Di kamar, sepulang dari kafe bersama Mbak Honey, Prameswari melepas kasar wig cantiknya. Kata Mbak Honey sih begitu meskipun sampai saat ini dia nggak tahu, dimana letak kecantikan rambut imitasi itu. Geram, marah, kecewa dan benci, Prameswari mencampakkan di lantai lalu menginjak-injaknya tanpa ampun. Dia merasa, sudah benar-benar menjadi robot mainan Mbak Honey sekarang. Benar, dia yang telah menolong dan menyelamatkan dirinya dari kejahatan---apapun itu namanya---tapi nggak harus seperti itu, kan? Nggak harus memaksakan kehendak. Apalagi kan, sebenarnya dia nggak malu dengan kondisi kepalanya yang plontos. Untuk apa ditutup-tutupi? Kalaupun harus, kenapa nggak dengan jilbab saja, kenapa harus wig? Benda asing yang baru beberapa jam yang lalu dikenalnya di internet. Itu pun karena Mbak Honey terus memaksa.
"Ya Allah, tolong katakan padaku, siapakah Mbak Honey yang sebenarnya?" P
Sebisa mungkin, Prameswari melemparkan senyum manis pada pria paruh baya yang duduk di depannya. Sedari tadi, sekitar tiga puluh menit yang lalu, pria itu hanya diam. Duduk diam dan menikmati kopi latte plus nugget pisang crispy yang terhidang di hadapannya. Dalam diamnya yang misterius itu, sesekali melirik ke arah Prameswari yang bersetia menemaminya. Setiap kali lirikan tajam itu tertangkap olehnya, Prameswari mengangguk sembari melemparkan senyum lebar manis. Senyum yang menampakkan barisan gigi putih, bersih dan rapi. Jika senyumnya menyimpul, terlihatlah lesung pipit yang memberi kesan mempesona di pipi kirinya.Sebenarnya, Prameswari sudah jenuh dengan pekerjaan pertama di hari pertama kerjanya ini tapi nggak mungkin menghindar apalagi melarikan diri. Bisa-bisa Mbak Honey mengamuk, meledak atau bahkan menghujaninya dengan caci maki dan sumpah serapah seperti biasa, kalau sampai h
Baru saja menyeruput lemon tea hangatnya untuk yang pertama kali, Prameswari sudah harus bekerja lagi. Berdasarkan keterangan yang tertera di atas memo dari Tiara, tamunya duduk di meja nomor tiga, jadi dia harus segera ke sana dan nggak boleh dalam keadaan cemberut, manyun atau semacamnya. Di sini, apapun yang terjadi hanya boleh ada satu hal ini dalam dirinya, tersenyum manis. Lebih lengkapnya tersenyum manis, bersikap santun, berkata sopan dan berpenampilan anggun. Mempesona. Keharusan terakhir yang dia belum menemukan cara plus chemistry-nya.Anggun dan mempesona, memangnya seperti apa, sih?Pertanyaan inilah yang sering kali mengusik ketenangan hatinya. Jangankan begitu, masih bisa tersenyum padahal sebenarnya menahan pedih di kaki yang lecet karena sepatu high heels saja sudah Alhamdulillah. Itu prinsipnya tapi apa hendak dikata?
Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya.Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak, bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya.Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak, bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
"Eh, ya senyuuum, dooong!" Giga menyahut dengan setengah gugup, "Kan, sudah ketemu sama kesayangannya?" Giga meraih pucuk-pucuk rambut panjang sepinggang Mbak Honey, menciumnya dengan lembut dan hangat, "Haruuummm, emmmhhh …!"Diberi sikap semanis itu oleh Giga, Mbak Honey tersenyum tersanjung. Wajahnya bersemburat merah oleh rasa malu tapi mau yang merambati hatinya, "Ah, masaaa? Nggak percaya, tuh?"Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Giga berdiri mendekati Mbak Honey. Menggenggam jari-jemari tangannya, mengantarkan kehangatan dan kelembutan yang tak terjemahkan oleh kata-kata. Sekarang, di antara rasa kesal dan jengkel dengan semua polah tingkah Peony, rasa rindu juga cemburu pada Prameswari yang mulai membakar pinggiran hatinya, Giga memeluk Mbak Honey. Pelukan spesial, berbeda dari saat bertemu di ruang tamu
Mbak Honey dan Giga berjalan ke luar kamar dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Seolah-olah sepasang kekasih yang baru saja menikmati madu asmara. Suara tawa riang mereka terdengar lirih namun mesra, mengiris tipis-tipis hati Prameswari yang masih berdiri di depan pintu ruang keluarga. Tentu saja, dia nggak mau melihat Mbak Honey dan Giga yang dalam keadaan dilanda cinta seperti itu tapi apalah daya. Entah bagaimana, dari ruang tamu tadi dia berniat mencari Mbak Honey di sini. Karena tahu ada mobil Giga di depan, Prameswari berpikir, nggak mungkin mereka berduaan saja di kamar. Paling nggak, di ruang keluarga lah, kalau nggak di ruang tamu tapi nyatanya?"Mbaaak …?" Prameswari menyapa dengan raut wajah setengah mendelik, "Mas Gigaaa …?"Mbak Honey hanya tersenyum tipis, sebagai jawaban. Giga yang sebenarnya te
Perlahan-lahan namun pasti, Evan dan Yuka berjalan ke taman bunga kecil di sayap kanan Honey Karaoke and Cafe. Sebenarnya, Evan sudah menyusun rencana ini sejak lama. Sejak bertemu dengan Mytha, Ladies Companion yang menurutnya mirip sekali dengan Wari alias Prameswari Shalihatun Nisa, puteri Abah dan Ummi di Pondok Pesantren Al-Hidayah. Tapi baru malam ini bisa terlaksana karena Yuka baru bisa berangkat ke Yogyakarta dari Tangerang hari ini. Tadi pagi, baru sampai di tempat kost puteri yang sudah dicarikan Evan beberapa hari sebelumnya.Keputusan untuk mengajak Yuka ke HKC ini, sudah disetujui oleh Abang sekaligus Ustadz Rayyan yang didapuk Abah untuk menjadi penanggung jawab khusus dalam pencarian Prameswari. Bukan hanya menyetujui, mereka juga memberikan biaya akomodasi dan transportasi selama waktu pencarian yang berdasarkan musyawarah, akan dilangsungkan selama satu bulan. Dengan h
Panik, Prameswari mencari contact Giga di ponsel Mbak Honey dan meneleponnya. Untungnya, layar belum kembali terkunci, karena memang baru beberapa detik yang lalu diletakkan Mbak Honey di meja makan. Bukan, ini bukan tentang perasaan cinta butanya pada Giga atau semacamnya. Masalahnya, tanpa terduga sebelumya, tiba-tiba Mbak Honey pingsan. Jelas, Prameswari terkejut, takut dan panik. Terlebih setelah menyadari kalau seluruh tubuh Mbak Honey dingin dan terlihat pucat. Bayangan-bayangan buruk itu langsung menjejali benaknya dan menjadi padat. Berat."Halooo, ya, Mbak?" suara sexy Giga di seberang sana, "Ada apa, Mbak?"Semakin gemetar karena panik yang meningkat pesat, Prameswari menyahut, "Ini Mytha, Mas. Mbak Honey pingsan, Mas. Tolong, Mas?"Tanpa berpanjang kata lagi