Home / Romansa / My Horrible Romance / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 111 - Chapter 120

200 Chapters

111 Give Me One More Chance

Adam memupus jarak, mencium kening Yara cukup lama sampai Yara memejamkan mata karena rasa tenang dan gugup yang berbaur menjadi satu.“Udah tenang kan?”Yara membuka matanya sesaat setelah merasakan Adam melonggarkan jarak, tapi kemudian memejam kembali saat Adam kembali mendekat.Satu kecupan di kelopak mata kanannya dan kemudian disusul satu kecupan di kelopak mata kirinya membuat Yara nyaris hilang kewarasan.“Dam.”“Ini bukan kesalahan. Asal kamu tau aja. Aku takut kamu bakal mikir gitu lagi karena ucapanku yang dulu. Perasaanku nyata tapi aku masih denial selama ini. Termasuk malam itu. Aku mau gila rasanya waktu mencoba nahan diri.”“Jadi kita—”“Aku nggak akan memaksakan status kayak waktu SMA dulu. Aku inget gimana bingungnya kamu waktu tiba-tiba kita pacaran dan butuh waktu beberapa minggu buatmu untuk bisa nyaman sama aku.”Yara merasa ucapan Adam masu
Read more

112 Perasaanku, Perasaannya

“Hai, Kak. Sorry ya, tadi driver taksinya salah jalan, jadi mesti cari puter balik lagi.”“Nggak apa-apa. Aku juga belum lama kok.” Alsen memainkan bulir embun di dinding gelasnya. Ada keresahan yang susah payah ia sembunyikan sejak ia melihat Adam menemani Yara di rumah sakit hingga detik itu—saat Yara mengajaknya untuk bertemu.Firasat. Mungkin itu nama perasaan yang sedang mendominasi Alsen saat ini.“Kak Alsen udah pesen?”“Belum, nunggu kamu.”Yara tersenyum simpul lalu mengambil buku menu yang ada di atas meja. “Kak Alsen mau makan apa?”“Samain aja sama kamu, Ra. Aku nggak milih-milih makanan kok.”“Beneran?”Alsen mengangguk sambil memperhatikan Yara yang siang itu mengenakan kaos dengan dilapisi oversize plaid shirt. “Hari ini ada site visit?”“Iya, abis ini. Kok Kak Alsen tau?”“Kelihat
Read more

113 Tahu Jawabannya Kan?

“Yara. Udah sampe,” ucap Adam sambil membuka kaitan seat belt yang membelit Yara dan merapikan anak rambutnya yang berantakan setelah tertidur selama dalam perjalanan. “Eh, aku ketidurannya lama ya?” “Nggak apa-apa, daripada kamu keringat dingin lagi begitu mau sampe sini. Oh, astaga! Kita harus ngomongin ini, Ra. Kamu masih punya perasaan nggak enak nggak sih pas mau dateng ke sini?” Yara melirik bangunan rumah Adam yang berada di sisi kanannya, lalu menggeleng. “Kayaknya sih nggak.” Adam menghela napas lega. Kalau sampai Yara masih merasa tidak tenang untuk masuk rumah itu, artinya ia harus mencari cara lain, entah dengan menjual rumah itu, atau membuat Yara perlahan melupakan kegelisahannya setiap akan menginjakkan kaki di rumahnya. “Bilang ya kalo masih ngerasa nggak nyaman.” “Iya. Kamu sendiri gimana?” “Udah nggak kok. Mungkin karena layout rumah yang berubah total, mungkin juga karena aku udah bisa nerima dan nggak menyalahkan di
Read more

114 Dia Pernah Jadi Bagian Hidupmu

“Dek, Kakak nggak bisa nemenin. Bandara ditutup dari kemarin gara-gara abu Gunung Merapi.” Aileen benar-benar terdengar resah di ujung sambungan teleponnya.“Nggak apa-apa, Kak. Nanti Adam nemenin kok. Kakak gimana di sana?”“Kakak sih nggak apa-apa. Jauh dari lokasi, nanti bakal balik naik kereta. Duh, Kakak nggak tenang.”“Kak Aileen tenang aja. Aku udah gede, Kak.”“Iya kan tapi tetep aja. Papa aja deh ya yang nemenin kamu. Nanti Kakak telepon Papa dulu.”Yara belum sempat menolak keinginan kakaknya saat kakaknya itu telah mengakhiri sambungan telepon.Hari itu adalah hari di mana persidangan Lintang dan dua preman yang disewanya digelar. Sedianya, Aileen lah yang menemani Yara dalam persidangan itu, seperti sebelumnya saat menghadiri persidangan Bisma. Tapi dua hari sebelumnya, Aileen harus berangkat ke Jogja, mengunjungi salah satu sentra produksi batik yang mendapatkan dana da
Read more

115 Kemarahan Seorang Ibu

"Udah waktunya masuk ruang sidang, Om, Tante. Ayo, Ra." Alsen melangkah lebih dulu, menunjukkan di mana ruang sidang berada. Bukan cuma itu alasannya. Ia tidak mau melihat pemandangan yang baru saja disaksikannya. Definisi sakit tapi tak berdarah!"Ayo, Dek." Naren menarik Yara agar berjalan di sampingnya, dengan begitu, tidak ada tempat bagi Adam dan tautan tangan mereka bisa terlepas.Adam terpaksa melepaskan tautan tangannya. Tapi ia sama sekali tidak marah. Justru ia terkekeh geli menyaksikan betapa posesifnya papa Yara.Alsen mencarikan mereka tempat duduk di barisan depan begitu memasuki ruang sidang. Naren dan Rhea duduk terlebih dulu, disusul Yara yang duduk di samping papanya, menyisakan satu tempat paling ujung untuk Adam. Alsen juga memberikan briefing singkat kepada Yara untuk persiapannya saat nanti dipanggil menjadi saksi.Setelah itu, Alsen pergi untuk berkumpul dengan rekan satu timnya. Dan saat Alsen pergi dari hadapannya itulah, Adam mel
Read more

116 Bicara

Adam dan orang tua Lintang, masing-masing sudah memesan minuman, hanya minuman, tanpa camilan apalagi makanan berat, seakan tahu kalau tidak ada di antara mereka yang ingin berlama-lama."Om, Tante, sehat?"Wanita itu mengernyit lagi begitu mendengar sapaan Adam, walau tadi ia juga sudah mendengarnya beberapa kali saat Adam memanggil mereka dengan Om dan Tante, bukan Ayah dan Mama seperti dulu."Nggak usah basa-basi. Kamu mau ngomong apa? Bahkan berlutut di depan kami pun nggak akan membuat kamu jadi lebih baik di mata kami."Adam menghela napas. Tidak ada keinginannya untuk berlutut di depan mereka. Tapi demi mencegah keributan, Adam memilih langsung ke inti pembicaraan. Meladeni emosi seseorang tidak harus dengan emosi juga, itu saja yang harus diingat-ingatnya."Saya minta maaf karena nggak datang ke rumah Om sama Tante untuk mengabarkan hubungan saya sama Lintang yang sudah nggak bisa lagi dilanjutkan. Banyak yang harus saya bereskan di sini ak
Read more

117 Pacar Baru Rasa Lama

“Jadi mereka nggak minta maaf setelah nuduh kita selingkuh dan udah lihat rekaman CCTV apartemenmu?” tanya Yara geram.Adam menggeleng. “Biarin aja, kita kan nggak akan berurusan sama mereka lagi.”“Iya sih.” Yara masih memberengut kesal, ucapan perempuan itu masih terngiang di benaknya, entah kapan bisa hilang. Lama-lama ia butuh konsultasi ke psikolog kalau otaknya terus saja memikirkan hal itu.“Ngelamun lagi!” tegur Adam. “Kita mending di sini sampe nanti aku nganter kamu pulang atau mau jalan-jalan?”“Jalan-jalan ajalah. Serem di sini.”“Hah? Emang—” Ucapan Adam terputus karena ia sibuk menoleh ke kiri dan ke kanan, memperhatikan setiap sudut rumahnya yang sekiranya mencurigakan. “Kamu pas sendirian tadi … diganggu sesuatu?”Yara mendongak, mengabaikan se’i sapi yang ada di hadapannya. “Hah?”“Perlu
Read more

118 Kamar Cewek Cowok Terpisah!

“Siapa aja?”“Saya, Niko, Krisna, Nafasha, Agatha, Anting.” Adam sampai harus mengabsen siapa saja yang rencananya akan ikut jalan-jalan.“Kamar cewek cowok terpisah kan?”“Iya, Om. Pasti. Agatha masih SMP jadi kita nggak mungkin ngasih contoh yang nggak bener, Om.”Naren menghela napas, kemudian melirik Yara yang duduk tenang di sampingnya sambil memainkan ponsel. “Kamu mau ikut acara keluarga Adam?”“Ya kalo Papa ngizinin.”Kini Naren menoleh ke arah istrinya. “Mama ngizinin nggak?”Rhea ingin terkekeh geli mendengar pertanyaan suaminya tapi sebisa mungkin ditahannya karena tidak ingin menurunkan wibawa suaminya. “Mereka cuma main, Pa, Mumpung ada tanggal merah yang mepet sama weekend. Adam bukannya mau minta Yara sekarang juga.”“Ok. Jaga kepercayaan Om sama Tante ya, Dam. Kamu juga, Dek. Kalo Adam ngerayu kamu, jangan mau.&
Read more

119 Trust Issue

"Baru juga nyampe, Dam," tegur Niko."Hmm?""Itu, Yara lagi ngambek kan?""Oooh." Adam tergelak mengingat apa yang membuat Yara kesal padanya. "Abis ini kuajak baikan." Tatapannya terpaku pada Yara yang sedang berada di kamar bersama Nafa, Agatha, dan Anting. Pintu kamar itu terbuka hingga Adam bisa melihat apa yang mereka lakukan di dalam.Tak berselang lama, Krisna masuk diiringi pemilik homestay yang membawa satu nampan berisi beberapa piring lauk dan sayur. “Sarapan dulu yuk.”Agatha dan Anting yang memang masih berusia belasan tahun dan dalam masa pertumbuhan bergegas keluar kamar dan berkumpul di ruang tengah.Adam bangkit, menghampiri Yara dan Nafasha yang masih bertahan di dalam kamar. “Makan dulu.”Nafasha mendengkus karena acara curhatnya terganggu, tapi ia tetap berdiri dan keluar kamar. Sementara Yara yang tadinya mau mengekori langkah Nafasha, terpaksa berhenti karena Adam menghadangnya.&ld
Read more

120 Kamu Cuma Perlu ...

“Kenapa belum tidur, Dam? Besok kan kamu masih nyetir lagi,” tegur Niko.Hampir semua orang telah terlelap—kecuali mereka berdua. Sore hari, setelah dari Curug Cikanteh, mereka masih melanjutkan perjalanan menuju Curug Cimarinjung. Lalu setelahnya harus naik ke Puncak Darma yang menjadi highlight untuk wisata Ciletuh Geopark.Sebenarnya ada land rover yang bisa mereka sewa untuk naik ke puncak, tapi karena mereka memesannya dalam waktu yang cukup mepet, semua land rover yang ada, telah tersewa habis. Karena itu, mereka terpaksa naik bukit dengan berjalan kaki. Lumayan menguras tenaga karena butuh waktu hampir satu jam dengan beberapa medan yang terjal untuk sampai ke Puncak Darma.“Kepikiran sesuatu aja.”“Lagi liburan harusnya rileks, jangan mikir yang berat-berat.”“Ya gimana nggak kepikiran kalo Yara baru ngomongnya tadi.”“Yara ngomong apa emangnya? Minta dinikahin?”
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
20
DMCA.com Protection Status