Beranda / Romansa / PRAMESWARI / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab PRAMESWARI : Bab 31 - Bab 40

93 Bab

Perlahan-lahan Namun Pasti

Giga merasa, baru saja Mbak Honey membabat lehernya dengan sebilah pedang tajam dan sekarang dia menggelepar-gelepar, sekarat. Bagaimana mungkin  membiarkan Mbak Honey pergi dari kehidupannya? Bukan saja hatinya yang akan semakin menderita tetapi juga Giga 100. Siapa lagi yang akan mem-back up usahanya kalau bukan Mbak Honey? Jangankan hanya menjauh dari Prameswari, bahkan kalau harus menghilang dari seluruh manusia di muka bumi ini pun pasti dijalani, sungguh. Karena Giga sadar, Giga 100 masih sangat membutuhkan sumbangan dana dari Mbak Honey. Entah, jika tanpa bantuan darinya, mungkin sudah collapsed sejak beberapa tahun yang lalu, pasca musibah kebakaran yang melahap kantor berikut seluruh aset berharga di dalamnya. Dari titik nol dia bangkit kembali, Mbak Honey lah yang membantunya dan bukan hanya dalam nominal y
Baca selengkapnya

Berita Paling Bagus Sekaligus Membahagiakan

Setenang dan seteduh mungkin, Mbak Honey menatap mata Prameswari, menyelam hingga ke dasar untuk meyakinkan hatinya, kalau operasi plastik ini pasti berhasil. Bukan hanya berhasil yang berarti nggak ada secuil pun bekas luka tertinggal di wajah, leher dan kepalanya,  melainkan jauh lebih mulus. Kinclong, cantik merona tiada tara. Karena apa? Mbak Honey telah membayar super duper mahal untuk semua itu hingga nyaris menguras uang tabungan yang ada di salah satu rekening Bank. Rekening pribadi, bukan rekening atas nama Honey Karaoke and Cafe. Nggak, tentu saja Mbak Honey nggak pernah menyinggung soal nominal fantastis yang telah dikeluarkan. Pantang baginya, mengungkit segala sesuatu yang sudah diberikan kepada siapapun, terlebih Prameswari. "Mytha, kamu yang tenang, ya?" bisik Mbak Honey, lirih dan lembut, "Sabar, tena
Baca selengkapnya

Evan Menghadap Abah

Perlahan-lahan namun pasti, Evan berjalan menuju rumah induk, kediaman Abah. Jauh di dasar hatinya, ada sebongkah ketakutan yang membuat langkah kakinya tergetar. Demi menguatkan hati, lelaki muda tampan itu berhenti di depan pintu gerbang, menyusun pemikiran dan perasaan. Dalam detik-detik yang berdetak sangat lambat, selamat detak jarum jam yang kehabisan baterai, Evan tergulung besarnya keraguan. Mampukah dia menghadap Abah? Sanggupkah menjalankan semua rencana yang telah disusunnya dengan matang beberapa hari ini? Puk, puk, puk!Tepukan dipundak kanannya itu benar-benar mengejutkan, menapakkan Evan pada selasar kenyataan. Serta merta Evan menoleh ke samping kiri dan ternyata benar dugaannya, itu Abang. Bukan hanya kandas tergulu
Baca selengkapnya

Bukan Malaikat

Prameswari tertegun, memandangi bayangan wajahnya yang terpantul di kaca cermin bening milik rumah sakit. Bukan hanya sekedar tertegun, melainkan berdecak kagum meskipun hanya dari dalam hati. Kulit wajah, kepala dam lehernya yang dulu separah itu kini telah menjadi halus dan mulus kembali. Berlipat-lipat bahkan, dari yang dulu, sebelum kecelakaan. Bening, glowing. Tak terasa, air mata syukur, bahagia sekaligus terharu merembes dari pelupuknya. Menetes, mengalir deras. Dia benar-benar nggak menyangka kalau Mbak Honey begitu tulus terhadapnya. Meskipun awalnya bersikeras menolak namun Prameswari tersenyum juga. Senyum dalam linangan air mata yang terasa sulit untuk dihentikan. Dalam hati dia bergumam dengan penuh tanda tanya, 'Baik banget sih, Mbak Honey?  Tulus banget. Padahal, kata Mas Giga, operasi plastik kan ngga
Baca selengkapnya

Allah Maha Kuasa

Dalam linangan air mata yang terasa semakin panas, Prameswari memakai kembali wig-nya. Diam dan menurut saja ketika Mbak Honey merapikan dan menjepit wig dengan jepit rambut  biar nggak mudah lepas. Jauh di dasar hatinya, Prameswari menangis menjerit-jerit membayangkan, Mbak Honey benar-benar mengembalikannya ke jalanan. Meskipun belum tahu, jalanan seperti apa yang dimaksudkan Mbak Honey, belum-belum Prameswari sudah  hancur berkeping-keping. Bukan apa-apa, masalahnya dia sama sekali belum ingat, di mana dan bagaimana Mbak Honey menemukan dirinya dulu. Di persawahan, ladang, hutan … Pinggiran sungai atau di emperan toko? Baik Mbak Honey ataupun Giga belum pernah mengungkapkan hal itu padanya. Padahal sudah sering dia menanyakan hal itu pada mereka."Naaahhh, gitu dong, Mytha!" Mbak Honey bergumam riang, "Cantik, mani
Baca selengkapnya

Mengikuti Alur Kehidupan

Di kamar, sepulang dari kafe bersama Mbak Honey, Prameswari melepas kasar wig cantiknya. Kata Mbak Honey sih begitu meskipun sampai saat ini dia nggak tahu, dimana letak kecantikan rambut imitasi itu. Geram, marah, kecewa dan benci, Prameswari mencampakkan di lantai lalu menginjak-injaknya tanpa ampun. Dia merasa, sudah benar-benar menjadi robot mainan Mbak Honey sekarang. Benar, dia yang telah menolong dan menyelamatkan dirinya dari kejahatan---apapun itu namanya---tapi nggak harus seperti itu, kan? Nggak harus memaksakan kehendak. Apalagi kan, sebenarnya dia nggak malu dengan kondisi kepalanya yang plontos. Untuk apa ditutup-tutupi?  Kalaupun harus, kenapa nggak dengan jilbab saja, kenapa harus wig? Benda asing yang baru beberapa jam yang lalu dikenalnya di internet. Itu pun karena Mbak Honey terus memaksa.  "Ya Allah, tolong katakan padaku, siapakah Mbak Honey yang sebenarnya?" P
Baca selengkapnya

The Next Mbak Honey

Sebisa mungkin, Prameswari melemparkan senyum manis pada pria paruh baya yang duduk di depannya. Sedari tadi, sekitar tiga puluh menit yang lalu, pria itu hanya diam. Duduk diam dan menikmati kopi latte plus nugget pisang crispy yang terhidang di hadapannya. Dalam diamnya yang misterius itu, sesekali melirik ke arah Prameswari yang bersetia menemaminya. Setiap kali lirikan tajam itu tertangkap olehnya, Prameswari mengangguk sembari melemparkan senyum lebar manis. Senyum yang menampakkan barisan gigi putih, bersih dan rapi. Jika senyumnya menyimpul, terlihatlah lesung pipit yang memberi kesan mempesona di pipi kirinya.  Sebenarnya, Prameswari sudah jenuh dengan pekerjaan pertama di hari pertama kerjanya ini tapi nggak mungkin menghindar apalagi melarikan diri. Bisa-bisa Mbak Honey mengamuk, meledak atau bahkan menghujaninya dengan caci maki dan sumpah serapah seperti biasa, kalau sampai h
Baca selengkapnya

Hari Yang Penuh Warna

Baru saja menyeruput lemon tea hangatnya untuk yang pertama kali, Prameswari sudah harus bekerja lagi. Berdasarkan keterangan yang tertera di atas memo dari Tiara, tamunya duduk di meja nomor tiga, jadi dia harus segera ke sana dan nggak boleh dalam keadaan cemberut, manyun atau semacamnya. Di sini, apapun yang terjadi hanya boleh ada satu hal ini dalam dirinya, tersenyum manis. Lebih lengkapnya tersenyum manis, bersikap santun, berkata sopan dan berpenampilan anggun. Mempesona. Keharusan terakhir yang dia belum menemukan cara plus chemistry-nya.  Anggun dan mempesona, memangnya seperti apa, sih? Pertanyaan inilah yang sering kali mengusik ketenangan hatinya. Jangankan begitu, masih bisa tersenyum padahal sebenarnya menahan pedih di kaki yang lecet karena sepatu high heels saja sudah Alhamdulillah. Itu prinsipnya tapi apa hendak dikata?
Baca selengkapnya

Atas Nama Cinta

Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya. Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak,  bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
Baca selengkapnya

Atas Nama Cinta

Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya. Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak,  bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status