Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya.
Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak, bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
"Eh, ya senyuuum, dooong!" Giga menyahut dengan setengah gugup, "Kan, sudah ketemu sama kesayangannya?" Giga meraih pucuk-pucuk rambut panjang sepinggang Mbak Honey, menciumnya dengan lembut dan hangat, "Haruuummm, emmmhhh …!"Diberi sikap semanis itu oleh Giga, Mbak Honey tersenyum tersanjung. Wajahnya bersemburat merah oleh rasa malu tapi mau yang merambati hatinya, "Ah, masaaa? Nggak percaya, tuh?"Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Giga berdiri mendekati Mbak Honey. Menggenggam jari-jemari tangannya, mengantarkan kehangatan dan kelembutan yang tak terjemahkan oleh kata-kata. Sekarang, di antara rasa kesal dan jengkel dengan semua polah tingkah Peony, rasa rindu juga cemburu pada Prameswari yang mulai membakar pinggiran hatinya, Giga memeluk Mbak Honey. Pelukan spesial, berbeda dari saat bertemu di ruang tamu
Mbak Honey dan Giga berjalan ke luar kamar dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Seolah-olah sepasang kekasih yang baru saja menikmati madu asmara. Suara tawa riang mereka terdengar lirih namun mesra, mengiris tipis-tipis hati Prameswari yang masih berdiri di depan pintu ruang keluarga. Tentu saja, dia nggak mau melihat Mbak Honey dan Giga yang dalam keadaan dilanda cinta seperti itu tapi apalah daya. Entah bagaimana, dari ruang tamu tadi dia berniat mencari Mbak Honey di sini. Karena tahu ada mobil Giga di depan, Prameswari berpikir, nggak mungkin mereka berduaan saja di kamar. Paling nggak, di ruang keluarga lah, kalau nggak di ruang tamu tapi nyatanya?"Mbaaak …?" Prameswari menyapa dengan raut wajah setengah mendelik, "Mas Gigaaa …?"Mbak Honey hanya tersenyum tipis, sebagai jawaban. Giga yang sebenarnya te
Perlahan-lahan namun pasti, Evan dan Yuka berjalan ke taman bunga kecil di sayap kanan Honey Karaoke and Cafe. Sebenarnya, Evan sudah menyusun rencana ini sejak lama. Sejak bertemu dengan Mytha, Ladies Companion yang menurutnya mirip sekali dengan Wari alias Prameswari Shalihatun Nisa, puteri Abah dan Ummi di Pondok Pesantren Al-Hidayah. Tapi baru malam ini bisa terlaksana karena Yuka baru bisa berangkat ke Yogyakarta dari Tangerang hari ini. Tadi pagi, baru sampai di tempat kost puteri yang sudah dicarikan Evan beberapa hari sebelumnya.Keputusan untuk mengajak Yuka ke HKC ini, sudah disetujui oleh Abang sekaligus Ustadz Rayyan yang didapuk Abah untuk menjadi penanggung jawab khusus dalam pencarian Prameswari. Bukan hanya menyetujui, mereka juga memberikan biaya akomodasi dan transportasi selama waktu pencarian yang berdasarkan musyawarah, akan dilangsungkan selama satu bulan. Dengan h
Panik, Prameswari mencari contact Giga di ponsel Mbak Honey dan meneleponnya. Untungnya, layar belum kembali terkunci, karena memang baru beberapa detik yang lalu diletakkan Mbak Honey di meja makan. Bukan, ini bukan tentang perasaan cinta butanya pada Giga atau semacamnya. Masalahnya, tanpa terduga sebelumya, tiba-tiba Mbak Honey pingsan. Jelas, Prameswari terkejut, takut dan panik. Terlebih setelah menyadari kalau seluruh tubuh Mbak Honey dingin dan terlihat pucat. Bayangan-bayangan buruk itu langsung menjejali benaknya dan menjadi padat. Berat."Halooo, ya, Mbak?" suara sexy Giga di seberang sana, "Ada apa, Mbak?"Semakin gemetar karena panik yang meningkat pesat, Prameswari menyahut, "Ini Mytha, Mas. Mbak Honey pingsan, Mas. Tolong, Mas?"Tanpa berpanjang kata lagi
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?' batin Prameswari bertanya, 'Mbak Honey sudah nggak ada …!' batinnya lagi sambil duduk termangu di depan jendela kamar, 'Hemmm, kok bisa ya ada orang sebaik dia? Padahal, kalau menurut ceritanya kan, aku bukan siapa-siapanya dia? Dia hanya menemukan aku di jalan, terus dibawa pulang …?"Prameswari mengusap-usap rambut cepak yang mulai lebat menumbuhi kepalanya, "Masa sih, dia bukan siapa-siapa aku? Gila saja menurutku, mewariskan semua harta kekayaan pada orang yang nggak dikenal sama sekali!"Sekali lagi, Prameswari berdecak kagum, "Ini tuh nggak sedikit, lho! Ya Allah, aku jadi takut, sungguh. Gimana caranya coba, menjaga harta peninggalan Mbak Honey yang sebanyak ini?"Sreeekkk …!&
Mendadak, Peony menaruh curiga pada Giga lagi, sama seperti beberapa bulan yang lalu sebelum hamil. Curiga, khawatir sekaligus takut kalau ternyata suaminya itu telah bermain serong di belakang. Kehamilannya sudah memasuki trimester ke dua sekarang. Semua rasa sebal, muak dan juga benci sudah hilang. Berganti dengan rasa cemburu dan curiga. Awalnya dia mengira kalau itu karena fase yang harus dilalui dalam masa kehamilannya tapi ternyata bukan. Buktinya, walaupun Giga berada di rumah dua puluh empat jam sekali pun dia tetap cemburu. Tetap curiga, bingung dan khawatir.Jadi, di sinilah Peony siang ini, di dalam taxi hendak menuju Giga 1000. Sebenarnya misi Peony kali ini adalah mencari tahu sumber kecurigaan dan kecemburuannya terhadap Giga tapi bersembunyi di dalam hantaran makan siang. Itu yang paling mungkin untuk dilakukan, biar Giga nggak berpikir yang nggak-nggak tentangnya.
Semua sudah sepakat, kalau besok akan berangkat ke Yogyakarta bersama-sama. Evan sudah berhasil mendapatkan rumah kontrakan untuk mereka tinggali sementara waktu. Rumah yang nggak terlalu jauh atau dekat dengan Honey Karaoke and Cafe, dengan harapan lebih memudahkan penyelidikan mereka. Abang dan Teh Hasna juga sudah mendapatkan rumah kontrakan yang tak jauh letaknya dari rumah Prameswari. Hanya berjarak sekitar lima rumah. Jadi, bisa menjalin hubungan persaudaraan antar tetangga. Sementara Yuka, sudah kembali ke Pondok Pesantren, karena jadwal kegiatan belajar sudah mulai padat. Nanti kalau memang dibutuhkan di Honey Karaoke and Cafe, bisa didatangkan ke sana lagi. Lagi pula, terlalu riskan meskipun tinggal di kost puteri. Abah takut, tidak bisa menjamin kesehatan dan keselamatannya."Semoga Allah memudahkan segala urusan kita," Abah berujar penuh harapan pada semua yang hadir di pendo
Faza dan Fauzi mendahului masuk ke dalam kafe, sementara Ustadz Rayyan menunggu di luar. Mereka sudah membuat janji, akan segera menghubungi Ustadz Rayyan begitu Prameswari sampai di taman bunga sayap kiri, tempat yang sudah mereka booking sebelumnya. Bukan apa-apa. Masalahnya waktu di Pondok Pasantren, kemungkinan besar Prameswari nggak familiar dengan Faza dan Fauzi, si Anak Kembar yang terkenal sebagai santri pandiam dan tertutup. Jadi, satu-satunya cara untuk menguji apakah benar si Mytha itu benar-benar Prameswari atau bukan, ya hanya dengan jalan memunculkan Ustadz Rayyan. Tapi nggak dari awal waktu, tentu saja. Bisa-bisa malah langsung melarikan diri karena takut dipaksa pulang ke Pondok Pesantren."Za, aku takut, Za!" Fauzi berbisik gemetar di telinga kanan Faza, "Serem aja rasanya liat yang pada pacaran gitu!"