Beranda / Romansa / My Horrible Romance / 106 Cinta dan Luka

Share

106 Cinta dan Luka

Penulis: Ans18
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Udah malem, Dek. Tumben kamu ngelukis lagi. Mama udah lama nggak ngelihat kamu ngelukis di kanvas."

Yara mendongak dan mendapati sang Mama sedang menatapnya dari ambang pintu.

Ruangan itu dibuat khusus untuk Yara yang sejak kecil suka melukis. Di sanalah dulu ia belajar melukis dari salah seorang seniman. Di sana juga Om Endra--sepupu papanya--melatihnya melukis setiap pulang ke Indonesia.

"Iya, Ma. Tiba-tiba kangen ngelukis. Bosen gambar desain melulu," sahut Yara sambil melanjutkan lukisannya.

"Loh." Rhea mendekat karena penasaran dengan gambar anaknya. "Kayaknya Mama kenal .... Ini kan gambar ruang tamu apartemen Adam."

Yara mengerjap pelan. Menatap sekali lagi lukisannya. Sejak kapan ia menggambar ruang tamu apartemen Adam? Otaknya benar-benar ....

"Bukan, Ma. Mirip aja."

"Iya ya?" Rhea masih menatap lukisan itu dengan penasaran. Ia memang baru sekali ke apartemen Adam saat menemani Desi--sahabatnya yang juga tantenya Adam--di sana, tapi ia ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yanti
wkwkwkwk yaaa.. yaaa.. saking seriusnya melukis sampai siluet pun ditampilkan
goodnovel comment avatar
nisya82mahmud
wihhh pagi" udah update saja.. thanks sista...jadi g sabar nunggu Yara untuk menjatuhkan pilihan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • My Horrible Romance   107 Perasaanku ke Kamu

    “Ruang tamu, terserah aku juga?”Yara berdecak pelan setelah lagi-lagi mendapat anggukan dari Adam.Siang itu, Yara mengunjungi salah satu dari hotel yang berada di bawah anak perusahaan Candra Group. Yara harus melihat suite room yang sudah selesai diisi furniture-nya. Baru satu hotel, masih ada empat hotel lagi yang menunggu proses pengerjaannya.Dan siapa sangka, Adam yang notabene harusnya berada di hotel yang lain, siang itu datang ke hotel yang sedang Yara kunjungi. Jadilah usai memastikan tidak ada masalah dengan furniture yang baru kemarin dipasang di suite room itu, keduanya beralih ke restoran untuk makan siang sekaligus membicarakan desain rumah Adam.“Iya.”“Ck! Ini kan rumahmu, Dam. Kenapa semuanya terserah aku?”“Aku percaya sama seleramu.”“Dulu aja sama Lintang semangat banget ngerjainnya, sekarang begini, mending dijual aja rumahnya.”“Cemburu?&r

  • My Horrible Romance   108 Cinta Itu Untuk Dirasakan, Bukan Dipikirkan

    “Orang tuh sakit sampe masuk rumah sakit kalo lagi patah hati, Yara, bukan karena dideketin dua cowok di saat yang bersamaan.” Dua hari sudah Yara terbaring di rumah sakit. Hari itu Rian datang dan menemani Yara selagi orang tua Yara pulang untuk beristirahat. Kedua kakak Yara sebenarnya bisa menemani, tapi Yara memilih ditemani Rian karena banyak yang ingin ia bicarakan dengan sahabatnya itu. “Ck! Nggak ada hubungannya kali. Ya emang waktunya sakit aja.” “Emang sesusah itu buat milih ya, Ra?” ledek Rian. Yara mengangguk dengan lesu. Ia memang terserang typhus. Secara medis, ia terserang bakteri salmonella typhii, walaupun tidak menutup kemungkinan itu semua terjadi karena tingkat stresnya yang tinggi. Hormon kortikosteroid penyebab stres yang sedang aktif bisa menekan sistem kekebalan tubuh hingga menyebabkan seseorang rentan terserang infeksi, termasuk infeksi bakteri. Akan tetapi, Yara masih saja berdalih kalau sakitnya sama s

  • My Horrible Romance   109 Ini Masalah Pasangan Kamu, Bukan Pasangan Kami

    "Wah, rame nih.” Dalam hati Yara merasa bersyukur dengan kembalinya kedua orang tuanya dari makan malam. Sudah setengah jam suasana di dalam kamar rawatnya terasa awkward. Sebenarnya Ervin cukup membantu dengan berusaha mencairkan suasana, tapi aura permusuhan antara Adam dan Alsen ternyata jauh lebih kuat dibanding dengan humor receh kakaknya itu. “Jam kunjungan udah mau habis nih. Yara mesti milih mau ditemenin siapa,” ucap mamanya sambil menahan senyum. Tanpa berpikir panjang, Yara menunjuk seseorang. “Aku?” Yara mendelik kesal. Ia tahu sebenarnya kakaknya itu tidak merasa keberatan, hanya saja jiwa tengilnya yang membuatnya mengeluarkan ekspresi keberatan. Tak berselang lama, baik Adam maupun Alsen pamit undur diri, dan seketika Yara merasakan kelegaan yang luar biasa. Ervin beralih duduk di pinggir ranjang Yara setelah kedua orang tuanya pergi. “Kamu lagi pusing ya, Dek?” Yara mengangguk pelan. “Pus

  • My Horrible Romance   110 Afirmasi Perasaan

    “Udah bener-bener sembuh, Ra?” Nana cukup terkejut mendapati keberadaan temannya di kantor pagi itu.“Udah, bosen lagian di rumah.”“Tapi masih pucet loh.”“Ini karena belakangan nggak kena sinar matahari aja.”Nana menghela napas. Yara dan worcaholic-nya. Mungkin keturunan keluarganya seperti itu semua. Kalau tidak begitu, mereka tidak akan bisa sekaya itu dan mempertahankan kekayaannya beberapa generasi. “Nanti ke lokasi? Kalo bisa ditunda, mending ditunda, lo kerja di kantor aja sampe bener-bener sehat.”“Siang nanti gue pergi ke lokasi. Ada furniture beberapa yang mau masuk.”“Suruh yang lain aja deh kalo cuma buat ngawasin itu.”“Nggak apa-apa, ntar juga dijemput sama yang punya rumah, kalo nggak dijemput, baru aku minta dianter supir kantor.”Seketika dahi Nana mengernyit. “Dijemput yang punya rumah? Siapa? Adam?”

  • My Horrible Romance   111 Give Me One More Chance

    Adam memupus jarak, mencium kening Yara cukup lama sampai Yara memejamkan mata karena rasa tenang dan gugup yang berbaur menjadi satu.“Udah tenang kan?”Yara membuka matanya sesaat setelah merasakan Adam melonggarkan jarak, tapi kemudian memejam kembali saat Adam kembali mendekat.Satu kecupan di kelopak mata kanannya dan kemudian disusul satu kecupan di kelopak mata kirinya membuat Yara nyaris hilang kewarasan.“Dam.”“Ini bukan kesalahan. Asal kamu tau aja. Aku takut kamu bakal mikir gitu lagi karena ucapanku yang dulu. Perasaanku nyata tapi aku masih denial selama ini. Termasuk malam itu. Aku mau gila rasanya waktu mencoba nahan diri.”“Jadi kita—”“Aku nggak akan memaksakan status kayak waktu SMA dulu. Aku inget gimana bingungnya kamu waktu tiba-tiba kita pacaran dan butuh waktu beberapa minggu buatmu untuk bisa nyaman sama aku.”Yara merasa ucapan Adam masu

  • My Horrible Romance   112 Perasaanku, Perasaannya

    “Hai, Kak. Sorry ya, tadi driver taksinya salah jalan, jadi mesti cari puter balik lagi.”“Nggak apa-apa. Aku juga belum lama kok.” Alsen memainkan bulir embun di dinding gelasnya. Ada keresahan yang susah payah ia sembunyikan sejak ia melihat Adam menemani Yara di rumah sakit hingga detik itu—saat Yara mengajaknya untuk bertemu.Firasat. Mungkin itu nama perasaan yang sedang mendominasi Alsen saat ini.“Kak Alsen udah pesen?”“Belum, nunggu kamu.”Yara tersenyum simpul lalu mengambil buku menu yang ada di atas meja. “Kak Alsen mau makan apa?”“Samain aja sama kamu, Ra. Aku nggak milih-milih makanan kok.”“Beneran?”Alsen mengangguk sambil memperhatikan Yara yang siang itu mengenakan kaos dengan dilapisi oversize plaid shirt. “Hari ini ada site visit?”“Iya, abis ini. Kok Kak Alsen tau?”“Kelihat

  • My Horrible Romance   113 Tahu Jawabannya Kan?

    “Yara. Udah sampe,” ucap Adam sambil membuka kaitan seat belt yang membelit Yara dan merapikan anak rambutnya yang berantakan setelah tertidur selama dalam perjalanan. “Eh, aku ketidurannya lama ya?” “Nggak apa-apa, daripada kamu keringat dingin lagi begitu mau sampe sini. Oh, astaga! Kita harus ngomongin ini, Ra. Kamu masih punya perasaan nggak enak nggak sih pas mau dateng ke sini?” Yara melirik bangunan rumah Adam yang berada di sisi kanannya, lalu menggeleng. “Kayaknya sih nggak.” Adam menghela napas lega. Kalau sampai Yara masih merasa tidak tenang untuk masuk rumah itu, artinya ia harus mencari cara lain, entah dengan menjual rumah itu, atau membuat Yara perlahan melupakan kegelisahannya setiap akan menginjakkan kaki di rumahnya. “Bilang ya kalo masih ngerasa nggak nyaman.” “Iya. Kamu sendiri gimana?” “Udah nggak kok. Mungkin karena layout rumah yang berubah total, mungkin juga karena aku udah bisa nerima dan nggak menyalahkan di

  • My Horrible Romance   114 Dia Pernah Jadi Bagian Hidupmu

    “Dek, Kakak nggak bisa nemenin. Bandara ditutup dari kemarin gara-gara abu Gunung Merapi.” Aileen benar-benar terdengar resah di ujung sambungan teleponnya.“Nggak apa-apa, Kak. Nanti Adam nemenin kok. Kakak gimana di sana?”“Kakak sih nggak apa-apa. Jauh dari lokasi, nanti bakal balik naik kereta. Duh, Kakak nggak tenang.”“Kak Aileen tenang aja. Aku udah gede, Kak.”“Iya kan tapi tetep aja. Papa aja deh ya yang nemenin kamu. Nanti Kakak telepon Papa dulu.”Yara belum sempat menolak keinginan kakaknya saat kakaknya itu telah mengakhiri sambungan telepon.Hari itu adalah hari di mana persidangan Lintang dan dua preman yang disewanya digelar. Sedianya, Aileen lah yang menemani Yara dalam persidangan itu, seperti sebelumnya saat menghadiri persidangan Bisma. Tapi dua hari sebelumnya, Aileen harus berangkat ke Jogja, mengunjungi salah satu sentra produksi batik yang mendapatkan dana da

Bab terbaru

  • My Horrible Romance   200 Glorious in Adversity

    “Kenapa kita nggak ke Flores? Kenapa kita ke Garachico? Itu di mana?” Bahkan Yara sama sekali belum tahu di daerah mana Garachico berada. Maklum, ia lebih khatam daerah Indonesia karena menurutnya Indonesia memiliki keindahan yang tiada duanya. “Spanyol.” “Visaku?” “Kita udah di pesawat, Ra. Masih perlu kamu nanyain visa? Ya jelas udah kuurus.” Yara menggigit lidahnya, terdiam malu karena ucapan Adam. Iya, mereka sudah berada di pesawat, berarti semua berkasnya sudah beres. Kenapa ia sebodoh itu mempertanyakan hal yang tidak perlu? “Gimana caranya kamu ngurus visaku? Passport-ku kan kusimpen di lemari, kamu tau dari mana?” Adam mengeluarkan sesuatu dari tas selempang yang dipakainya, kemudian menunjukkan semuanya kepada Yara. “Udah? Aman. Kamu nggak bakal dideportasi.” “Tapi gimana caranya?” tanya Yara keheranan. “Mau tau aja.” Adam menarik hidung Yara agar istrinya itu bisa tenang. Ia memang diam-diam mengurus semua be

  • My Horrible Romance   199 On the Way to ...

    “Papa, Mama, ati-ati ya, inget umur,” pinta Yara yang menatap kedua orang tuanya dengan bimbang.Pagi itu, Yara dan Adam mengantar orang tua Yara lebih dulu ke stasiun kereta sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju bandara dengan diantar sopir keluarga Yara.“Maksudnya apa ngingetin Papa sama Mama tentang umur?” tanya Naren (sok) galak.“Jangan naik kendaraan aneh-aneh, jangan memacu adrenaline berlebihan, dan yang paling penting … tolong jangan bikinin aku adek. Aku mau jadi anak bungsu seumur hidup. Lagian malu kan sama Kak Arla yang lagi isi, kalo Mama nyusul isi juga.”“Astaga! Anak ini!” Rhea menggeleng-gelengkan kepala mendengar celotehan Yara. Ia dan suaminya memang akan melakukan perjalanan yang sedikit ekstrim. Napak tilas. Bukan sembarang napak tilas, mereka akan pergi ke tempat-tempat yang dulu pernah dikunjungi Rhea ketika kabur dari Naren saat mereka masih berstatus tunangan. Mulai d

  • My Horrible Romance   198 Pelan-Pelan

    “Pelan, Dam,” lirih Yara saat Adam menyesap ceruk lehernya dengan keras. “Maaf.” Nyatanya Adam hanya mengalihkan area penjelajahannya setelah meninggalkan jejak kemerahan yang mungkin akan berubah menjadi kebiruan di ceruk leher sebelah kanan. Adam berusaha tidak menyakiti Yara, tapi ia kesulitan mengontrol hasratnya. “Cantik banget,” pujinya sambil berbisik. Yara tidak mampu merespon. Setiap kali kulit mereka bersentuhan, seperti ada gelenyar asing yang menguasai tubuhnya. Terlebih seperti sekarang, saat Adam menyapukan indra peraba dan perasa ke seluruh permukaan tubuhnya. “Dam,” desah Yara sekali lagi, entah bermaksud meminta Adam berhenti atau melanjutkan, otaknya sedang tidak benar-benar bekerja. Adam kembali ke atas, menatap wajah Yara sebelum kembali melumat bibir istrinya yang setengah terbuka karena menahan desahan. “May I?” Yara mengangguk. “Pelan-pelan.” Adam mengangguk mengiakan, walau tidak tahu batas pelan yang dimaksud Y

  • My Horrible Romance   197 Masih Sore

    Yara tergagap saat merasakan sesuatu membelit perutnya. Tapi begitu menatap ke arah perutnya dan melihat kalau benda yang membelit perutnya adalah tangan seseorang, barulah ia menyadari keberadaan Adam, sekaligus menyadari kalau kini ia tidak tidur sendiri lagi. Perlahan, Yara memindahkan tangan Adam dari atas perutnya. Ia ingin buang air kecil karena itu terbangun di tengah tidur nyenyaknya. Ah iya, dia belum melihat kado dari teman-temannya. Jadilah sambil berjalan ke kamar mandi, Yara menenteng kotak di dekat televisi. Setelah menyelesaikan hajatnya, ia masih berdiri di depan cermin sambil berpikir kalau ia akan mengganti piyamanya dengan kado tersebut. Bukankah tadi Adam juga memintanya untuk berganti dengan isi kado itu. "Ya ampun capek banget sih," gerutu Yara sambil mencari ujung yang digunakan untuk membuka kerdus. Matanya yang semula masih sayu karena mengantuk, seketika membuka lebar saat melihat kain berenda tipis di dalam kotak.

  • My Horrible Romance   196 Kemakan Omongan Sendiri

    “Makanya lain kali kalo ngomong dipiir dulu ya, Dam,” ucap Yara sambil tetap berusaha mempertahankan senyumnya di atas pelaminan. “Hah?” “Dulu kamu nyumpahin aku apa? Kamu nyumpahin aku supaya nggak langgeng setiap punya pacar, kamu nyumpahin aku supaya nggak bisa nikah sebelum ngelihat kamu di pelaminan. Sekarang malah kita di atas pelaminan bareng. Kemakan omongan sendiri kan?” “I did the right thing,” jawab Adam sambil mengusap punggung tangan Yara yang melingkari lengannya. “Ck! Right thing apanya?” Yara berdecak. “Coba dari awal jadi orang yang sabar, kan aku nggak mesti ngalamin pacaran berkali-kali.” “Nggak apa-apa, yang penting ending-nya sama aku.” “Kata Papa, it’s the beginning, Adam, bukan ending.” “Ya … beginning buat kita hidup berumah tangga. Tapi kan juga ending dari horrible romance kamu, horrible romance-ku juga sih.” “Sejak kapan belajar ngegombal, Pak?” Adam belum sempat menjawab karena antrea

  • My Horrible Romance   195 Orang Itu Adalah Adam

    “Ini kamar pengantinnya?” tanya Rian dengan berbisik karena ada kakak dan kakak ipar Yara di kamar yang digunakan untuk Yara bersiap sebelum acara akad nikah berlangsung. “Nggak, di sini cuma buat ganti baju sama make up aja sih,” jawab Yara yang duduk di depan cermin, menunggu dijemput ke tempat acara. “Santai sih, Ra. Anggep aja kayak dipanggil guru BK.” Yara mendongak dan menatap Rian dengan kesal. Bisa-bisanya akad nikah dianalogikan dengan menghadap guru BK. “Yan, jangan kirim foto ke grup anak-anak kelas sepuluh!” pinta Yara ketika Rian mengarahkan kamera ponsel ke arahnya. “Kenapa? Karena ada Adam di grup? Takut Adam makin nggak konsen ya?” Yara menggeleng pelan. “Takut diketawain sama anak-anak.” “Risiko, dapet jodoh temen sekelas, ya mau gimana. Ntar gue catetin deh siapa yang ngetawain, nggak gue kasih souvenir dari sini,” sombong Rian yang mendapat tugas menjadi penerima tamu sekaligus mengarahkan tamu-tamu VIP ke area

  • My Horrible Romance   194 Planning

    Yara mengerjap pelan dan untuk beberapa detik ia sempat merasa kebingungan saat melihat langit-langit yang tidak dikenalnya. Sampai suara seseorang menyapa indra pendengarannya. “Udah bangun?” Barulah Yara sadar kalau ia tertidur di ruang kerja Adam. “Jam berapa?” “Setengah tiga.” “Ya ampun, astaga!” Bergegas Yara bangkit dari posisi tidurnya, gelagapan mencari ponsel dan menghubungi omnya. Omnya itu bisa mengamuk karena semestinya mereka mengadakan meeting bulanan jam dua siang. “Tenang, Ra. Papa kamu udah ngizinin ke Om Ranu tadi,” ucap Adam yang tidak kalah gesitnya berdiri dari tempatnya duduk mengamati Yara tidur sejak tadi. Terlambat sedikit saja, Yara pasti sudah melesat keluar dari ruangannya. “Hhh.” Yara menghembuskan napas lega sebelum sadar apa yang diucapkan Adam. “Papa? Papaku ngizinin ke Om Ranu?” “Iya. Papa kamu nggak tega juga ngelihat kamu kecapekan ngurusin perintilan resepsi Kak Ervin.” Yara kembali d

  • My Horrible Romance   193 Pilihan Sulit

    "Ya ampun, Rhe. Setelah Aileen, jeda setengah tahun, Yara dilamar orang. Sekarang, baru dua minggu dari lamaran Yara, kita yang mesti nganter Ervin ngelamar anak orang." Helaan napas berat jelas-jelas dikeluarkan Naren.Sebenarnya, bukan Naren tidak bahagia semua anaknya menemukan belahan jiwa masing-masing, tapi dalam tahun yang sama menikahkan tiga orang anak mungkin memang tidak lazim terjadi."Yang penting anak-anak bahagia, Mas."Naren mengangguk-angguk, berusaha membangun lagi semangatnya yang sempat jatuh."Ayo. Kamu tau kan gimana tegangnya Adam waktu itu. Sekarang giliran kita yang nenangin Ervin," ajak Rhea.Tidak banyak yang ikut di acara pertunangan Ervin supaya tidak merepotkan keluarga calon tunangan Ervin. Hanya kakek nenek dari orang tua Ervin dan juga keluarga adik mamanya yang ikut, ditambah Adam dan beberapa sahabat Ervin.Semua orang sudah siap berangkat saat Naren dan Rhea keluar dari kamar."Ervin semobil sama Papa Mama. Yara sama Eyang ata

  • My Horrible Romance   192 Engagement

    Tiga bulan menunggu salah satu ballroom yang dimiliki hotel di bawah Candra Group kosong atau ada yang cancel, ternyata bukanlah hal mudah. Sepertinya semua calon pasangan pengantin yang sudah memesan ballroom memang sedang menghabiskan waktu untuk mempersiapkan pernikahan.Mau mendoakan agar salah satunya batal menikah pun rasanya sangat tidak etis, apalagi konon katanya doa buruk akan kembali kepada si pendoa. Karena itu, Adam dan Yara hanya bisa pasrah sambil berharap dan berdoa diberikan jalan yang terbaik untuk hubungan mereka.“Udah siap, Dam?”Adam menoleh sebentar ke arah sang ibu yang berdiri di ambang pintu kamarnya. “Udah rapi belum, Bu?” tanya Adam yang masih mematut diri di depan cermin untuk memastikan penampilannya—yang sebenarnya hanya kemeja lengan batik panjang dan celana bahan sejenis yang biasa ia gunakan ke kantor.Ya, hari itu adalah hari pertunangannya dengan Yara. Karena ballroom belum juga mereka dapa

DMCA.com Protection Status