Beranda / Romansa / My Horrible Romance / Bab 91 - Bab 100

Semua Bab My Horrible Romance: Bab 91 - Bab 100

200 Bab

91 Aku Tidak Akan Lupa

“Aku bisa jalan sendiri, Dam.” Yara mundur dengan gelisah saat Adam mendekat, sepertinya ingin membuktikan kalau ia kuat menggendongnya.“Beneran kuat?”“Hmm.” Yara mengengguk cepat.Yuniar yang menyaksikan interaksi keduanya dari dekat pintu hanya bisa mengulum senyumnya. Yuniar bukan pertama kalinya bertemu Adam. Lintang sudah pernah memperkenalkan Adam ke semua orang. Tapi rasanya interaksi antara Adam dan Lintang berbeda dengan interaksi antara Adam dan Yara.Adam dan Yara kelihatan lebih … playful, mungkin seperti itu penggambarannya.“Jauh-jauh, Dam.” Yara mendorong pelan bahu Adam untuk keluar dari balik mejanya dan mengambil tasnya di atas kabinet.“Mbak Yuniar, makasih ya pertolongan pertamanya tadi.”“Kan dibantu Mas Adam tadi, Mbak. Kalo nggak dikasih dikasih tau Mas Adam, Mbak Yara biasa bawa inhaler di dalam tas, aku juga nggak akan tau mesti gimana.
Baca selengkapnya

92 Saling Memindai Musuh

"Emang boleh makan itu?" Yara yang hampir menyuapkan potongan martabak telur ke dalam mulutnya, terpaksa berhenti. Dengan sungkan melirik ke arah Alsen yang malam itu datang ke rumahnya sambil membawa banyak cemilan. "Emang nggak boleh? Om Pras nggak ngasih tau aku ada pantangan makan sesuatu." Dengan ketus Yara menjawab pertanyaan absurd Adam. Ketiganya sedang berada di ruang tengah kediaman orang tua Yara. Adam mengantar Yara pulang dan dipaksa ikut makan malam oleh mamanya Yara. Sementara Alsen datang untuk menjemput Ervin, yang akhirnya juga dipaksa makan malam bersama. Adam mengedikkan bahu. Sejak tadi, diam-diam Adam memperhatikan tindak-tanduk Alsen, begitu juga dengan interaksi antara Alsen dan Yara. Pun begitu dengan Alsen yang diam-diam bisa menangkap kecemburuan Adam. Tapi ia berusaha mengabaikannya, selama Yara tidak mengaku memiliki hubungan apa pun dengan Adam, artinya ia masih punya kesempatan. Keduanya seperti dua kucin
Baca selengkapnya

93 Membersihkan yang Kotor

“Udah denger belum kalau Mbak Lintang dapet surat panggilan dari kepolisian plus surat pemecatan dari HRD?” Desas-desus itu terdengar santer di gedung kantor DN Fashion. Posisi Lintang sudah cukup tinggi di kantor itu, tentu saja mayoritas pegawai telah mengenalnya. “Dan sadar nggak kalo bos besar dari kemaren udah nggak ngantor lagi ke sini?” “Kan bos memang ngantor ke sini cuma seminggu tiga kali. Wajarlah kalo nggak masuk. Nggak masuk juga hartanya udah berlimpah. Dia kan ke sini cuma main-main doang, pengen menjatuhkan Mbak Lintang kayaknya. Pelakor jaman sekarang lebih galak daripada yang punya.” “Ehem!” Suara dehaman Yuniar itu membuat beberapa orang yang sedang riuh membicarakan bos besar a.k.a Yara vs Lintang, berhenti bicara seketika. “Saya bukannya udah pernah ngasih peringatan ya? Jangan bicara sembarangan kalau kalian nggak tau kenyataannya. Kalau kalian tau yang sebenernya ….” Yuniar menggeleng-gelengkan kepalanya, hampir saja kel
Baca selengkapnya

94 Langkah Pertama Alsen

Kak Alsen: Yara, aku masih ada janji nraktir kamuKak Alsen: Aku lagi ada di deket kantormuYara: Mau nraktir nih?Yara: Tapi kan aku juga punya utang nraktir Kak AlsenKak Alsen: Giliran aku duluKak Alsen: Aku jemput sekarang yaYara: Ok“Na, gue makan siang si luar ya,” pamit Yara pada Nana yang duduk di sampingnya. Mereka hampir selalu menghabiskan waktu makan siang bersama, jadi ketika salah satu di antara mereka ada keperluan, mereka selalu saling memberi tahu.“Ciyeee … sama yang mana nih? Yang dulu berani ke kantor?”Yara memutar kedua bola matanya dengan malas. Ledekan ‘Ciyeee’ ini sudah didengarnya sejak ia SMA, sejak ia menjalin hubungan dengan Adam, dan sekarang … Wait! Yara menggeleng-gelengkan kepalanya, kenapa semuanya selalu bermuara ke Adam?“Iya, dia pernah ke sini kok.”“Adam?”“Bukan, kuasa hukumku, Ka
Baca selengkapnya

95 Aku Harus Bagaimana Lagi?

“Mampir sebentar ke hotel nggak apa-apa ya?” Yara terkesiap. Pertanyaan macam apa itu? “Aku kerja di hotel, Yara. Barangkali kamu lupa dan mikir yang aneh-aneh.” Adam setengah mati menahan tawanya yang hampir meledak karena sikap aneh Yara begitu ia mengajak mampir ke hotel. “Siapa yang mikir aneh-aneh.” Yara membuang muka ke arah kiri, berusaha menutupi malunya karena sempat berpikir yang tidak-tidak atas pertanyaan Adam. “Lama nggak? Ke Cibuburnya bakal sampe malem berarti?” “Lama? Mau ngapain tuh di hotel lama-lama?” Yara melirik Adam dengan tajam. ‘Mukul mantan pacar yang ngeselin setengah mati, bisa kena pasal nggak sih?’ “Bentar doang kok, Ra. Ada masalah yang mesti ku-handle bentar.” “Gimana kalo kamu ngasih kunci rumahnya ke aku, biar aku bisa langsung pergi ke sana?” “Nggak, nggak. Barengan ke sananya.” Yara hanya bisa menghela napas lelah. ‘Sedot semua energiku, Dam. Emang dementor dalam wujud manusia
Baca selengkapnya

96 Semua akan Berbeda

"Yara, bangun." Tangan Adam bergerak melepaskan kaitan seat belt sekaligus membangunkan Yara dengan menggoyang lengannya.Yara memang bangun setelah Adam mengganggu tidurnya dengan menggoyang-goyangkan lengannya, tapi Yara puasa bicara sejak tadi--sejak ia meledakkan emosi sambil mengeluarkan semua kebingungannya terhadap tingkah laku Adam.Turun dari mobil, Yara langsung bisa mendengar debur ombak. Dan dia langsung bisa menebak kalau saat ini mereka sedang berada di Ancol. Di mana lagi ada pantai di Jakarta, kalau bukan Ancol."Kelewatan sunset-nya. Jauh ternyata ya kalo dari Cibubur ke sini, belum lagi macetnya." Adam seperti bermonolog sendiri karena Yara masih betah mendiamkannya."Aku izin Om dulu ya." Adam menyingkir sebentar untuk meminta izin pada orang tua Yara.Sementara Yara tetap berjalan menuju ke dinding pembatas yang biasa dijadikan tempat duduk bagi orang-orang yang ingin menikmati pantai tanpa menyentuh pasir dan air laut."
Baca selengkapnya

97 Suka? Bukan Cinta?

“Semalam dari mana, Dek?” tanya Ervin saat melihat Yara menutup pintu kamarnya dengan pakaian kerja casual.“Makan sama Kak Alsen, sekalian ngomongin hasil pemeriksaan kemaren.”“Lancar kemaren?”“Lancar sih, agak deg-degan awalnya, tapi kan ada Kak Alsen yang nemenin. Aku bayanginnya kayak di film-film gitu loh, Kak. Yang ditanyain di ruang tertutup sama seorang polisi doang gitu.”“Kamu kan pelapor, bukan tersangka. Kebanyakan nonton film.” Ervin merangkul bahu adiknya sembari menuruni anak tangga. “Kamu … kalo disuruh milih Adam atau Alsen, milih mana, Dek?”Yara langsung menoleh dan menatap kakaknya layaknya alien yang baru bertanya mekhluk di bumi makan apa? “Kakak nanya gitu udah kayak nanya, mau makan pake ikan gurame apa ikan bawal. Lagian aku nggak ada apa-apa sama dua-duanya, ngapain juga disuruh milih salah satu di antara mereka berdua.”&ld
Baca selengkapnya

98 Berusaha Menggoyahkan Prinsipmu

Naren memasuki hotel pusat yang menjadi salah satu lini bisnis anak perusahaannya dengan langkah yakin.Di sampingnya, Adam yang akan ditunjuk menggantikan Purnomo--General Manager sebelumnya yang memasuki usia pensiun--berjalan mensejajari langkah Naren.Bukan perkara mudah bagi Naren menunjuk seorang anak muda yang sebaya dengan anak bungsunya untuk menggantikan Purnomo yang sudah menjabat bertahun-tahun sebagai General Manager di jaringan hotelnya.Naren bukannya tutup mata kalau beberapa tahun terakhir hotelnya tidak memiliki perkembangan berarti. Tidak merugi juga, hanya saja seperti stuck di tempat.Karena itu, ketika suatu hari anak muda yang kini berjalan di sampingnya itu berani menemuinya di kantor untuk membicarakan suatu hal dengannya, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempata
Baca selengkapnya

99 Kamu Diam, Biar Aku yang Maju

“Ra.”“Hmm?” Yara mendongak kaget karena panggilan Adam.“Mau nunggu baksonya dingin?” Adam memang memperhatikan Yara sejak tadi. Gadis itu terus saja mengaduk mangkok berisi bakso dan kuahnya, mengabaikan mangkok terpisah yang berisi kuah dan tulang sumsum.“Eh? Nggak.”“Kamu jadi diem sejak aku ngomong tentang—”Tatapan membunuh dari Yara berhasil membuat Adam membungkam mulutnya. “Makan.” Entah itu perintah atau hanya penyataan, yang jelas Yara hanya mengeluarkan satu kata itu sebelum kemudian mulai menyuapkan kuah bakso ke dalam mulutnya.“Nggak usah terlalu dipikirin, Ra. Kamu diem aja, biar aku yang maju.”“Gimana maksudnya?”Adam menggeleng. "Nggak, nggak. Udah, dimakan dulu."Kalau sedang banyak pikiran, Yara memang susah diajak bicara. Mungkin apa yang disampaikan Adam di mobil tadi benar-benar berhasil membuat
Baca selengkapnya

100 May I Call You Everynight?

"Lagi apa, Ra?"Yara menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap layar ponselnya, memastikan sekali lagi kalau benar si penelepon adalah orang yang diperkirakannya.Tindakan tidak perlu sebenarnya karena ia sudah hapal dengan suara itu dan suara itu juga yang mengganggu—iya, ia belum bisa berkata menghiasi, jadi sepertinya kata mengganggu lebih tepat—setiap malamnya."Baru kelar ngecek daftar furniture yang dikirim untuk kementerian besok.""Kenapa baru jam segini ngeceknya?" Waktu memang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Terlalu cepat untuk orang seumuran mereka terlelap, tapi juga rasanya sudah cukup malam untuk memeriksa pekerjaan."Ya karena supplier-nya baru aja ngirim daftarnya."“Kalo udah kelar buruan istirahat.”“Ya kan kamu nelepon.”“Jadi kamu nunggu aku kelar nelepon dulu?”“Apa sih, Dam?” Tidak ada sahutan dari Adam, tapi Yara tahu kalau Ada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
20
DMCA.com Protection Status