Home / Romansa / My Horrible Romance / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 101 - Chapter 110

200 Chapters

101 Bilang Kalau Cemburu!

“Lintang sama keluarganya ngajuin praperadilan.”Naren berdecak kesal mendengar kabar yang dibawa Alsen malam itu. “Kalo tau dia semerepotkan ini, mending kita beresin aja keluarganya dari awal.”“Pa!” tegur Rhea sambil mengusap pelan lengan suaminya yang sedang emosi.Yara yang tidak terlalu paham istilah hukum hanya bisa melirik ke sana kemari, berharap mendapat penjelasan dari siapa pun di ruangan itu, Alsen, papanya, ataupun kakak sulungnya yang lebih mengerti hukum.Namun ia juga tidak bodoh untuk menilai bahwa ‘praperadilan’ bukanlah hal yang diharapkan mereka—kalau dilihat dari reaksi papanya.“Mereka minta pemeriksaan tentang sah atau nggaknya penangkapan dia, simple-nya gitu, Dek.” Aileen berusaha menjelaskannya kepada Yara karena tidak satu pun di ruangan itu yang menangkap sorot kebingungan dari Yara.“Oooh.” Yara mengangguk-angguk. Belum mengerti sepenu
Read more

102 Izin Dulu, Baru Bergerak

"Saya mau izin ngajak Yara, Om."Naren menatap Adam lekat. Meskipun lelaki di depanya itu seperti tidak punya takut terhadapnya, dan harus diakuinya kalau hal itu memberinya nilai plus di antara nilai minus yang sudah disandangnya sejak dulu.Bagaimana pun juga, Naren tidak akan lupa kalau Adam lah yang membuat patah hati anak bungsunya pertama kali.Naren memang sudah memberikan jabatan strategis untuk anak muda itu di jaringan hotelnya, tapi hal itu tidak serta merta membuat Adam bisa melenggang bebas mendekati anaknya.Meskipun dalam hatinya harus mengakui kalau ia lah yang membutuhkan tenaga dan pikiran Adam untuk mengembangkan jaringan hotelnya. Adam bisa saja menolak. Naren yakin karirnya akan cemerlang di tempat kerjanya yang lama, tapi pada akhirnya Adam menyanggupi salah satu syarat yang diajukannya, yaitu mengurus jaringan hotelnya.Masih ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi Adam. Syarat yang cukup berat kalau melihat karakter Yara. T
Read more

103 Peridot

“Kamu janjian sama Alsen? Sekarang Alsen yang nyariin kamu ke rumah. Duh, laris banget sih anak Mama hari ini.”Yara masih ingat bagaimana mamanya menghubunginya saat ia sudah dalam perjalanan menuju Cibubur bersama Adam.Ia yakin pada awalnya tidak memiliki janji dengan siapa pun, baik Adam maupun Alsen. Kalau akhirnya ia ikut Adam ke Cibubur, itu … semata-mata karena ia ingin tahu bagaimana reaksi keluarga Adam tentang desainnya.Iya, karena itu. Sepertinya ….Mendadak Yara jadi merasa bingung dengan keberadaannya di tengah-tengah keluarga Adam. Asing tapi terasa familiar.“Mikir apa sih?”Nah, ini dia yang tadi mendengkus kesal begitu tahu Alsen mencarinya kemudian tersenyum lebar sambil berkata, “Untung aku duluan. Kita balik malem aja, biar nggak ada lagi yang nyari kamu.”Yara meraih satu cup cappuccino yang diulurkan Adam. “Mikirin Kak Alsen, kasihan udah ke rumah tapi aku
Read more

104 Intrik Adam

“Yara, dipanggil bos.”Yara mendongak, menatap Nana yang terlihat serius. Padahal ia berharap Nana hanya bercanda karena ia sedang sibuk membuat 3 dimensi rendering dari suite room salah satu hotel milik papanya.Setelah kemampuannya teruji dengan berbagai proyek resort dan co-working space dari salah satu kantor kementerian, papanya mulai mendesaknya mengerjakan renovasi interior suite room di beberapa hotel yang masih berada dalam jaringan hotel Candra Group.Direktur Utama Candra Group setuju, General Manager jaringan hotel Candra Group—Adam—juga setuju, ditambah omnya yang juga atasannya setuju, lalu ia bisa apa?“Itu namanya nepotisme, Pa.” Waktu itu Yara sempat menyampaikan penolakannya kepada papanya.“Bukan! Korupsi, kolusi, nepotisme itu hubungannya sama penyelenggara negara. Papa bukan penyelenggara negara. Hotel punya Papa ya terserah Papa mau ngapain, termasuk nyuruh kamu bikin desain interior u
Read more

105 Aku Maunya Kamu

“Udah? Mau mampir ke tempat lain lagi nggak?”Yara menggeleng cepat. “Nanti kemaleman pulangnya.”“Kan kuanter pulangnya.”“Tapi nanti dikira Papa sama Mama kita baru pulang dari jalan-jalan. Kan ini kita keluar karena urusan kerjaan.”Adam mengangguk, mencoba secepat mungkin menghabiskan kopi tarik yang dipesannya, padahal ia sudah menghubungi papa Yara dan meminta izin mengantar Yara pulang malam.Yara masih mengunyah potongan singkong sambal roa terakhir saat ponselnya berbunyi.“Nggak usah diangkat, Ra.” Adam menahan gemuruh di dadanya saat melirik ke arah ponsel Yara yang menampilkan nama Alsen.Yara memperhatikan Adam yang secara impulsif memintanya tidak mengangkat telepon. Ekspresi itu, ekspresi yang sama ketika Adam cemburu dengan teman lesnya dulu. Yara tersenyum dengan hanya mengangkat satu sudut bibirnya.“Halo, Kak,” sapanya dengan satu tangan
Read more

106 Cinta dan Luka

"Udah malem, Dek. Tumben kamu ngelukis lagi. Mama udah lama nggak ngelihat kamu ngelukis di kanvas."Yara mendongak dan mendapati sang Mama sedang menatapnya dari ambang pintu.Ruangan itu dibuat khusus untuk Yara yang sejak kecil suka melukis. Di sanalah dulu ia belajar melukis dari salah seorang seniman. Di sana juga Om Endra--sepupu papanya--melatihnya melukis setiap pulang ke Indonesia."Iya, Ma. Tiba-tiba kangen ngelukis. Bosen gambar desain melulu," sahut Yara sambil melanjutkan lukisannya."Loh." Rhea mendekat karena penasaran dengan gambar anaknya. "Kayaknya Mama kenal .... Ini kan gambar ruang tamu apartemen Adam."Yara mengerjap pelan. Menatap sekali lagi lukisannya. Sejak kapan ia menggambar ruang tamu apartemen Adam? Otaknya benar-benar ...."Bukan, Ma. Mirip aja.""Iya ya?" Rhea masih menatap lukisan itu dengan penasaran. Ia memang baru sekali ke apartemen Adam saat menemani Desi--sahabatnya yang juga tantenya Adam--di sana, tapi ia ya
Read more

107 Perasaanku ke Kamu

“Ruang tamu, terserah aku juga?”Yara berdecak pelan setelah lagi-lagi mendapat anggukan dari Adam.Siang itu, Yara mengunjungi salah satu dari hotel yang berada di bawah anak perusahaan Candra Group. Yara harus melihat suite room yang sudah selesai diisi furniture-nya. Baru satu hotel, masih ada empat hotel lagi yang menunggu proses pengerjaannya.Dan siapa sangka, Adam yang notabene harusnya berada di hotel yang lain, siang itu datang ke hotel yang sedang Yara kunjungi. Jadilah usai memastikan tidak ada masalah dengan furniture yang baru kemarin dipasang di suite room itu, keduanya beralih ke restoran untuk makan siang sekaligus membicarakan desain rumah Adam.“Iya.”“Ck! Ini kan rumahmu, Dam. Kenapa semuanya terserah aku?”“Aku percaya sama seleramu.”“Dulu aja sama Lintang semangat banget ngerjainnya, sekarang begini, mending dijual aja rumahnya.”“Cemburu?&r
Read more

108 Cinta Itu Untuk Dirasakan, Bukan Dipikirkan

“Orang tuh sakit sampe masuk rumah sakit kalo lagi patah hati, Yara, bukan karena dideketin dua cowok di saat yang bersamaan.” Dua hari sudah Yara terbaring di rumah sakit. Hari itu Rian datang dan menemani Yara selagi orang tua  Yara pulang untuk beristirahat. Kedua kakak Yara sebenarnya bisa menemani, tapi Yara memilih ditemani Rian karena banyak yang ingin ia bicarakan dengan sahabatnya itu. “Ck! Nggak ada hubungannya kali. Ya emang waktunya sakit aja.” “Emang sesusah itu buat milih ya, Ra?” ledek Rian. Yara mengangguk dengan lesu. Ia memang terserang typhus. Secara medis, ia terserang bakteri salmonella typhii, walaupun tidak menutup kemungkinan itu semua terjadi karena tingkat stresnya yang tinggi. Hormon kortikosteroid penyebab stres yang sedang aktif bisa menekan sistem kekebalan tubuh hingga menyebabkan seseorang rentan terserang infeksi, termasuk infeksi bakteri. Akan tetapi, Yara masih saja berdalih kalau sakitnya sama s
Read more

109 Ini Masalah Pasangan Kamu, Bukan Pasangan Kami

"Wah, rame nih.” Dalam hati Yara merasa bersyukur dengan kembalinya kedua orang tuanya dari makan malam. Sudah setengah jam suasana di dalam kamar rawatnya terasa awkward. Sebenarnya Ervin cukup membantu dengan berusaha mencairkan suasana, tapi aura permusuhan antara Adam dan Alsen ternyata jauh lebih kuat dibanding dengan humor receh kakaknya itu. “Jam kunjungan udah mau habis nih. Yara mesti milih mau ditemenin siapa,” ucap mamanya sambil menahan senyum. Tanpa berpikir panjang, Yara menunjuk seseorang. “Aku?” Yara mendelik kesal. Ia tahu sebenarnya kakaknya itu tidak merasa keberatan, hanya saja jiwa tengilnya yang membuatnya mengeluarkan ekspresi keberatan. Tak berselang lama, baik Adam maupun Alsen pamit undur diri, dan seketika Yara merasakan kelegaan yang luar biasa. Ervin beralih duduk di pinggir ranjang Yara setelah kedua orang tuanya pergi. “Kamu lagi pusing ya, Dek?” Yara mengangguk pelan. “Pus
Read more

110 Afirmasi Perasaan

“Udah bener-bener sembuh, Ra?” Nana cukup terkejut mendapati keberadaan temannya di kantor pagi itu.“Udah, bosen lagian di rumah.”“Tapi masih pucet loh.”“Ini karena belakangan nggak kena sinar matahari aja.”Nana menghela napas. Yara dan worcaholic-nya. Mungkin keturunan keluarganya seperti itu semua. Kalau tidak begitu, mereka tidak akan bisa sekaya itu dan mempertahankan kekayaannya beberapa generasi. “Nanti ke lokasi? Kalo bisa ditunda, mending ditunda, lo kerja di kantor aja sampe bener-bener sehat.”“Siang nanti gue pergi ke lokasi. Ada furniture beberapa yang mau masuk.”“Suruh yang lain aja deh kalo cuma buat ngawasin itu.”“Nggak apa-apa, ntar juga dijemput sama yang punya rumah, kalo nggak dijemput, baru aku minta dianter supir kantor.”Seketika dahi Nana mengernyit. “Dijemput yang punya rumah? Siapa? Adam?”
Read more
PREV
1
...
910111213
...
20
DMCA.com Protection Status