini aku masih ada urusan. Aku harap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
24
DMCA.com Protection Status